Penipuan dalam Jual Beli Menurut KUHP
Saturday, 27 December 2014
Penipuan dalam hal jual beli
digolongkan menjadi 2 bentuk, yaitu; penipuan yang dilakukan oleh pembeli yang
diatur dalam pasal 379a dan kejahatan yang dilakukan oleh penjual yang diatur
dalam pasal 383 dan 386.
A. Penipuan yang dilakukan oleh pembeli.
Hal ini diatur dalam pasal 379a yang
berbunyi:
Barang siapa menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan untuk membeli benda-benda, dengan maksud supaya dengan tanpa pembayaran seluruhnya, memastikan kekuasaanya terhadap benda-benda itu, untuk diri sendiri maupun orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Dalam bahasa asing kejahatan ini
dinamakan flessentrekkerij. Dan baru dimuat dalam KUHP pada tahun 1930.
Kejahatan ini biasanya banyak terjadi di kota-kota besar, yaitu orang yang
biasanya membeli secara bon barang-barang untuk dirinya sendiri atau orang lain
dengan maksud sengaja tidak akan membayar lunas.
Model yang dilakukan biasanya
dengan mencicil atau kredit. Dengan barang yang sudah diserahkan apabila
pembeli tidak membayarnya lunas, sehingga merugikan penjual. Dalam hukum
perdata hal ini disebut wan prestasi. Akan tetapi, apabila sudah dijadikan mata
pencaharian atau kebiasaan seperti maksud semula tidak ingin membayar lunas,
maka disebut tindak pidana.
Unsur-unsur kejahatan pembeli
menurut pasal 379a yaitu:
a. Unsur-unsur objektif:
1. Perbuatan membeli;
2. Benda-benda yang dibeli;
3. Dijadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan.
b. Unsur-unsur Subjektif:
1. Dengan maksud menguasai benda tersebut untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain;
2. Tidak membayar lunas harganya.
Agar pembeli tersebut bisa
menjadikan barang-barang tersebut sebagai mata pencaharian maka setidaknya
harus terdiri dari dua perbuatan dan tidaklah cukup apabila terdiri dari satu
perbuatan saja. Akan tetapi, hal ini tidak muthlak harus terdiri dari dari
beberapa perbuatan.
B. Penipuan yang dilakukan oleh penjual.
Ini diatur dalam pasal 383 yang berbunyi:
Diancam dengan pidana penjara
paling lama satu tahun empat bulan, seorang penjual yang berbuat curang
terhadap pembeli:
1. karena sengaja menyerahkan barang lain daripada yang ditunjuk
untuk dibeli;
2. mengenai jenis keadaan atau banyaknya barang yang diserahkan,
dengan menggunakan tipu muslihat.
Yang dimaksud dari menyerahkan
barang lain daripada yang disetujui misalnya;
seseorang membeli sebuah kambing
sesuai dengan kesepakatan. Akan tetapi, penjual mengirimkan kambing tersebut
dengan kambing yang lebih jelek.
Sedangkan yang dimaksud dari
pasal 383 (2) yaitu: melakukan tipu muslihat mengenai jenis benda, keadaan
benda atau jumlah benda. Dan apabila keuntungan yang diperoleh oleh penjual
tidak lebih dari Rp. 250,00. Maka penipuan tersebut masuk pada penipuan ringan.
C. Penipuan yang dilakukan oleh penjual kedua.
Hal ini disebutkan dalam pasal
386 yang merumuskan sebagai berikut:
1.
barang siapa menjual,
menyerahkan, atau menawarkan barang makanan, minuman atau obat-obatan, yang
diketahui bahwa itu dipalsu, dan menyembunyikan hal itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun.
2.
bahan makanan, minuman atau
obat-obatan itu palsu, jika nilainya atau faidahnya menjadi kurang karena sudah
dicampur dengan bahan lain.
Adapun yang ditekankan dalam
pasal ini adalah apabila setelah dicampurnya barang makanan, minuman, atau
obat-obatan tersebut berkurang nilai atau faidahnya, atau bahkan nilai atau
faidah barang tersebut hilang sama sekali, maka kasus ini termasuk dalam kasus
pidana dan termasuk pemalsuan barang. Oleh karena itu, tidak menjadi kasus
pidana apabila setelah dicampur tidak berkurang atau hilang nilai dan
faidahnya, maka tidak melanggar pasal ini.
Unsur-unsur dari kejahatan
penipuan ini adalah:
a.
Unsur-unsur objektif:
1. perbuatan: menjual, menawarkan, dan menyerahkan.
2. objeknya : benda makanan, benda minuman dan benda obat-obatan
3. benda-benda itu dipalsu.
4. menyembunyikan tentang palsunya benda-benda itu.
b. Unsur-unsur subjektif:
Penjual yang mencampur tersebut
mengetahui bahwa benda-benda itu dipalsunya. Dalam hal ini penjual tidak
dikenai hukuman apabila ia mengutarakan bahwa benda yang dipalsukan tersebut
diberitahukan terhadap pembeli dan pembeli membeli barang tersebut berdasarkan
kemauannya.
Adapun perbedaan antara pasal 383 dan 386 adalah:
1. kejahatan dalam pasal 386
adalah khusus hanya mengenai barang berupa: bahan makanan dan minuman atau
obat-obatan, sedang dalam pasal 383 mengenai semua barang.
2. pasal 386 mengatakan tentang
“menjual, menawarkan atau menyerahkan” barang (belum sampai menyerahkan barang
itu sudah dapat dihukum), sedangkan pasal 383 mengatakan “menyerahkan”, (supaya
dapat dihukum barang itu harus sudah diserahkan).
Selain itu, juga melanggar pasal
8 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang salah satu
poinnya berbunyi: “Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang, rusak,
cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan
benar atas barang dimaksud. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan
farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa
rnemberikan informasi secara lengkap dan benar.”
Juga melanggar pasal 11
Undang-Undang yang sama, yang berbunyi: “Pelaku usaha dalam hal penjualan yang
dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan
konsumen dengan:
menyatakan barang dan/atau jasa
tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu; menyatakan barang
dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi; tidak
berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk
menjual barang lain; tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau
jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain; tidak menyediakan
jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual
jasa yang lain; menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum
melakukan obral.