Pendapat Para Ulama Tentang Hukum Musik
Sunday, 22 February 2015
SUDUT HUKUM | Musik dan nyanyian merupakan masalah yang
pernah dipersoalkan hukumnya di kalangan ulama, ada ulama yang mengharamkan dan
ada yang memperbolehkannya orang Islam mempelajari, memainkan dan mendengarkan
musik dan nyanyian.
1. Pendapat yang mengharamkan
Diantara para ulama yang mengharamkan antara lain:
1. Imam Abu Hanifah dan para sahabatnya, mereka
adalah orang-orang yang paling keras pendapatnya tentang nyanyian dan musik
ini. Pendapat yang paling ringan di kalangan mereka mengatakan bahwa perbuatan
tersebut termasuk dosa dan kemaksiatan. Itulah pendapat yang disepakati oleh
seluruh penduduk kota tempat tinggal Abu Hanifah, semoga Allah SWT mensucikan
roh beliau. Juga tak ada perbedaan pendapat tentang hal ini antara Sufyan ats
Tsauri, Hammad bin Abi Sulaiman, ass Sya’bi dan Ibrahim. Para ulama penduduk kota Basrah pun sepakat akan
terlarangnya nyanyian dan musik.
2. Dalam kitabnya yang berjudul Adab al
Qadha, Imam Syafi’i berkata:
”Sesungguhnya nyanyian dan musik itu adalah suatu perbuatan yang sia-sia, makruh (dibenci) dan menyerupai kebhatilan. Barang siapa yang gemar terhadap hal tersebut maka dia termasuk orang bodoh yang tertolak kesaksiannya.
3. Para ahli tafsir seperti Ibnu Abbas,
Abdullah bin Mas’ud, Mujahid dan Ikrimah serta yang lainnya mengartikan kata Lahwul Hadits dengan Ghina (nyanyian) dalam Al
Qur’an:
Artinya: ”Dan diantara manusia ada orang-orang yang membeli nyanyian guna menyesatkan manusia dari jalan Allah SWT tanpa pengetahuan dan (menjadikan jalan Allah SWT itu) olok-olokan, mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan”. (QS. Luqman: 6)
Diartikan demikian karena nyanyian itu
melalaikan dari mengingat Allah SWT, termasuk dalam hal ini adalah semua orang yang lebih memilih perbuatan sia-sia,
nyanyian, peralatan tiup (seruling, organ dan yang sejenisnya), atau lebih memilih alat-alat musik daripada Al Qur’an. Allah SWT juga
berfirman:
Artinya: ”Dan hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan suaramu…”. (Al Isra’ :64)
Mujahid berkata: ”Maksudnya adalah nyanyian dan
suara seruling atau musik”, kemudian dalam
surat An Najm: 59-61
Artinya: ”Apakah terhadap firman Allah ini kalian semua merasa heran terhadap pemberitaan ini. Dan semua menertawakannya dan tak menangis? Dan bahkan kalian (malah) bernyanyi-nyanyi”. (An Najm:59-61)
Ibnu Abbas mengartikan Saamiduun dengan ghina (nyanyian), di dalam sunnah diriwayatkan
dari Abi Amir atau Abi Malik al Asy’ari dia berkata bahwa Rosululloh bersabda:
Artinya: ”Sesungguhnya akan ada di antara umatku suatu kaum yang menghalalkan zina dan sutera, minuman keras dan musik”. (hadits Shahih Riwayat Bukhori)
4. Qadhi Abu Thayyib Thahir ibn Abdullah ath
Thabari berkata: ”Para ulama Mesir telah berijma bahwa nyanyian dan musik adalah suatu perbuatan yang dibenci dan terlarang.
Mereka mensifatinya sebagai suatu aib dan menganggapnya memiliki pengaruh buruk
terhadap hati manusia”.
2. Pendapat Yang Membolehkan
Berkaitan dengan mendengarkan nyanyian dan
musik, ada beberapa ulama yang berpendapat tentang bolehnya bermain musik:
1. Ibnu Arabi dalam kitabnya Ahkamul Qur’an
menerangkan posisi seni musik dalam Islam di antaranya: ”Tidak terdapat satu
dalilpun di dalam Al Qur’an maupun Sunnah Rosul yang mengharamkan nyanyian.
Bahkan hadits shahih banyak yang menunjukan kebolehan nyanyian itu. Setiap
hadits yang diriwayatkan maupun ayat yang dipergunakan untuk menunjukan
keharamannya maka ia adalah bathil dari segi sanad, bathil juga dari segi i’tiqod,
baik ia bertolak dari nash maupun dari satu pentakwilan.
2. Ibnu Hazm dalam kitabnya al Muhalla memberikan
komentarnya mengenai seni musik di antaranya adalah
sebagai berikut: ”Jika belum ada perincian dari Allah SWT maupun Rosulnya tentang haramnya sesuatu yang kita bincangkan di
sini (dalam hal ini adalah nyanyian dan menggunakan alat-alat musik) maka telah terbukti bahwa ia adalah halal atau boleh secara
mutlak”.
3. Imam al Ghozali dalam sebagian naskah
fiqihnya menulis persetujuan atas halalnya lagu dan musik dan Imam al Ghozali menyebutkan tidak ada satu dalil yang
menyebutkan pengharaman lagu dan musik secara mutlak, baik itu nash ataupun qiyas.
Kalau ada qiyas, namun dibantah dengan ayat Al Qur’an yang menyatakan bahwa
Allah SWT tidak mengharamkan hal-hal yang baik.
4. Imam asy Syaukani dalam kitabnya Nail al
Autar menukil pendapat al Fakahani mengatakan: ”Menurut pengetahuan saya tidak ada dalam kitab Allah SWT dan sunnah Rasul
secara sharih (terang dan jelas) yang mengharamkan zat permainan itu sendiri dan
alat-alatnya. Hanya ada sekedar kata-kata umum yang
diusahakan orang untuk mengambil dalil dari padanya”.