Hak Cipta Sebagai Obyek Dalam Pewarisan
Sunday, 14 June 2015
A.
Pengertian Hak Cipta
Hak Cipta merupakan hasil atau penemuan yang merupakan kreativitas
manusia di bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Masalah hak cipta adalah
masalah yang sangat luas, karena tidak saja menyangkut hak-hak individu yang
berada dalam lingkungan nasional, namun sudah merupakan masalah yang sudah
menyebar dalam lingkungan internasional. Salah satu perkembangan dalam dunia
perekonomian dewasa ini adalah munculnya hak cipta.
Menurut Undang-undang Republik Indonesia No.19 tahun 2002 tentang
Hak Cipta yaitu bahwa Hak Cipta adalah suatu hak eksklusif[1]
bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya
atau memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.[2]
Pencipta adalah
seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya
melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan,
ketrampilan, atau keahlian yang di tuangkan ke dalam bentuk yang khas dan
bersifat pribadi. Selain itu Ciptaan adalah hasil karya pencipta yang
menunjukkan keaslian dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.[3]
Hak Cipta juga berkaitan dengan hak milik yang lain, hak pencipta untuk
mencegah orang lain untuk membuat salinan dari karya ciptanya tanpa izin tidak
banyak bedanya dari hak seorang pemilik rumah melarang orang memasuki halaman
rumahnya tanpa izin.[4]
Hak Cipta pada
dasarnya adalah karya intelektualitas manusia yang timbul akibat dari tindakan
kreatif manusia yang dilahirkan sebagai perwujudan dari rasa, karsa, dan cipta,
yang menghasilkan karya-karya inovatif yang dapat diterapkan dalam kehidupan
manusia. Kata intelektual menunjukkan suatu ciri khas, hak cipta tidak ada sangkut-pautnya
dengan melindungi hak milik atas benda seperti, misalnya sebidang tanah atau sepotong
kaki kambing. Hak cipta melindungi hasil-hasil kecerdasan, pikiran, dan
ungkapan renungan manusia yang mungkin menjelma pada suatu karya, bisa berupa
buku atau lagu bahkan sebuah film.[5]
Hak cipta
merupakan salah satu dari bagian dari pada Hak Milik Intelektual (HMI) atau Hak
Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) karena di dalam aspek hukum bisnis,
yang perlu mendapat perhatian adalah apa yang dinamakan dengan Hak Milik
Intelektual (HMI) berkaitan erat dengan aspek hukum lainnya seperti aspek
teknologi maupun aspek
ekonomi.[6]
B.
Hak Cipta Dalam Hukum di Indonesia dan Hukum Islam
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangatlah sederhana
misalnya hanya menyangkut mengenai tuntutan supaya dapat dikuasainya
dan dipergunakannya atas apa yang ditemukannya.
Permasalahan semakin universal setelah terjadinya Revolusi Industri
di Inggris
dan Revolusi politik di Perancis, kedua Revolusi tersebut sangatlah memberi
dampak yang sangat luar biasa terhadap perkembangan Hak Milik
Intelektual manusia. Perkembangan lain yang memberi warna sejarah adalah
lahirnya konvensi mengenai Hak Milik Intelektual pada abad ke-19, yaitu
Konvensi Hak Milik Perindustrian dan Konvensi Hak Cipta.
Di Indonesia
pengakuan dan perlindungan terhadap kekayaan intelektual telah dilakukan sejak
dahulu, sebagai Negara bekas jajahan Belanda maka sejarah hukum tentang Hak
Milik Intelektual (HAMI) di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sejarah hukum
serupa di Belanda pada masa itu. Karena hampir seluruh peraturan yang berlaku
di Belanda saat itu juga diberlakukan di Indonesia (Hindia Belanda).
Undang-Undang Hak
Cipta (UUHC) yang pertama berlaku di Indonesia adalah UUHC tanggal 23 September
1912 yang berasal dari Belanda yang di amandemen oleh pemerintah Republik
Indonesia dengan mengeluarkan Undang-Undang No 6 tahun 1982 yang mendapat penyempurnaan
pada tahun 1987. Selanjutnya tahun 1992 pemerintah mengeluarkan
Undang-Undang Hak Milik (UUHM) dan disempurnakan lagi dalam
Undang-Undang Hak Cipta No 19 Tahun 2002. Dengan demikian Hak Cipta di akui dan
mempunyai perlindungan hukum yang sah dan pelanggaranya dapat di tuntut dengan
hukuman penjara maksimal 7 tahun penjara atau denda maksimal sebesar Rp 5.000.000.000,00.[7]
Undang-Undang Hak Cipta di Indonesia mencerminkan suatu keseimbangan
antara kepentingan individu dengan kepentingan umum, dan ini memang hal yang
sangat esensial dalam masyarakat kita di mana asas musyawarah untuk mufakat
akan menjadi tata krama kita sepanjang masa.
Meninjau masalah
Hak Cipta dalam tinjauan Islam penulis akan memulainya dengan membahas
pandangan Islam terhadap hak itu sendiri. Hak (al-haqq) secara etimologi
berarti milik, ketetapan. Kepastian. Menurut terminologi ada beberapa
pengertian mengenai hak yang dikemukakan ulama fiqh. Sebagian ulama mutaakhkhirin
(generasi belakangan) hak adalah suatu hukum yang telah ditetapkan secara
syara.
Syeih al-khafifi
(ahli fiqh Mesir) mengartikan sebagai kemaslahatan yang di peroleh secara
syara. Mustafa Ahmad az-zahra (ahli fiqh yordania asal suriah) mendefinisikan
sebagai sesuatu kekhususan yang padanya ditetapkan syara suatu kekuasaan. Lebih
singkat lagi Ibnu Nujaim (w. 970 H/1563 M) ahli fiqh madzab Hanafi mendefinisikan
sebagai suatu kekhususan yang terlindungi.[10]
Teungku Muhammad
Hasbi ash-Shiddieqy membagi pengertian hak kepada dua bagian, yaitu pengertian
secara khusus dan umum. Hak secara khusus didefinisikan sebagai, Sekumpulan
kaidah dan nash yang mengatur dasar-dasar yang harus ditaati dalam hubungan
sesama manusia, baik mengenai individu (orang), maupun mengenai harta.[11]
Apabila melihat
khazanah fiqh Islam, ditemui beberapa teori tentang harta. Harta (al-Mal) asal
kata mala (condong atau berpaling dari tengah kesalah satu sisi),
dimaknai sebagai, segala sesuatu yang menyenangkan manusia dan mereka pelihara.
Baik dalam bentuk materi maupun dalam bentuk manfaat”. Ulama Madzhab Hanafi
mendefinisikan
harta dengan;
“Segala sesuatu yang digandrungi manusia dan dapat dihadirkan ketika dibutuhkan”, atau segala sesuatu yang dapat dimiliki, disimpan, dan dimanfaatkan. Jumhur Ulama mendefinisikan harta sebagai “segala sesuatu yang mempunyai nilai, dan dikenakan ganti rugi bagi orang yang merusak atau melenyapkannya”.[12]
Hasil karya cipta
atau hak cipta adalah pekerjaan dan merupakan harta yang bisa dimiliki baik
oleh individu maupun kelompok secara sah oleh pemiliknya dan mempunyai hak
penuh atas hartanya tersebut. Hal ini dikarenakan hak cipta lahir dari hasil
kerja keras yang dilakukan pencipta dalam mewujudkan ciptaaanya, kemudian
cangkupan harta dalam Islam tidak terbatas pada yang berbentuk materi, tetapi
juga manfaat dari suatu benda tersebut.
Dalam
Undang-Undang Hak Cipta pasal 3 disebutkan bahwa hak cipta dianggap sebagai
benda yang bergerak dan dapat beralih atau dialihkan baik seluruh atau sebagian
dengan cara pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, dan sebab-sebab yang
lain dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Dengan demikian maka hak
cipta termasuk harta yang dimiliki oleh seseorang secara sah.
C.
Kedudukan Hak Cipta Dalam Hukum Islam
Selain itu penulis juga akan memaparkan sedikit tentang hak milik dalam
islam. Dapat dipahami pula bahwa hak milik dalam Islam bukan saja dilihat dari
satu segi saja, tetapi ada berbagai macam. Kepemilikan dari suatu benda atau
barang. Adapun macam-macam kepemilikan dilihat dari berbagai aspeknya yaitu:
a. Milk Al-ain.
Disebut juga milk
raqabah ialah benda itu sendiri yaitu benda yang bergerak dan dapat
dipindahkan maupun benda tidak bergerak.
b. Milk Al-manfa’at.
Milk al-manfa’at ialah memiliki manfaatnya saja seperti membawa kitab, mendiami
rumah orang lain dengan status kontrak dan yang lain-lainya.
c. Milk Al-dain
Milk Al-dain seperti sejumlah uang yang di hutangkan kepada seseorang, seperti
harga benda yang dirusakkan.[13]
Dapat di pahami
pula bahwa macam-macam Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) milik milk
al-ain dan milk al-manfaat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:
- Al Milk al-Tammah yaitu benda dan manfaatnya dan pemilik mempunyai kebebasan menggunakan memungut hasil dan tindakantindakan terhadap benda-benda miliknya sesuai keinginannya selama tidak bertentangan dengan syara’.
- Al Milk al-Na’qis, yaitu memiliki benda tanpa manfaatnya, atau memanfaatkannya saja. Milik ini berupa penguasaan terhadap zat barangnya saja disebut milik roqabah. Sedangkan milik na’qis yang berupa penguasaan terhadap manfaat barang yang disebut milik manfaat atau milik intifa’, yaitu mengambil manfaat atau hak guna.
Permasalahan yang
timbul sekarang ini munculnya suatu fenomena di masyarakat bagaimana jika Hak
Cipta di jadikan sebagai harta warisan yang antara pewaris dan ahli waris
saling mewarisi. Hak cipta dalam hukum Islam
termasuk tirkah atau harta peninggalan. Menurut Kompilasi Hukum Islam
Warisan atau harta peninggalan yaitu harta yang ditinggalkan oleh pewaris, baik
yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.
Bagi Jumhur Ulama
harta tidak hanya bersifat materi, tetapi juga termasuk manfaat dari suatu
benda. Hal ini berbeda dengan Ulama Mażhab Hanafi yang berpendapat bahwa
pengertian harta hanya bersifat materi, sedangkan manfaat termasuk kedalam
pengertian milik. Oleh karena itu, ulama mażhab Hanafi berpendirian bahwa hak
dan manfaat tidak bisa diwariskan, karena hak waris-mewariskan hanya berlaku
dalam persoalan materi, sedangkan hak dan mafaat menurut mereka bukan harta.[14]
Dalam
Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 dijelaskan bahwa Hak Cipta dianggap
sebagi benda bergerak, Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruh
atau sebagian disebabkan karena adanya sebab diantaranya yaitu, adanya
pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain yang
dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.[*Suluh Hening
Ariyadi]
[1]
Eksklusif
adalah sesuatu yang terpisah dari yang
lain atau khusus, lihat Sulchan Yasyin, Kamus Lengkap
Bahasa Indonesia, Surabaya: Amanah, 1997, hlm. 135
[2]
Achmad Fauzan, Perlindungan
Hukum Hak Kekayaan Intelektual,
Bandung: Yrama Widya,2004, hlm.228
[3]
ibid
[4]
Paul Goldstein, Hak Cipta Dahulu,
Kini Dan Esok, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997,
hlm, 10
[5]
ibid
[6]
Undang-Undang
RI No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta Beserta
Penjelasanya, Bandung: Citra Umbara, 2003, hlm, 69
[7]
Syrfrinaldi, hukum Tentang
Perlindungan Hak Milik Intelektual dalam Menghadapi Era
Global, Cet. 1, Riau: UIR Press, 2001, hlm. 1
[8]
Endang Purwaningsih, Perkembangan
Hukum Intelektual Property Rights, Bogor: Ghalia
Indonesia, 2005, hlm, 1.
[9]
Pernyataan itu dapat di lihat dalam
kata pengantar di dalam buku Hak Cipta: Dahulu, Kini,
Dan Esok hlm, X
[10]
Ensiklopedi
Hukum Islam, Cet. 3, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1994, hlm. 486
[11]
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Pengantar
Fiqh Muamalah, Cet.Semarang: Pustaka Rizki Putera, 2001, hlm. 120
[12]
www. Hak Cipta Dalam Prespektif Islam.com/cetak/27/10/2007
[13]
Zuhri Hamid, Pokok-Pokok Hukum
Kekayaan Dalam Hukum Fiqih Islam, Yogyakarta, IAIN
Sunan Kali Jaga, 1999, hlm. 47.
[14]
www. Hak Cipta Dalam Prespektif Islam.com/cetak/27/10/2007