Unsur-Unsur jarimah
Tuesday, 16 June 2015
Sudut
Hukum | Telah disebutkan di atas bahwa, jarimah itu
merupakan laranganlarangan syara’ yang diancamkan dengan hukuman hadd atau
ta'zir. Dengan menyebutkan kata-kata syara' dimaksudkan bahwa
laranganlarangan harus datang dari ketentuan-ketentuan (nash-nash) syara'. Dan berbuat
atau tidak berbuat baru dianggap sebagai jarimah apabila diancamkan
hukuman kepadanya.
Karena
perintah-perintah dan larangan-larangan tersebut datang dari syara', maka perintah-perintah
dan larangan-larangan tersebut hanya
ditujukan
kepada orang-orang yang berakal sehat dan dapat memahami pembebanan (taklif) dan
orangnya disebut mukallaf,[1]
sebab pembebanan itu
artinya panggilan, dan orang yang tidak dapat memahami seperti hewan dan benda-benda mati tidak
mungkin menjadi obyek panggilan tersebut.
Dari
uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa unsur-unsur jarimah secara
umum yang harus dipenuhi dalam menetapkan suatu perbuatan jarimah yaitu:
a. Unsur
formil (rukun syar'i) yakni adanya nash yang melarang perbuatan dan
mengancam hukuman terhadapnya.
b. Unsur
materiil (rukun maddi) yakni adanya tingkah laku yang membentuk jarimah,
baik berupa perbuatan-perbuatan nyata ataupun sikap tidak berbuat.
c. Unsur
moril (rukun adabi) yakni pembuat, adalah seorang mukallaf (orang yang
dapat dimintai pertanggung jawaban terhadap jarimah yang diperbuatnya).
Ketiga
unsur tersebut di atas haruslah terdapat pada suatu perbuatan untuk digolongkan
kepada jarimah. Disamping unsur umum, pada tiap-tiap jarimah juga
terdapat unsur-unsur khusus untuk dapat dikenakan hukuman seperti, unsur
pengambilan dengan diam-diam bagi jarimah pencurian. Misalnya suatu
perbuatan dikatakan pencurian manakala barang yang diambil berupa harta,
pengambilannya secara diamdiam, dan barang tersebut dikeluarkan dari tempat
simpanannya. Jika tidak memenuhi ketentuan tersebut seperti barang tidak berada
dalam tempat yang tidak pantas, nilainya kurang dari ¼ (seperempat) dinar, atau
dilakukan secara terang-terangan. Meskipun memenuhi unsur-unsur umum, bukanlah
dikenakan pencurian yang dikenakan hukuman potong tangan seperti dalam
ketentuan nash Al-Qur'an. Pelakunya hanya terkena hukuman
ta'zir yang ditetapkan oleh penguasa.
[1]
Mukallaf ialah
seorang muslim yang telah akil baligh (dewasa). Dalam Ushul Fiqih mukallaf
disebut juga al-mahkum 'alaihi (subyek hukum) yaitu orang yang telah
dianggap mampu bertindak hukum, baik yang berhubungan dengan perintah Allah SWT
maupun dengan larangan- Nya. Lihat Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, Ted,
Noer Iskandar, Kaidah-kaidah Hukum Islam ( Ilmu Ushul Fiqih), Ed. 1,
Jakarta: PT. Raja Grafindo, Cet-7, 2000, hlm.3