Ruang Lingkup Ilmu Ushul Fiqih
Saturday, 15 August 2015
Sudut Hukum | Ruang lingkup pembahasan Ilmu Ushul Fiqih sebenarnya cukup luas, mulai dari sumber-sumber hukum fiqih hingga proses bagaimana kesimpulan hukum itu diambil, lewat beragam metode yang ada.
Secara garis besar, bidang kajian di dalam ilmu ushul fiqih terbagi menjadi dua, yaitu kajian tentang dalil dan tentang hukum. Kajian tentang dalil terbagi menjadi dua macam, yaitu dalil hukum syariah dan dalil lafadz. Dan kajian tentang hukum juga terbagi menjadi dua, yaitu hukum-hukum taklifi dan hukum wadh’i.
1. Dalil-dalil Hukum Syariah
Dalil-dalil hukum syariah adalah dalil-dalil yang digunakan untuk mengambil kesimpulan hukum. Oleh para ulama, dalil-dalil yang bisa digunakan untuk mengambil kesimpulan ini dibagi menjadi dua, berdasarkan kekuatannya. Pertama dalil yang telah disepakati oleh para ulama. Kedua, adalah dalil yang tidak disepakati oleh mereka.
a. Dalil Yang Muttafaq
Yang dimaksudkan ke dalam dalil yang muktamad adalah dalil yang disepakati kemutlakannya oleh para ulama, yaitu mencakup
Keempat dalil yang disepakati ini akan kita bahas nanti dalm bab-bab tersendiri, khususnya pada bagian kedua dari buku ini.
b. Dalil Yang Mukhtalaf
Dalil-dalil hukum syariah yang mukhtalaf adalah dalil-dalil yang tidak diterima secara bulat oleh para ulama untuk dijadikan sumber atau metode dalam menarik kesimpulan hukum. Maksudnya sebagian ulama menggunakan dalil-dalil itu dalam proses pengambilan hukum, namun sebagian yang lain tidak memakainya.
Di antara dalil yang masih mukhtalaf antara lain :
- Al-Masalih Al-Mursalah
- Al-Istidlal
- Al-Istish-hab
- Saddu Adz-Dzari’ah
- Al-Istihsan
- Al-'Urf
- Syar'u Man Qablana
- Amalu Ahlil Madinah
- Qaul Shahabi.
Pada bagian kedua dari buku ini, masing-masing dalil itu juga akan kita bahas secara lebih rinci dan detail, berikut dengan contoh-contohnya.
2. Dalil-dalil Lafadz
Selain mengkaji dalil-dalil hukum, ilmu Ushul Fiqih juga membahas tentang dalil-dalil lafadz. Dalil lafadz terbagi menjadi empat bagian utama, yaitu al-amru wa an-nahyu, al-‘aam wa al-khash, al-muthlaq wa al-muqayyad dan a-manthuq wa al-mafhum.
3. Hukum Taklifi
Ilmu Ushul Fiqih juga membahas masalah hukum, yang secara umum terbagi menjadi dua macam, yaitu hukum taklifi dan hukum wadh’i.
Hukum taklifi, yaitu hukum yang terkait dengan beban syariat yang dipikulkan di pundak tiap mukallaf. Hukum taklifi ini oleh para ulama disebut terdiri dari lima jenis, yaitu wajib, mandub atau sunnah, mubah, makruh dan haram.
a. Wajib
Wajib adalah hukum yang berlaku pada suatu masalah, dimana orang yang melakukannya akan mendapat pahala, dan orang yang meninggalkannya akan mendapat dosa.
Contohnya adalah shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, menunaikan zakat bagi orang yang sudah memenuhi syarat wajib, dan sebagainya.
b. Sunnah atau Mandub
Sunnah atau mandub adalah hukum yang berlaku pada suatu masalah, dimana orang yang melakukannya akan mendapat pahala, dan tetapi orang yang meninggalkannya tidak akan mendapat dosa.
Contohnya adalah mengerjakan shalat tahajjud, dhuha, tahiyatul masjid, qabilyah dan ba’dyah. Atau mengerjakan puasa tiap hari Senin dan Kamis, puasa tiga hari tiap bulan, dan juga puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah.
c. Mubah
Mubah adalah hukum yang berlaku pada suatu masalah, dimana orang yang melakukannya atau tidak melakukannya, tidak akan mendapat pahala atau dosa.
Contohnya adalah makan dan minum yang halal, bermuamalah yang halal, dan segala bentuk aktifitas kehidupan yang tidak ada perintahnya tapi juga tidak ada larangannya.
d. Makruh
Makruh adalah hukum yang berlaku pada suatu masalah, dimana orang yang melakukannya tidak mendapat dosa, dan orang yang meninggalkannya akan mendapat pahala.
Contohnya adalah melakukan perceraian atas ikatan suami istri.
e. Haram
Haram adalah hukum yang berlaku pada suatu masalah, dimana orang yang melakukannya akan mendapat dosa, dan orang yang meninggalkannya akan mendapat pahala.
Contohnya adalah minum khamar, makan uang riba, korupsi, melakuan suap, berzina, berjudi, menyembah berhala dan lainnya.
4. Hukum Wadh’i
Sedangkan hukum wadh’i adalah khitab syari’ atau ketentuan Allah yang terkait dengan sebab, syarat dan menghalang.
a. Sebab
Contoh dari sebab adalah : datangnya bulan Ramadhan sebagai sebab wajibnya puasa. Dan tergelincirnya (zawal) matahari sebagai sebab wajibnya shalat Dzhuur. Atau adanya hubungan kekerabatan sebagai sebab hubungan waris.
b. Syarat
Contoh dari syarat adalah : usia baligh menjadi syarat berakhirnya kekuasaan wali dan cakap adalah syarat bolehnya melakukan beberapa transaksi.
c. Penghalang
Contoh penghalang dalam hukum misanya status bapak adalah penghalang diberlakukannya hukum qishash baginya jika dia membunuh anaknya dengan sengaja.
Keadaan seseorang yang gila menjadi penghalang dari diberlakukannya hukuman atas pelaku pembunuhan.
Status penerima wasiat sebagai ahli waris adalah penghalang baginya menerima wasiat.[]