Tujuan Perkawinan Menurut Islam, UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI
Saturday, 5 September 2015
Sudut Hukum | Tujuan Perkawinan Menurut Islam, UU No. 1 Tahun 1974 dan KHI
Perkawinan dianjurkan dan diatur dalam
islam karena ia memiliki tujuan yang mulia. Secara umum, Perkawinan antara pria
dan wanita dimaksudkan sebagai upaya memelihara kehormatan diri (hifzh al ‘irdh)
agar mereka tidak terjerumus ke dalam perbuatan terlarang, memelihara kelangsungan
kehidupan manusia/keturunan (hifzh an nasl) yang sehat mendirikan
kehidupan rumah tangga yang dipenuhi kasih sayang antara suami dan isteri serta
saling membantu antara keduanya untuk kemashlahatan bersama.[1]
Menurut Imam al Ghazali, tujuan
perkawinan antara lain :
- Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.
- Memenuhi hajat manusia menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya.
- Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan.
- Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung-jawab menjalankan kewajiban dan menerima hak, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang kekal.
- Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas dasar cinta dan kasih sayang.[2]
Tujuan perkawinan menurut Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 1 adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sedangkan tujuan perkawinan menurut
Kompilasi Hukum Islam adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang
sakinah, mawaddah dan rahmah.
[1] Hussein Muhammad, Fiqh Perempuan (Refleksi
Kiai atas Wacana Agama dan Gender), Yogyakarta : LKiS, 2007, hlm. 101
[2] Abi Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazaly, Ihya’
Ulumuddin, Beirut : Dar al Fikr, tt, hlm. 27-36