Asas Hukum Perkawinan
Monday, 21 March 2016
Sudut Hukum | Asas hukum
merupakan sebuah aturan dasar atau merupakan prinsip hukum yang masih bersifat
konkret. Dapat pula dikatakan bahwa asas hukum merupakan dasar yang
melatarbelakangi suatu peraturan yang bersifat kongkrit dan bagaimana hukum itu
dapat dilaksanakan.
Menurut Theo
Huijbers, asas hukum adalah prinsip-prinsip yang dianggap dasar atau fundamen
hukum. Asas-asas itu dapat disebut juga pengertian- pengertian
dan nilai-nilai yang menjadi titik tolak juga bagi pembentukan undang-undang
dan interpretasi undang-undang tersebut (asas hukum berbeda dengan asal atau
sumber hukum).[1]
Asas
hukum merupakan sesuatu yang sangat mendasar dalam hukum yang harus dipedomani.
Peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan asas hukum.
Demikian pula dengan implementasi atau pelaksanaan hukum dalam kehidupan
sehari-hari serta segala putusan hakim harus senantiasa mengacu pada asas hukum
tidak boleh bertentangan dengannya.
Image: blogs.clicks.my.id |
Asas-asas
atau prinsip-prinsip yang terkandung dalam Undang-undang Perkawinan Nasional
Indonesia menurut M. Yahya Harahap sebagai berikut :
a.
Menampung segala
kenyataan-kenyataan yang hidup dalam masyarakat bangsa Indonesia dewasa ini.
Undang-undang Perkawinan ini menampung di dalamnya segala unsur-unsur ketentuan
Hukum Agama dan kepercayaan masing-masing anggota masyarakat yang bersangkutan.
b.
Juga asas hukum perkawinan ini
sedemikian rupa telah disesuaikan dengan tuntutan perkembangan zaman dalam hal
ini dimaksud memenuhi aspirasi emansipasi kaum wanita Indonesia di samping perkembangan
sosial ekonomis dan teknologi yang telah membawa implikasi mobilitas sosial di
segala lapangan hidup dan pemikiran.
c.
Tujuan perkawinan adalah
membentuk keluarga bahagia yang kekal
1)
Suami isteri saling bantu
membantu serta saling lengkap melengkapi.
2)
Masing-masing dapat
mengembangkan kepribadiannya dan untuk pengembangan kepribadian itu suami
isteri harus saling bantu membantu.
3)
Dan tujuan akhir yang dikejar
oleh keluarga bangsa Indonesia ialah keluarga bahagia yang sejahtera spiritual
dan material.
d.
Prinsip yang ke-3 yang menjadi
asas undang-undang ini sekaligus menyangkut
2)
Juga menurut asas agar setiap
perkawinan merupakan tindakan yang harus memenuhi administratif pemerintahan
dengan jalan pencatatan pada catatan yang ditentukan undang-undang artinya
sebagai akta resmi yang termuat dalam daftar catatan resmi pemerintah.
e.
Undang-undang Perkawinan ini
menganut asas monogami, akan tetapi sekalipun dimaksud menganut prinsip ini
sama sekali tidak menutup kemungkinan untuk poligami jika agama yang
bersangkutan mengizinkan itu, tetapi harus melalui beberapa ketentuan sebagai persyaratan-persyaratan
yang diatur undang-undang ini.
f.
Prinsip bahwa perkawinan dan
pembentukan keluarga dilakukan oleh pribadi-pribadi yang telah matang jiwa dan
raganya. Hal ini memang dapat dilihat manfaatnya menengok kebiasaan yang banyak
membawa kesedihan dalam rumah tangga yaitu perkawinan yang dilakukan dalam
kehidupan masyarakat yang terdiri dari pribadi yang masih muda
1)
Asas ini bertujuan menghapus
kebiasaan anak-anak atau perkawinan dalam usia yang sangat muda yang belum
matang memegang tanggung jawab sebagai suami isteri. Sehingga sering tetap
menjadi beban orang tua yang berakibat ketidakmampuan untuk berdiri sendiri.
2)
Untuk menjaga pertumbuhan
populasi yang menjadi masalah nasional.
3)
Memperkecil jumlah perceraian
dan mempersukar perceraian.
g.
Kedudukan suami isteri dalam
kehidupan keluarga adalah seimbang baik dalam kehidupan rumah tangga maupun
dalam pergaulan masyarakat. Pokok prinsip ini dapat dirinci :
1)
Dalam kehidupan rumah tangga
suami isteri sederajat, dan segala sesuatu harus dirundingkan bersama
2)
Isteri berhak mencapai
kedudukan sosial di luar lingkungan rumah tangga dan suami tidak dapat melarang
hal tersebut
3)
Lebih jauh kalau diperhatikan
asas yang disebut pada poin g tersirat suatu penjurusan yang lambat laun akan
menuju tendensi sistem kekeluargaan yang bilateral atau parental.
Selain
alenia tersebut di atas, Sudarsono juga memberikan penjelasan mengenai
asas-asas yang tercantum dalam UUP secara sederhana yaitu :
a.
Tujuan perkawinan adalah
membentuk keluarga yang bahagia dan kekal untuk itu suami isteri perlu saling
membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya
membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil (Pasal 1 UUP).
b.
Dalam undang-undang dinyatakan
bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan disamping itu tiap-tiap
perkawinan harus dicatat menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku
(Pasal 2 UUP)
c.
Undang-undang ini menganut
asas monogami. Hanya apabila dikehendaki oleh yang bersangkutan, karenan hukum
dan agama dari yang bersangkutan mengizinkannya, seorang suami dapat beristeri
lebih dari seorang (Pasal 3 UUP).
d.
Undang-undang ini menganut
prinsip bahwa calon suami-isteri harus telah masak jiwa raganya untuk dapat
melangsungkan perkawinan, agar supaya dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara
baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat.
Untuk itu dicegah adanya perkawinan antara calon suami isteri yang masih
dibawah umur (Pasal 7 UUP).
e.
Karena tujuan perkawinan
adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera, maka
undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersukar terjadinya perceraian.
Untuk memungkinkan perceraian, ada harus ada alasan-alasan tertentu sesuai dengan
pasal 19 PP Undnga-undang Perkawinan Nomor 19 Tahun 1975 serta harus dilakukan
didepan pengadilan.
f.
Hak dan kedudukan isteri
seimbang dengan hak dan kedudukan suami baik dalam kehidupan rumah tangga
maupun dalam pergaulan masyarakat sehingga dengan demikian segala sesuatu dalam
keluarga dapat dirundingkan dan diputuskan bersama oleh suami isteri (Pasal 31
UUP).[2]
Untuk
menjamin kepastian hukum, maka perkawinan berikut segala sesuatu yang
berhubungan dengan perkawinan yang terjadi sebelum undang-undang ini berlaku
yang dijalankan menurut hukum yang telah ada adalah sah. Demikian pula mengenai
sesuatu hal undang-undang ini tidak mengatur dengan sendirinya ketentuan yang
ada.[3]
Dari
uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa asas hukum perkawinan merupakan
prinsip-prinsip dasar yang dijadikan tumpuan untuk membentuk suatu aturan hukumperkawinan yang bersifat konkrit. Prinsip yang terkandung dalam UUP mencakup
syarat sah perkawinan, tujuan dari perkawinan, asas monogami terbuka
(dibolehkan poligami bila ketentuan agama yang bersangkutan mengizinkannya),
ditentukannya usia perkawinan bagi calon suami isteri dengan mempertimbangkan
faktor psikologis, perceraian yang dipersulit dan hak kewajiban suami isteri.
[1] Theo
Huijbers, Filsafat Hukum, (Kanisius, Yogyakarta, 1995), h. 81.
[2]
Sudarsono, Hukum Perkawinan Nasional, (Rineka
Cipta, Jakarta, 2010), h. 6.
[3] Theo
Huijbers, Filsafat hukum..., h. 9.