Persangkaan Sebagai Alat Bukti
Sunday, 20 March 2016
Sudut Hukum | Pada hakekatnya yang dimaksud dengan persangkaan tidak lain adalah alat bukti yang bersifat tidak langsung. Misalnya saja pembuktian dari ketidak hadiran seseorang pada suatu waktu di tempat tertentu, dengan membuktikan kehadirannya pada waktu yang sama di tempat lain. Dengan demikian maka setiap alat bukti dapat menjadi persangkaan.
(Baca Juga: Sumpah Sebagai Alat Bukti)
Bahkan hakim dapat menggunakan peristiwa prosesuil maupun peristiwa notoir sebagai persangkaan. Menurut Pasal 1915 BW, persangkaan adalah “kesimpulan yang oleh undang-undang atau hakim ditarik dari suatu peristiwa lain yang belum terang nyata kearah peristiwa lain yang belum terang kenyataannya, yaitu yang didasarkan atas undangundang (praesumptiones juris) dan yang merupakan
kesimpulan-kesimpulan yang ditarik oleh hakim (pboleh raesumptiones facti).
Persangkaan itu boleh diperhatikan sebagai alat bukti, yaitu bahwa persangkaan saja tidak disandarkan pada ketentuan undang-undang hanya boleh diperhatikan oleh hakim pada waktu menjatuhkan putusannya apabila persangkaan itu penting, seksama, tertentu, dan ada hubungannya satu sama lain.
Persangkaan berdasarkan undang-undang menurut Pasal 1916 BW adalah persangkaanpersangkaan yang oleh undang-undang dihubungkan dengan perbuatan-perbuatan tertentu, antara lain:
(Baca juga: Pengakuan Sebagai Alat Bukti)
- Perbuatan-perbuatan yang oleh undang-undang dinyatakan batal, karena dari sifat dan keadaannya saja dapat diduga dilakukan untuk menghindari ketentuan-ketentuan undang-undang.
- Peristiwa-peristiwa yang menurut undang-undang dapat dijadikan kesimpulan guna menetapkan hak pemilikan atau pembebasan dari utang.
- Kekuatan yang diberikan oleh undang-undang kepada putusan hakim.
- Kekuatan yang diberikan oleh undang-undang kepada pengakuan atau sumpah oleh salah satu pihak.