Pengertian Aborsi dan Jenis-jenisnya
Thursday, 31 March 2016
SUDUT HUKUM | Secara umum istilah aborsi
diartikan sebagai pengguguran kandungan, yaitu dikeluarkannya janin sebelum
waktunya, baik itu secara sengaja maupun tidak. Biasanya dilakukan saat janin
masih berusia muda (sebelum bulan ke empat masa kehamilan). Secara medis, aborsi adalah berakhir atau gugurnya
kehamilan sebelum kandungan mencapai usia 20 minggu, yaitu sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan secara mandiri.
Istilah aborsi atau abortus
secara kebahasaan berarti keguguran kandungan, pengguguran kandungan, atau
membuang janin. Dalam istilah hukum, berarti pengeluaran hasil konsepsi dari
rahim sebelum waktunya (sebelum dapat lahir secara alamiah).[1]
Tindakan aborsi mengandung
risiko yang cukup tinggi, apabila dilakukan tidak sesuai standar profesi medis.
Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah abortus.
Berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum
janin dapat hidup di luar kandungan.
Ini adalah suatu proses
pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh. Dari segi medis menurut
Sofoewan aborsi atas indikasi medis disebut juga aborsi terapeutik, yaitu
aborsi yang dilakukan sebelum janin mampu hidup demi untuk kesehatan ibu:[2]
- Untuk menyelamatkan jiwa ibu
- Melindungi kesehatan ibu
- Janin cacat berat sehingga tidak mampu hidup
- Kehamilan yang tidak mampu hidup
- Pengurangan janin pada kehamilan ganda
- Kehamilan sangat merugikan kesehatan fisik dan mental ibu
- Bayi yang akan dilahirkan akan menderita kelainan fisik dan mental, atau
- Kehamilan sebagai akibat dari perkosaan dan incest.
Aborsi dapat dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu abortus spontaneous dan abortus provocatus.
Abortus spontaneous (yang tidak disengaja) terjadi apabila ibu mengalami
trauma berat akibat penyakit menahun, kelainan saluran reproduksi, atau kondisi
patologis lainnya. Abortus provocatus (buatan) ialah pengguguran
kandungan yang dilakukan secara sengaja.
Abortus provocatus ini terdiri dari dua jenis,
yaitu abortus artificalis therapicus dan abortus provocatus
criminalis. Abortus artificalis therapicus adalah abortus yang
dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi medis, yakni apabia tindakan abortus
tidak diambil bisa membahayakan jiwa ibu. Sedangkan abortus provocatus
criminalis adalah abortus yang dilakukan untuk melenyapkan janin dalam
kandungan akibat hubungan seksual di luar pernikahan atau mengakhiri kehamilan
yang tidak dikehendaki.[3]
Dampak mengerikan aborsi
ilegal menurut Adi Utarini adalah:
- Jika dilakukan menggunakan alat-alat tidak standar dan tajam misalnya lidi, ranting pohon, atau yang lainnya, maka resiko rahim robek atau luka besar sekali.
- Rahim yang lebih dari 3 kali di aborsi beresiko jadi kering, infeksi, atau bahkan memicu tumbuhnya tumor
- Aborsi ilegal yang dilakukan oleh orang yang tidak ahli, dapat menyebabkan proses kuretasi tidak bersih hingga menjadi pendarahan hebat.
- Peralatan yang tidak steril akan memicu munculnya infeksi di alat reproduksi wanita, bahkan sampai ke usus.
- Bagi pelaku, rasa berdosa yang timbul karena aborsi dapat menyebabkan mereka menderita depresi, berubah kepribadiannya jadi introvert, serta sering tak bisa menikmati hubungan seksual jika telah menikah
- Jika pelaku aborsi kelak hamil kembali dengan kehamilan yang diinginkan, maka kehamilan tersebut ada kemungkinan besar akan bermasalah, atau janin dapat mengalami masalah pada mata, otak atau alat pencernaannya. [4]
[1] Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, cet. I (Jakarta: PT. Ikhtisar Baru Van Hoev, 1996), hlm. 7.
[2] Sulchan Sofoewan, “Kapan Dimulainya Kehidupan, Tahap-Tahap Kehidupan Janin Dalam Kandungan Dan AborsiLegal Persepktof Medis”, disampaikan dalam Seminar Nasional “Aborsi Legal di Indonesia Perspektif Hukum Pidana, Medis, Psikiatri & Sosial Serta Opini Publik Yang Berkembang dalam Masyarakat”, Yogyakarta, Bagian Hukum Pidana FH UAJY, 24 Februari 2005, hlm. 4.
[3] Abdul Aziz Dahlan. Op.cit, Hlm. 7.
[4] Adi Utarini. Kesehatan Wanita Sebuah Perspektif Global. Yogyakarta. Universitas Gajah Mada. 2005. Hlm. 45