Hukum perizinan
Thursday, 7 April 2016
SUDUT HUKUM | Perizinan adalah perbuatan hukum
administrasi Negara bersegi satu yang menghasilkan peraturan dalam hal konkret
berdasarkan persyartan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.[1] Izin
merupakan suatu persetujuan dari seseorang atau badan yang bersifat memperbolehkan
untuk melakukan suatu tindakan berdasarkan peraturan yang berlaku dan mempunyai
sanksi jika ketentuan yang terdapat dalam izin yang dilanggar.[2]
Menurut WF. Prins, yang dikutip oleh
Soehino dalam bukunya, memberikan pengertian izin sebagai berikut:
"Pernyataan yang biasanya dikeluarkan sehubungan dengan suatu perbuatan
yang pada hakekatnya harus dilarang tetapi hal yang menjadi objek dan perbuatan
tersebut menurut sifatnya tidak merugikan dan perbuatan itu dapat dilaksanakan
asal saja di bawah pengawasan alat-alat perlengkapan Administrasi Negara".[3]
Berdasarkan beberapa pengertain di atas,
secara umum izin adalah keputusan pejabat administrasi yang berwenang yang
memperbolehkan untuk melakukan suatu perbuatan yang dilarang peraturan
perundang-undangan setelah terpenuhinya syarat-syarat yang telah ditentukan
oleh perundang-undangan, sehingga terlibat hubungan hukum. Dapat diketahui
bahwa izin merupakan persetujuan yang dikeluarkan dari penguasa yang berfungsi
sebagai alat perlengkapan administrasi Negara yang pemberiannya berdasarkan
peraturan perundang-undangan. Pada umunya system izin terdiri atas larangan,
persetujuan yang merupakan dasar pengecualian dan ketentuan-ketentuan yang
berhubungan dengan izin.
Di dalam perspektif Prajudi Atmo Sudirjo,
mengenai fungus-fungsi hukum modern, izin dapat juga diletakkan pada fungsi
menertibkan masyarakat, ketetapan yang berupa izin diberikan
kewajiban-kewajiban dan larangan-larangan bagi para warga. Tentu saja tidak ada
gunaya apa yang telah tertuang dalam ketetapan tersebut, apabila tidak
dipaksaan izin tersebut.[4]
Perizinan menurut perundang-undangan yang
telah ditetapkan, selalu memuat ketentuan-ketentuan penting yang melarang warga
masyarakat yang bertindak tanpa izin. Sehubungan dengan ketentuan tersebut
sebagai konsejuensinya, maka dalam rangka penegakan hukum yang bersangkutan,
dilengkapi pula dengan adanya ketentuan sanksi. Sanksi ini merupakan bagian
penutup yang terpenting adil dalam hukum termasuk hukum admnistrasi, karena
setiap peraturan perundang-undangan yang memuat perintah atau larangan, apabila
tidak disertai sanksi, maka efektifitas dari peraturan tersebut tidak lagi
mempunyai daya paksa.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas,
sebagaimana ditegaskan oleh Sjachran Basah,[5]
bahwa sanksi merupakan bagian terpenting dalam setiap undang-undang, adanya
perintah dan larangan yang dimuat dalam setiap undang-undang, tidak mempunyai
arti apabila tidak mempunyai daya paksa untuk dilaksanakan. Hal ini lebih jelas
bahwa mengatur itu bersifat jenis peraturan perundang-undangan yang dikategorikan
memaksa. Apabila terjadi suatu pelanggaran terhadapa peraturan perundang-undangan
harus dikenai sanksi.
Lalu ditegaskan pula bahwa unsur-unsur
izin antara lain:[6]
- Alat kekuasaan (machtsmiddelen).
- Bersifat hukum public (publiekerchtlijke).
- Digunakan oleh penguasa (overhead).
- Sebagai reaksi ketidakpatuhan (recht eop niet naleving).
Sedangkan sanksi pada umumnya yang
dikenal dalam lapangan hukum administrasi adalah:[7]
- Bestuursdwang (tindakan paksa pemerintah).
- Penarikan kembali Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang menguntungkan.
- Pengenaan pidana sanksi dan atau pidana kurungan.
- Pengenaan yang paksa oleh pemerintah (dwangsom).
Sejalan dengan diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, dimana daerah
diberi kekuasan atau wewenang mengatur rumah tangganya sendiri dan dengan
demikian pemerintah daerah harus membiayai pengeluarannya dengan menggunakan
pendapatan daerahnya karena pemerintah pusat tidak mungkin menanggung seluruh
pengeluaran daerah yang ada. Dengan adanya kondisi tersebut, maka pemerintah
daerah memberlakukan suatu ketentuan tentang perizinan yang dapat menambah
pendapatan daerahnya serta untuk menjalankan tertib administrasi. Izin yang
dapat diberlakukan oleh pemerintahan daerah yaitu:
- Izin Penyelenggaraan Reklame.
- Izin Mendirikan Bangunan.
- Izin Gangguan/HO.
- Surat izin Usaha Perdagangan (SIUP).
- Wajib Daftar Perusahaan (TDP).
- Tanda Daftar Gudang (TDG).
- Izin pembuangan Limbah Cair.
- Izin Trayek.
- Izin Usaha Industri.
- Tanda Daftar Industri.
- Izin Penumpukan Kayu.
- Izin Penyelenggaraan Lembaga Pelayanan Kesehatan.
- Izin Sertifikasi Laik Sehat.
- Izin Penyelenggaraan Kursus.
- Izin Lembaga Pelatihan Kerja.
- Izin Usaha Kepariwisataan.
- Izin Usaha Jasa Konstruksi.
- Izin Usaha Pemondokan.
- Izin Usaha PAUD.
- Izin Produksi Pangan Rumah Tangga.
- Izin Pengelolaan Air Tanah
- Izin Pendirian SPBU.
- Izin Pengumpulan Pelumas Bekas.
- Izin Pendirian Depot Lokal.
- Izin Pengendalian Menara.
[1]
Sjachran
Basah, Pencabutan Izin Sebagai Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi Negara, Surabaya:FH
UNAIR, 1995, hlm. 4.
[2]
Purwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996,
hlm. 24.
[3]
Soehino, Ilmu Negara, Edisi Ketiga,
Yogyakarta:Liberty, 1984, hlm. 94
[5]
Sjachrab
Basah, Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Yogyakarta:Pustaka
Pelajar, 1998, hlm. 58.
[6]
Ibid.
[7]
Ibid.