Pengaruh Kafa’ah terhadap Tercapainya Tujuan Pernikahan
Sunday, 31 July 2016
SUDUT HUKUM | Telah disebutkan beberapa faktor yang ditetapkan oleh Fuqaha. Faktor-faktor
tersebut merupakan syarat yang ideal, sebab faktor-faktor tersebut
adalah sebagai jaminan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup berumah
tangga. Namun keadaan manusia itu tidak selalu sesempurna yang diidealkan
dan selalu saja ada kekurangannya, sehingga jarang sekali didapati seorang
calon suami atau calon istri yang memiliki faktor-faktor tersebut secara
menyeluruh.
Apabila faktor-faktor tersebut tidak dimiliki dan didapati seluruhnya,
maka yang harus diutamakan adalah faktor agama. Sebab perkawinan
yang dilakukan oleh orang yang berbeda agama mempunyai kemungkinan
kegagalan yang lebih besar daripada yang seagama. Pendapat ini
dikuatkan oleh pendapat M. Quraisy Syihab di dalam bukunya yang berjudul
Wawasan al-Qur’an, bahwa perbedaan tingkat pendidikan, budaya dan
agama antara suami istri seringkali memicu konflik yang mengarah pada kegagalan.
Keagamaan
merupakan salah satu pertimbangan yang wajib ditaati dalam
pernikahan. Bahkan dalam UU No I tahun 1974 Pasal 2 ayat 1 disebutkan:
“Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agama dan kepercayaannya itu”. Dalam sisi yang lain, memang
faktor agama juga merupakan satu-satunya yang menjadi kesepakatan
dan titik temu dari pendapat tentang kriteria kafa’ah oleh semua Madzhab.
Penentuan
kafa’ah
dari segi agama juga bisa dikaitkan
dengan tujuan pernikahan
itu sendiri. Tujuan pernikahan menurut Islam secara garis besarnya
adalah:
- untuk mendapatkan ketenangan hidup,
- untuk menjaga kehormatan diri dan pandangan mata,
- untuk mendapatkan keturunan.
Di samping
itu, pernikahan menurut Islam juga bertujuan memperluas dan mempererat
hubungan kekeluargaan, serta membangun masa depan individu, keluarga,
dan masyarakat yang lebih baik. Dalam Undang-Undang Perkawinan(UU NO 1 /1974), tujuan perkawinan dalam Pasal 1 sebagai rangkaian
dari pengertian perkawinan, yakni : “Perkawinan ialah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri, dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dengan
demikian, jika dilihat dari tujuan pernikahan tersebut, kafa’ah dalam
pernikahan dapat mendukung tercapainya tujuan pernikahan. Latar belakang
diterapkannya konsep kafa’ah
dalam pernikahan bertujuan untuk menghindari
terjadinya krisis yang dapat melanda kehidupan rumah tangga.
Tujuan
pernikahan dapat tercapai apabila kerjasama antara suami dan istri berjalan
dengan baik sehingga tercipta suasana damai, aman dan sejahtera. Tercapainya
tujuan pernikahan memang tidak mutlak ditentukan oleh faktor kesepadanan
semata, tetapi hal tersebut bisa menjadi penunjang yang utama. Dan
faktor agama serta akhlaklah yang lebih penting dan harus di utamakan.
Rujukan:
- Nasaruddin Latif, Ilmu Perkawinan: Problematika Seputar Keluarga dan Rumah Tangga, Cet. II, Bandung: Pustaka Hidayah, 2001,
- M. Quraisy Syihab, Wawasan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1999,
- Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam 1999/2000, Jakarta, 1999,
- A. Zuhdi Muhdlor, Memahami Hukum perkawinan (Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk) Menurut Hukum Islam, UU No 1/1974 (UU Perkawinan), UU No 7/1989 (UU Peradilan Agama, dan KHI, Cet. II, Bandung: Al-Bayan, 1995,
- M. Fauzil Adhim dan M. Nazif Masykur, Di Ambang Pernikahan, Jakarta: Gema Insani Press, 2002.