Hukuman bagi yang Meninggalkan Shalat Jum’at dalam Pasal 21 Qanun Nangroe Aceh Darusalam
Friday, 5 August 2016
SUDUT HUKUM | Pada
pasal 21 qanun Nangroe Aceh Darussalam menyebutkan:
- Barang siapa tidak melaksanakan shalat Jum’at tiga kali berturut-turut tanpa uzur syar’i sebagaimana di maksud dalam pasal 8 ayat (1) dihukum dengan ta’zir berupa hukuman penjara paling lama enam bulan atau dicambuk di muka umum.
- Perusahaan pengangkutan umum yang tidak memberi kesempatan dan fasilitas kepada pengguna jasa untuk melaksanakan shalat Jum’at sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) dipidana dengan hukuman ta’zir berupa pencabutan izin usaha.
Dalam
sistem hukum Islam terdapat dua jenis sanksi yaitu sanksi yang bersifat
ukhrowi, yang akan diterima di akherat kelak, dan sanksi yang bersifat duniawi
yang diterapkan manusia melalui kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif.
dua jenis sanksi tersebut mendorong masyarakat untuk patuh pada peraturan
dan ketentuan hukum, dalam banyak hal penegakan hukum menuntut
peranan negara, di sisi lain suatu negara tidak akan tertib bilamana hukum
tidak ditegakkan.

Hukuman
cambuk ini diharapkan akan lebih efektif karena terpidana merasa
malu karena pelaksanaan ta’zir cambuk ini dilakukan ditempat umum yang
dapat dilihat oleh semua orang dan di hadapan orang banyak. Dan tidak menimbulkan
resiko bagi keluarganya dan hukuman cambuk juga menjadikan biaya
yang harus ditanggung oleh pemerintah lebih murah dibanding dengan jenis
hukuman lainya seperti yang dikenal dalam setiap KUHP sekarang ini.
Pasal
tersebut di atas berhubungan erat dengan pasal 21 ayat (2) menyatakan
bila badan usaha seperti perusahaan pengangkutan umum tidak memberi
kesempatan kepada pengguna jasa dan fasilitas untuk melaksanakan shalat
fardu atau shalat Jum’at sebagaimana dalam pasal 9 ayat (3) menyatakan
bahwa perusahaan umum wajib memberi kesempatan dan fasilitas kepada
pengguna jasa untuk melaksanakan shalat Jum’at atau fardu maka dalam
pasal 21 ayat (2) menyatakan sebagai pidana dengan hukuman ta’zir berupa
pencabutan Izin usaha. Hal
tersebut menandai bahwa ketika adzan shalat
Jum’at dikumandangkan, maka segala jenis kegiatan di Propinsi Nangroe
Aceh Darussalam harus dihentikan, kecuali hal-hal yang menyangkut kepentingan
umum dan darurat.
Penjatuhan
hukuman ta’zir tersebut dapat dijatuhkan bila si pelaku melakukannya
dengan berulang-ulang dan bertentangan dengan kepatutan dan rasa
kesopanan masyarakat yang sebelumnya sudah melalui proses peringatan oleh
Wilayatul Hisbah dengan melakukan pengawasan dan peringatan yang menitikberatkan
pada upaya penyadaran, pembimbingan dan pembinaan, setelah
upaya menegur dan menasehati ternyata pelaku tidak berubah maka Wilayatul
Hisbah akan menyerahkan kasus pelanggaran tersebut kepada pejabat
penyidik yaitu Pejabat Kepolisian Propinsi Nangroe Aceh Darussalam atau
Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintahan Propinsi
Kabupaten atau Kota yang beri wewenang khusus untuk itu.
Kemudian
pihak penyidik akan menerima laporan dari Wilayatul Hisbah tentang
adanya seseorang yang melakukan pelanggaran yang terlebih dahulu
dengan melakukan pemeriksaan atau memanggil orang untuk didengar dan
diperiksa sebagai saksi atau tersangka dan bila terdapat cukup bukti maka penyidikan
akan diteruskan untuk diajukan ke Mahkamah Syar’iyah, kemudian
penuntut umum atau jaksa berwenang untuk melakukan penuntutan dan
melaksanakan putusan hakim.