Tindak Pidana Penghinaan Terhadap Presiden Atau Wakil Presiden dalam Pasal 134 KUHP
Friday, 5 August 2016
SUDUT HUKUM | Tindak
pidana penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden itu oleh pembentuk
undang-undang telah diatur dalam pasal 134 KUHP, rumusanya dalam bahasa
Belanda setelah disesuaikan dengan perubahan yang ditentukan dalam Pasal
VIII angka 24 undang-undang nomor 1 tahun 1946 berbunyi sebagi berikut:
Opzettelijke Belediging Den President of Den Vice-President Aangedaan, Wordt Gestraft Met Gevangenis Straf Van Den Hoogste Zes Jaren Of Geldboete Van Ten Hoogste Vier Ovizend Vijk Honderd Gulden. Artinya Kesengajaan menghina presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun atau dengan pidana denda setiggi-tingginya empat ribu lima ratus rupiah.
Tindak
pidana penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden adalah segala
tindakan yang mencemarkan nama baik atau kehormatan Presiden atau Wakil Presiden,
yang di dalamnya termasuk kualifikasi penghinaan yang ada dalam ketentuan
dalam BAB XVI yang diancam dengan pidana penjara selama-lamanya enam
tahun atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah, sebagaimana
dirumuskan dalam pasal 134 KUHP.
Di
dalam pengertian penghinaan dengan sengaja di dalam pasal 134 termasuk
juga penghinaan yang diterangkan 315 KUHP, jika penghinaan itu dilakukan
di belakang orang yang dihina yaitu baik di depan umum dengan beberapa
perbuatan atau tidak di depan umum namun disaksikan oleh lebih dari empat
orang dan yang hadir merasa merasa berkecil hati akan perbuatan itu.
Penghinaan
sebagaimana yang tersebut dalam pasal 315 adalah sebagai berikut:
- Penghinaan dengan ucapan atau lisan atau perbuatan yang dilakukan tidak di depan umum, orang yang dihinanya harus mendengar sendiri (berada ditempat penghinaan itu dilakukan).
- Penghinaan dengan lisan atau tulisan yang dilakukan di muka umum dan orang yang dihinanya tidak perlu mendengar atau melihat sendiri.
- Penghinaan yang dilakukan dengan surat, surat itu harus dialamatkan kepada orang yang dihina.
Penghinaan
terhadap presiden atau wakil presiden sebagaimana yang tersebut dalam
pasal 134 dan kemungkinan-kemungkinan yang tersebut dalam pasal 315 di atas
diperluas lagi, sehinga unsur-unsur penghinaan itu akan memenuhi syarat apabila:
- Penghinaan yang diucapkan dengan lisan atau perbuatan yang dilakukan tidak di tempat umum itu didengar atau diketahui sendiri oleh orang yang dihina (orang yang dihina berada ditempat penghinaan).
- Penghinaan dengan ucapan lisan atau dengan tulisan yang tidak disaksikan oleh orang yang dihina (orang yang dihina tidak mengetahui atau mendengar sendiri) itu walaupun tidak dilakukan di muka umum, harus disaksikan oleh empat orang yang berada disitu dengan kemauannya dan merasa tersentuh hatinya oleh penghinaan itu. Mengenai arti tidak dengan kemauannya dapat diumpamakan dengan diundangnya untuk mengunjungi rapat.
Agar
seseorang dapat dipidana menurut. ketentuan pidana yang diatur dalam pasal
134 KUHP sekurang-kurangnya orang yang menghina. harus memenuhi syarat-syarat
yang ditentukan dalam pasal 315 KUHP. Akan tetapi karena penghinaan
yang diatur dalam pasal 134 KUHP ini mempunyai sifat yang sangat tercela,
maka pembedaan antara beberapa jenis tindak pidana penghinaan sebagaimana
yang dimaksudkan dalam Bab XVI itu telah ditiadakan dalam tindak pidana
penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden.
Ditiadakannya
pembedaan dalam beberapa jenis tindak pidana penghinaan terhadap
presiden atau wakil presiden itu tidak berarti bahwa syarat-syarat bagi masing-masing
tindak pidana penghinaan seperti yang dimaksudkan dalam BAB XVI
itu juga harus ditiadakan, karena tindak pidana menista dengan lisan sebagaimana
yang dimaksudkan dalam pasal 310 ayat (1) KUHP itu mempunyai unsur-unsur
yang beda dengan tindak pidana penghinaan biasa sebagaimana yang dimaksudkan
dalam pasal 315 KUHP.
Hanya saja karena tindak pidana tersebut ditujukan
kepada presiden atau wakil presiden, maka kepada tindakan-tindakan yang telah
dilakukan oleh pelaku itu hanya kualifikasi sebagai penghinaan saja, dan bagi
pelaku tidak diberlakukan ketentuan-ketentuan pidana yang diatur dalam Bab XVI,
melainkan ketentuan pidana diatur dalam pasal 134 KUHP.
Dalam
pasal 310 KUHP ayat (1) dinyatakan bahwa "Barang siapa dengan sengaja
menyerang kehormatan atau nama baik orang dengan jalan menuduh dia melakukan
suatu perbuatan, dengan maksud yang nyata untuk menyiarkan tuduhan itu
supaya diketahui umum, karena bersalah menista orang, dipidana dengan pidana penjara
selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak banyaknya empat ribu
lima ratus rupiah.
Dengan
demikian, seseorang itu dapat melakukan suatu smaad
atau . menista presiden
atau wakil presiden. Dalam hal ini pengertian smaad
harus diartikan sesuai dengan
pengertian yang terdapat dalam rumusan pasal 310 ayat 1 KUHP dan agar pelaku
dapat dipersalahkan telah menista presiden atau wakil presiden, ia pun harus memenuhi
semua unsur yang ditentukan dalam pasal 310 ayat 1 KUHP.
Seorang
penghina dapat dikatakan melakukan smaad
schrift atau menista dengan
tulisan, apabila pengertian smaad schrift itu harus diartikan sesuai dengan apa
yang ada dalam ketentuan pasal 310 ayat (1) jo, ayat (2) KUHP, agar pelaku dapat
dipersalahkan baik martabat presiden atau wakil presiden, ia pun harus memenuhi
semua rumusan yang terdapat dalam pasal 310 ayat (1) dan ayat (2).
Semua
tindak kejahatan di atas apabila ditujukan kepada presiden dan wakil presiden
oleh undang-undang hanya disebut suatu kejahatan saja yaitu
"penghinaan", dan
membuat pelakunya bukan hanya dapat dituntut dan dipidana menurut
ketentuanketentuan pidana
yang diatur dalam pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) KUHP, melainkan menurut
ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 134 KUHP.
Rumusan
yang ada dalam pasal 134 KUHP, tindak pidana penghinaan terhadap
presiden atau wakil presiden harus dilakukan atas dasar sengaja dan menghendaki
menyerang nama baik atau martabat presiden dan wakil presiden serta mengetahui
bahwa yang diserang kehormatannya atau martabatnya itu adalah presiden
atau wakil presiden. Jika pelaku ternyata tidak menghendaki untuk menyerang
kehormatan atau nama baik presiden atau wakil presiden, dan ia tidak mengetahui
bahwa yang ia serang kehormatan itu adalah presiden atau wakil presiden,
maka ia dapat dituntut dan dipidana menurut salah satu pasal yang diatur dalam
Bab XVI.
Tindak
pidana yang diatur dalam Bab XVI yang pada umumnya merupakan klachtdelicten atau tindak
pidana yang hanya dapat dituntut jika ada pengaduan, maka tindak-tindak
pidana yang diatur dalam BAB II dari Buku I, II itu semuanya merupakan
gewone delicten atau delik-delik biasa atau. delik-delik yang menurut jabatannya
telah dapat disidik oleh penyelidik atau dapat dituntut oleh penuntut umum,
walaupun tidak ada pengaduan. Dalam hal ini walaupun presiden atau wakil presiden
tidak mengadukan perihal kehormatannya yang dihina, maka tetap orang yang
dihina itu dapat dituntut.
Tentang
apa sebabnya mengapa tindak pidana berupa kesengajaan menghina presiden
atau wakil presiden telah dijadikan delik biasa, hingga kepala negara atau presiden
atau wakil presiden tidak perlu membuat pengaduan. Dalam hal kehormatan atau
nama baik mereka sebagai kepala negara atau wakil kepala negara telah dicemarkan
oleh orang lain. Sebab perbuatan penghinaan kepada presiden atau wakil presiden
itu sebenarnya merupakan inbruek atau merupakan suatu pencemaran terhadap
martabat kepala negara atau wakil kepala negara hingga demi kepentingan umum,
perbuatan seperti itu perlu ditindak tanpa adanya suatu pengaduan.
Di
atas telah dijelaskan bahwa perbuatan-perbuatan menista dengan lisan atau smaad (pasal 310 ayat 1), menista dengan surat
(pasal 310 ayat 2), menfitnah (pasal 311),
penghinaan ringan (pasal 315), mengadu secara menfitnah (pasal 318), jika ditujukan
kepada presiden atau wakil presiden maka bagi perbuatan-perbuatan tersebut
hanya dapat diberikan suatu kualifikasi yakni penghinaan.
Penghinaan
dengan sengaja terhadap presiden atau wakil presiden dihukum dengan
hukuman penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyakbanyaknya Rp.
4.500, Ketentuan
pidana tersebut yang diatur dalam pasal 134 KUHP terdiri dari:
- Unsur obyektif yaitu opzettel jk atau dengan sengaja.
- Unsur-unsur obyektif yaitu terdiri dari beledigen atau menghina dan denpresident of den vice president atau presiden atau wakil presiden.
Mengenai
ketentuan pidana tercantum dalam pasal 10 KUHP, dibedakan menjadi
pidana pokok dan pidana tambahan.
- Pidana pokok terdiri dari:
- Pidana mati
- Pidana penjara
- Kurungan
- Denda
- Pidana tambahan terdiri dari:
- Pencabutan hak-hak tertentu
- Perampasan barang-barang tertentu
- Pengumuman putusan hakim.
Bila
diklasifikasikan hukuman tindak pidana penghinaan terhadap presiden atau
wakil presiden dengan pemberatan yaitu:
- Pidana penjara selama-lamanya enam tahun dan atau
- Denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,
Ketentuan
di atas merupakan ancaman hukuman bagi pelaku tindak penghinaan
terhadap presiden atau wakil presiden. Sanksi-sanksi pidana tersebut untuk
menjamin kelangsungan dan keseimbangan dalam perkembangan masyarakat,
sebab peraturan-peraturan yang bersifat mengatur dan memaksa anggota masyarakat
untuk patuh dan mentaatinya, menyebabkan terjadinya keseimbangan dalam
masyarakat, setiap pelanggar hukum yang ada akan dikenai sanksi berupa hukuman sebagai
reaksi terhadap perbuatan melanggar hukum.
Rujukan:
P.A.F. Lamintang, Delik-delik Khusus Kejahatan-Kejahatan Terhadap Kepentingan Hukum Negara, Sinar Baru, Bandung.
R Sughandi, KUHP dan Penjelasannya, Usaha Nasional Surabaya, 1980.
Moeljanto, KUHP, Bumi Aksara, Jakarta 1999.