Pendapat Muhammad Abdul Mannan tentang Asuransi
Friday, 19 August 2016
1. Asuransi
dalam Islam
Pendapat Muhammad Abdul Mannan
tentang asuransi dalam Islam:
In the survey of modern economic world, the business of insurance must have a prominent place. There is general agreement among most economic theories that the essence of insurance lies in the elimination of the uncertain risk of loss for the individual through the combination of a large number of similarly exposed individuals who each contributes to a common fund premium payments, sufficient to make good the loss caused by anyone individual. Therefore, before insurance can be undertaken on a sound economic basis, not only the nature of an insurable risk but its probable occurrence and resulting loss must be determined. It is obvious that all risks are not equally subject to indemnification by means of insurance. The chance or the uncertainty as well as the measurability of various types of risk differs.
(Dalam suatu survei tentang dunia
ekonomi modern, tentunya usaha asuransi menduduki tempat
utama. Terdapat persamaan pendapat di kalangan sebagian
besar ahli teori ekonomi, bahwa hakikat asuransi terletak pada
ditiadakannya risiko kerugian yang tidak tentu bagi gabungan orang
yang menghadapi persoalan serupa dan membayar premi kepada suatu
dana umum. Dana ini cukup untuk mengganti kerugian yang
disebabkan oleh anggota yang mana pun. Karena itu, sebelum
asuransi dapat dilakukan atas dasar ekonomi yang sehat, bukan hanya
sifat risiko yang dapat diasuransikan, tapi kemungkinan
terjadinya, dan kerugian yang menjadi akibatnya pun harus
ditentukan. Jelaslah bahwa tidak semua risiko mendapat ganti rugi
yang sama melalui asuransi. Peluang, ketidakpastian, maupun
dapat diukurnya berbagai jenis risiko tentulah tidak sama).
Di kalangan Muslim terdapat
kesalahpahaman, bahwa asuransi itu tidak Islami. Mereka berpendapat
bahwa asuransi sama dengan mengingkari rahmat llahi. Hanya
Allah-lah yang bertanggung jawab untuk memberikan mata pencarian yang
layak kepada kita. Dia-lah yang menentukan mata pencarian yang
layak bagi makhluk-Nya. Ini dinyatakan dalam ayat berikut pada Kitab
Suci Al-Qur'an :
Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.'' (Q.S.Hud, 11: 6).
....dan siapa (pula) yang memberikan rezeki kepadamu dan langit dan bumi ? Apakah di samping Allah ada Tuhan yang lain ?.,.." (Q.S. An-Naml/27: 64).
Dan Kami telah menjadikan untukmu di bumi keperluankeperluan hidup, dan (Kami menciptakan pula) makhlukmakhluk yang kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.'' (Q.S. Al-Hijr/15: 20).
Untuk memahami ayat-ayat ini
dengan tepat harus lebih mendalami persoalannya. Maksud
dari ayat-ayat ini tidak berarti bahwa Allah menyediakan makanan dan
pakaian kepada manusia tanpa usaha. Sebenarnya, semua ayat itu
membicarakan tentang ekonomi di masa depan yang penuh kedamaian, yang
selalu dibayangkan Islam. Seperti yang dinyatakan dalam Islam bahwa
manusia sebagai khalifah Allah di Bumi, hanya dapat mempertahankan
gelarnya yang Agung bila ia melaksanakan perintah yang
terkandung dalam Al Qur'an dengan penafsiran yang tepat. Allah
menghendaki tiadanya orang yang kehilangan mata pencahariannya yang layak,
dan ia harus kebal terhadap setiap gangguan apa pun. Oleh karena itu
adalah kewajiban tertinggi dari suatu negara Islam untuk menjamin hal
ini. Asuransi membantu tercapainya tujuan ini.
Islam mengakui keluarga sebagai suatu
unit sosial dasar. Dalam Islam keluarga melahirkan dan
membesarkan setiap anak, dan setiap anggota keluarga juga dianggap
sebagai suatu kewajiban. Dengan kata lain, tiada satu pun ketetapan
dalam Islam yang mencegah seseorang berusaha untuk memelihara
tanggungannya. Dengan melindungi risiko dan ketidakpastian,
perusahaan-perusahaan asuransi memastikan persediaan bagi mereka yang
menjadi tanggungannya karena asuransi adalah suatu tabungan paksa. Arti
penting dari tabungan paksa ini tak dapat diabaikan dalam suatu
masyarakat yang sebagian besar terdiri dari golongan menengah suatu golongan
yang tidak dapat menyimpan persediaan yang cukup untuk orang
yang ditanggungnya.
Mengenai hal ini, dapat
dikemukakan bahwa terdapat sekelompok orang yang tak dapat membedakan
antara asuransi dengan perjudian. Mereka menyamakan asuransi dengan
spekulasi. Padahal dengan asuransi orang yang menjadi tanggungan
dari seorang yang meninggal dunia terlebih dahulu dapat menerima
keuntungan lumayan untuk sejumlah kecil uang yang telah dibayar almarhum
sebagai premi. Tampaknya hal ini seperti sejenis perjudian. Tapi
perbedaan antara asuransi dan perjudian adalah fundamental, karena dasar
asuransi adalah kerja sama yang diakui dalam Islam.
Dasar ekonomi asuransi bukanlah
ditiadakannya risiko atau kerugian walaupun organisasi
asuransi mungkin merasa beruntung untuk melakukan kegiatan ini namun yang
sesungguhnya adalah suatu kerugian kecil yang diketahui untuk suatu
kerugian besar yang tidak pasti.
Implikasi dasar asuransi ini
tidaklah senegatif apa yang tampak pada mulanya. Masyarakat secara
keseluruhan beruntung dengan akumulasi cadangan modal yang menggantikan
kerugian disebabkan oleh hancurnya harta benda biaya usaha menjadi
lebih rendah sampai kadar risiko itu dilenyapkan dan kredit diperkuat.
Sedangkan melalui tindakan bersama, individu yang diasuransikan
memberi kesempatan untuk meniadakan kemiskinan dan kemelaratan bagi
dirinya sendiri maupun tanggungannya.
Ciri khas asuransi adalah
pembayaran dari semua peserta untuk membantu tiap peserta lainnya
bila dibutuhkan. Prinsip saling menguntungkan ini tidak terbatas
dalam kadar yang paling ringan bagi perusahaan bersama; tapi berlaku
juga untuk semua organisasi asuransi mana pun, walau bagaimana pun
struktur hukumnya, bagi perusahaan saham bersama, begitu pula pada
dana asuransi pemerintah. Makin banyak orang dari tiap golongan yang
menghadapi risiko bersama, maka makin pasti pula perkiraannya, dan
makin murah hal itu dapat ditutup dan diusahakan perlindungannya.
Justru karena asuransi itu merupakan usaha bersama, maka berdasarkan
pendapat umum, bahkan di negara-negara, terutama kapitalis, hampir di
seluruh dunia, menyebabkan pemerintah meninggalkan teori inisiatif
individu dan menerima asuransi wajib terhadap risiko kesehatan, ganti
rugi para pekerja dan kebakaran.
Demikianlah asuransi mengajarkan
perlunya saling membutuhkan dalam masyarakat. Hakikat dari
semangat ini sangat membantu tercapainya tujuan persaudaraan
di seluruh dunia. Namun berjudi adalah dilarang karena dapat
meningkatkan pertikaian, dendam, dan kecenderungan untuk menjauhkan
mereka dari mengingat Tuhan dan shalat. Semua hal ini menyebabkan
kerugian yang lebih besar daripada manfaat yang dapat diperoleh
daripadanya.
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfa'at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa'atnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir. (Q.S. Al Baqarah, 2:219).
Selanjutnya, asuransi telah
diakui sebagai salah satu cara yang paling efektif untuk memobilasi
tabungan nasional bagi tujuan produksi. Pakistan, misalnya telah lama
menyadari arti penting sektor vital ekonomi ini dan industri asuransi yang
terus menerus mencapai kemajuan pesat dalam bidang kehidupan maupun
bukan kehidupan. Sebaliknya perjudian dilarang di Pakistan, karena
mencemari kehidupan sosial, merintangi perkembangan moral dan spiritual
manusia, dan mendorong pemborosan. Karena itu judi merupakan
halangan bagi pertumbuhan ekonomi. Demikianlah kita melihat bahwa
asuransi bermotivasikan prinsip kerja sama dan keuntungan sosial yang
maksimum, sedangkan berjudi adalah penyangkalan dari prinsip-prinsip
ini. Karena itu asuransi tidak dapat dinyatakan tidak Islami.
2. Perbedaan
Asuransi Modern dan Asuransi Islami
Kini timbul pertanyaan apakah ada
perbedaan antara industri asuransi modern dan industri
asuransi yang diusulkan untuk dimiliki oleh suatu negara Islam. Asuransi
Islami berbeda dari asuransi modern secara mendasar, baik dari sudut pandang
bentuk maupun sifat. Inilah beberapa hal mengenai evolusi asuransi
modem sebagai penjelasan pertama.
Sejarah asuransi masih belum
tercatat, hanya tonggak sejarah evolusinya yang diketahui. Di zaman
dahulupun sarana yang menyerupai asuransi sudah dikenal. Pada kekaisaran
Romawi, misalnya, terdapat perkongsianperkongsian, asosiasi pengrajin, yang
membayarkan sejumlah uang penguburan sebagai ganti rugi
pembayaran premi bulanan dari anggota mereka yang meninggal kepada ahli
warisnya.
Dalam evolusi umum ini, dapat
dibedakan tiga jenis operasi asuransi, sedikit banyaknya
mandiri, tidak secara berturut-turut, tetapi sering dan terus bergantian
jenisnya. Ketiga jenis ini dapat disebut koperatif, kapitalis, dan
pemerintah.
Organisasi asuransi atas dasar
koperatif dimotivasi oleh sebab yang sama dan pada hakikatnya
mengikuti perkembangan yang sama baik di zaman modern, maupun di zaman
kuno. Suatu negara Islam, seharusnya menganjurkan pembentukan suatu
industri asuransi yang dimotivasi oleh jiwa koperatif karena gagasan
koperasi diakui dalam Islam. Jenis asuransi kapitalis, adalah usaha asuransi
yang sesungguhnya lahir dari asuransi laut yang berasal dari Romawi.
Asuransi ini dibentuk untuk mendapatkan laba dan didasarkan atas perhitungan
niaga, Kehidupan ekonomi yang sangat berbeda di akhir abad ke sembilan
belas ini membawa banyak keuntungan budaya disertai bahaya dan
persyaratan baru.
Sebaliknya pengembangan industri asuransi memerlukan
perluasan dan penyebaran reasuransi. Keberhasilan stabilisasi mata
uang setelah inflasi pasca perang, di abad sekarang ini bahkan lebih jelas
bercirikan pertumbuhan perusahaan asuransi menjadi usaha yang
bekerja pada skala internasional. Para pengusaha di semua negeri besar
dan di semua cabang asuransi pun mendirikan anak perusahaan dengan
membentuk asosiasi yang mirip kartel. Konsentrasi horisontal
untuk mengurangi persaingan merupakan ciri khas periode ini. Tetapi
konsentrasi vertikal, misalnya dalam bentuk gabungan asuransi dan reasuransi
dalam perusahaan yang sama, bukannya tidak biasa.
Yang harus dipertimbangkan adalah,
apakah asosiasi mirip kartel yang dibentuk oleh para pengusaha
dalam bidang industri asuransi itu Islami. Kita semua mengetahui
bahwa tatanan ekonomi yang didominasi monopoli tidak dapat menghasilkan
barang untuk masyarakat. Karena tujuan dasar asuransi jenis
kartel ini adalah untuk memaksimumkan laba tanpa memperhatikan kesejahteraan
akhir dari individu, maka hal ini tidak dapat disebut Islami. Negara
Islam harus tampil ke muka untuk mengendalikan atau untuk
mengawasi industri asuransi demikian.
Sesungguhnya, dengan bertambah
pentingnya arti industri asuransi di mana-mana mengakibatkan
perundang-undangan pengawasan negara yang lebih efektif mengenai
kelakuan dan bentuk kebijakannya. Sejumlah negeri, seperti India, telah
menasionalisasi industri asuransi. Bagi suatu negara Islam, hal yang penting
bukanlah apakah industri asuransi harus dinasionalisasi, tetapi
pertimbangan utamanya adalah apakah diorganisasi dengan suatu cara yang dapat
meningkatkan kesejahteraan umat manusia, dengan memperhatikan perintah
yang terdapat dalam Kitab Suci Al- Qur'an dan Sunnah.
Demikianlah di suatu negara
Islam, asuransi harus dikembangkan dan diperluas pada skala
nasional. Asuransi kematian dapat diserahkan pada perusahaan swasta. Asuransi
bagi orang berusia lanjut, pengangguran, sakit dan luka
dapat disokong oleh pemerintah pada skala nasional, sehingga seluruh bangsa
dapat bertanggung jawab secara bersama-sama untuk menyediakan
dana bagi mereka yang sakit, tua, tidak terurus, atau pengangguran. Di
samping premi, suatu pemerintahan Islami juga mempunyai Zakat yang dapat
digunakan untuk kesejahteraan sosial.
Hal ini sangat mirip dengan
rencana National Insurance di Inggris yang meliputi semua risiko ekonomik
dari semua orang, mulai dari buaian sampai ke liang kubur.
Satu-satunya perbedaan adalah pasiva tidak akan digunakan dalam usaha berbunga.
Lagi pula, perusahaan asuransi dewasa ini menginvestasi dananya dalam
bisnis hipotek dan usaha berbunga lainnya. Tetapi perusahaan
asuransi Islami bahkan harus memberikan pinjaman modal atas dasar mitra
usaha dan industri.
Dianjurkan agar asuransi Islami melakukan
investasi secara langsung atas dasar Mudarabah, ataupun dalam
partisipasi dengan bank Islam dan lembaga kredit lainnya. Karena tujuan
akhir dari semua lembaga kredit Islam adalah satu dan sama yaitu
kesejahteraan rakyat, maka kelayakan dan kepraktisan membentuk suatu
departemen asuransi dalam bank lslam dapat diselidiki oleh
negara-negara Islam. Islam tidak membolehkan spekulasi dan perjudian, karena
itu industri asuransi Islami hanya akan meliputi risiko murni dan akan
merupakan proses likuidasi diri yang akan memberi perlindungan kepada yang
diasuransikan atas dasar prinsip saling bantu dan kerja sama.
3. Asuransi Islami
dalam Praktek
Syariat menyetujui asuransi
koperatif. Sebelum kita melukiskan kerja sesungguhnya dari suatu
rencana asuransi Islami, barangkali perlu diketahui bahwa sekalipun Dewan
Yurisprudensi Islam Liga Dunia Muslim, Mekkah, Arab Saudi,
menganggap bahwa semua transaksi asuransi modern termasuk asuransi
jiwa dan niaga adalah bertentangan dengan ajaran agama Islam, tetapi
Dewan menyetujui adanya "asuransi koperatif.''
Dalam sistem ini, para penyumbang
dana asuransi adalah para dermawan, dan sumbangan mereka
adalah donasi, dengan tujuan menanggung kerugian yang menimpa
siapa saja dari para penyumbang itu secara bersama-sama. Kompensasi
yang diberikan bertalian dengan kerugian yang diderita dan bukan
suatu jumlah tertentu yang disetujui antara pengasuransi dan yang
diasuransikan pada waktu perjanjian dibuat. Rencana asuransi yang dibuat
pemerintah juga disetujui karena ini merupakan suatu bentuk untuk
memenuhi kewajiban negara agar memperhatikan para warganya dan
untuk meringankan penderitaan yang mereka hadapi. Satu-satunya suara
yang menolak putusan ini adalah Shaikh Mustata Al-Zarqa, Profesor
Yurisprudensi Islam di Universitas Yordania, dan ia adalah seorang
tokoh terkemuka dalam bidangnya. la telah melakukan studi secara luas
tentang masalah asuransi dan ia berpendapat bahwa asuransi dalam
kebanyakan bentuknya dapat diterima secara Islami. Tetapi yang lebih
aman adalah mengambil pendapat Dewan Yurisprudensi Islam, karena jauh
lebih berbobot dan memperoleh dukungan sejumlah besar sarjana.
Pada tahun 1979 'Faisal
lslamic Bank of Sudan mengambil prakarsa untuk mendirikan
Perusahaan Asuransi atas dasar koperatif. Perusahaan tersebut telah membuat
banyak kemajuan dalam jangka waktu lima tahun dan telah mampu
mendirikan beberapa cabang di Arab Saudi.
Perusahaan itu mengasuransikan
usaha berikut ini, kecuali Asuransi Jiwa:
- Asuransi Muatan Laut
- Asuransi Kapal
- Kebakaran dan Pencurian
- Penerbangan
- Kecelakaan Pribadi
- Rekayasa
- Ganti rugi para pekerja.
Perusahaan tersebut
menyelenggarakan dua akun yang terpisah dan berbeda: yang satu adalah
akun pemegang polis, yang kedua akun pemegang saham. Akun para
pemegang polis dimasukkan dalam kredit beserta semua iuran mereka, dengan
mempertimbangkan perlindungan asuransi ditambah dengan
keuntungan yang diterima pada investasi sumbangannya, dan didebitkan
dengan proporsi beban jasa dan klaim. Kelebihan yang ada setelah
menyiapkan cadangan yang diperlukan, dibagikan di antara para pemegang
polis, sebanding dengan iuran yang mereka bayar. Para pemegang saham
perusahaan tidak turut serta dalam suatu bagian pun dari kelebihan
akun para pemegang polis itu. Tetapi pendapatan yang diperoleh dari
investasi modal saja dikreditkan pada akun mereka. Demikian pula bila
ada kelebihan yang tersisa sesudah membayar bagian pengeluaran
mereka untuk masa yang tertentu, maka ini dapat dibagi di antara mereka.
Perusahaan juga memberikan fasilitas reasuransi Islami.
Walaupun pengeluaran mulanya sama
dengan di setiap perusahaan lainnya, namun bank membagikan
laba di kalangan pemegang sahamnya sebanyak lima persen, selama
tahun 1979, tahun pertama permulaan operasinya, dan mengharapkan
dapat membagikan delapan sampai sepuluh persen selama tahun
1982-1983. Seperti tercantum dalam Bab 10, Dar Al-Maal
Al-Islami mempunyai
gaya bisnis yang agresif dan telah berkecimpung dalam bisnis
asuransi, serta bermaksud untuk meluaskan operasinya dalam bidang asuransi
koperatif selama lima tahun pertama berdirinya yang berakhir pada tahun 1985-1986.
11 Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Terj. Nastangin, Yogyakarta: Dana
Bakti Prima Yasa, 1997, hlm. 301.
10 Abdul Mannan, 1986, Islamic Economic: Theory an Practice, Cambridge: The Islamic
Academy, Edisi Revisi, hlm. 355.
41
12 Yayasan Penterjemah/Pentafsir al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya:
DEPAG RI, 1978, hlm. 327.