Pengertian Kafalah
Thursday, 4 August 2016
SUDUT HUKUM | Bagi seorang pengusaha dalam menjalankan suatu usaha, sangat diperlukan
ketekunan, keuletan dan sifat pantang menyerah untuk mencapai tujuan yang
diinginkannya. Disamping sifat-sifat di atas, seorang pengusaha juga memerlukan
suatu modal dalam rangka membantu menjalankan roda usahanya atau mengembangkan
usahanya. Modal yang diperlukan dapat berupa keahlian atau berupa uang. Yang
jelas kedua jenis modal ini saling menggantungkan satu sama lainnya.
Modal dalam bentuk uang walaupun bukan merupakan segalagalanya, adalah
mutlak diperlukan untuk berbagai tahap kegiatan. Modal dalam bentuk uang dapat
diberikan dalam bentuk uang tunai atau semacam jaminan dalam surat-surat
berharga. Masalahnya terkadang untuk memperoleh uang tunai bukanlah merupakan
hal yang mudah. Oleh karena itu diperlukan model lain berupa surat-surat
berharga atau aset untuk membiayai suatu usaha. Surat-surat berharga atau aset
perusahaan dapat dijadikan jaminan untuk membiayai suatu usaha atau proyek.
Jaminan semacam ini baisanya diberikan oleh bank dengan catatan terlebih
dahulu nasabah harus menyediakan jaminan lawan dimana besarnya jaminan lawan
biasanya melebihi nilai proyek. Hal ini dilakukan untuk menjamin nasabah
apabila akan mengerjakan suatu proyek tertentu atau untuk mengikuti tender di
instansi tertentu pula. Jaminan ini merupakan bukti bahwa nasabah memiliki
sejumlah uang sehingga si pemberi proyek merasa yakin tidak akan dirugikan,
jika proyeknya dijalankan.
Sebelum membahas lebih jauh tentang kafalah, penulis akan menjelaskan terlebih dahulu
tentang pengertian kafalah.
Secara umum kafalah merupakan
bagian pembahasan hukum Islam (fiqh) yang sudah disoroti para ulama terdahulu
(salaf).
Secara lughowi / etimologis kafalah adalah :“Kafalah menurut
bahasa ialah menggabungkan.”
Di dalam al-Qur’an terdapat kata “kafalah” yang berarti pemeliharaan sebagaimana
firman Allah SWT “Dan Allah menjadikan Zakaria pemeliharanya.”
(Q.S. Ali Imran : 37).
Kafalah dapat berarti juga
sebagai jaminan (dhoman). Sebagaimana dalam hadits nabi: “Saya dan penjamin
anak yatim bagaikan dua jari.”
Lafadh / kata al-Kafalah merupakan masdar (kata awal) yang fiil madhinya ialah kafala ( ___ ) dan fi’il mudhori’nya yakfulu ( ____ ), yang secara
umum berarti beban ( ___ ) yakni hamlun ( ___).
Adapun pengertian al-Kafalah
menurut istilah ahli hukum Islam (syara’),
secara umum ialah: “Kafalah ialah
penggabungan tanggungan yang satu kepada yang lain tentang hak yang saling
menuntut.”
Para ulama memberikan definisi kafalah
dengan redaksi yang berbeda antara satu dengan
yang lainnya, diantaranya:
1. Menurut Mazhab Hanafi bahwa kafalah
memiliki dua pengertian, yang pertama arti kafalah ialah: Menggabungkan dzimah kepada dzimah yang lain dalam penagihan
dengan jiwa, utang atau zat benda.” Yang kedua, arti kafalah ialah: Menggabungkan dzimah kepada dzimah yang lain
dalam pokok (asal) utang.”
2. Menurut mazhab Maliki bahwa kafalah
ialah: “Orang yang mempunyai hak mengerjakan tanggungan pemberi beban
serta bebannya sendiri yang disatukan, baik menanggung pekerjaan yang sesuai
(sama) maupun pekerjaan yang berbeda.”
3. Menurut Mazhab Hambali bahwa yang dimaksud dengan kafalah adalah: “Iltizam sesuatu yang diwajibkan kepada orang lain serta kekekalan
benda tersebut yang dibebankan atau iltizam orang yang mempunyai hak
menghadirkan dua harta (pemiliknya) kepada orang yang mempunyai hak.”
4. Menurut Mazhab Syafi’i bahwa yang dimaksud dengan kafalah ialah:“Akad yang menetapkan
iltizam yang tetap pada tanggungan (beban) yang lain atau menghadirkan zat
benda yang dibebankan atau menghadirkan badan oleh orang yang berhak
menghadirkannya.”
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat ditarik
pengertian atau definisi yang lebih operasional bahwa yang dimaksud dengan kafalah atau dhaman ialah menggabungkan dua beban (tanggungan)
dalam permintaan dan utang.”
Rujukan:
Kasmir, Dasar-Dasar
Perbankan, Jakarta _: Raja Grafindo Persada, Cet. 1, 2002.
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Juz III, Kutubul
Arabiyah, Dar al-Kutub, tt.
Depag RI, Al-Qur’an
dan Terjemahnya, Surabaya : Mahkota, Edisi Revisi, 1989,
M. Zuhri al-Ghomrowi, Siroj al Wahaj al Matan al Minhaj, Beirut : Dar al-Kutub al Alamiyah, t. th.
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta :
Raja Grafindo Persada, cet pertama, 2002.