Pengertian Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Saturday, 20 August 2016
SUDUT HUKUM | Pejabat Pembuat AKta Tanah (PPAT) sudah dikenal sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP 10/1961), yang merupakan peraturan pendaftaran tanah sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau lebih dikenal dengan nama Undang-Undang Pokok Agraria.
Didalam peraturan tersebut PPAT disebutkan sebagai pejabat yang berfungsi membuat akta yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan hak baru atau membebankan hak atas tanah dan akta-akta lain yang diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan membantu Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan pendaftaran tanah dengan membuat aktaakta yang akan dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah.
Dalam meningkatkan sumber penerimaan negara dari pajak, PPAT juga berperan besar karena mereka ditugaskan untuk memeriksa telah dibayarnya Pajak Penghasilan (PPh) dari penghasilan akibat pemindahan hak atas tanah dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebelum membuat akta.[1]
Mengingat fungsi PPAT yang cukup besar dalam bidang pelayanan masyarakat dan peningkatan sumber penerimaan negara yang kemudian akan merupakan pendorong untuk peningkatan pembangunan nasional, maka diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut PP 37/1998).[2]
Baru pertama kali semenjak diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria Tahun 1960 diterbitkannya suatu Peraturan Pemerintah Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan PP 37/1998, sebagai pelengkap dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP 24/1997) yang telah dijanjikan dalam Pasal 7 ayat (3) nya, menyebutkan:
Peraturan Jabatan PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah”.
Pasal 1 angka 1 PP 37/1998 menyebutkan:
Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun”.
Pasal 1 angka 24 PP 24/1997 menyebutkan:
Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu”.
Ungkapan-ungkapan diatas dengan tegas menyebutkan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan demikian pula aktaakta yang dibuatnya adalah otentik. Dimaksud dengan akta otentik, bahwa jika terjadi suatu masalah atas akta PPAT tersebut pengadilan tidak perlu memeriksa
kebenaran isi dari akta tanah tersebut ataupun tanggal ditandatanganinya dan demikian pula keabsahan dari tanda tangan para pihak, asal saja tidak dapat dibuktikan adanya pemalsuan, penipuan, maupun lain-lain kemungkinan akta tanah tersebut dapat dinyatakan
batal ataupun harus
dinyatakan batal.[3]
[1]
Boedi
Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, (Jakarta:
Djambatan, 2006), hlm.690.
[2] Ibid.
[3]
A.P.
Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju,
1999), hlm. 175.