Proses Mediasi dan Manfaatnya
Friday, 19 August 2016
SUDUT HUKUM | Berhasil atau
tidaknya mediasi tergantung dari proses yang dijalankan. Bila proses
baik, tercapailah kesepakatan damai antara kedua belah pihak. Namun sebaliknya,
proses yang tidak baik akan menjadikan mediasi gagal. Berikut
tahapan-tahapan dalam proses mediasi yang diatur oleh PERMA Nomor 1
Tahun 2008:
Tahapan Pra Mediasi
Tahap ini
merupakan tahap dimana penggugat mendaftarkan gugatannya di Kepaniteraan
Pengadilan. Kemudian ketua pengadilan akan menunjuk majelis hakim yang akan
memeriksa perkaranya. Kewajiban melakukan mediasi timbul jika pada hari
persidangan pertama para pihak hadir. Majelis Hakim menyampaikan kepada
penggugat dan tergugat prosedur mediasi yang wajib mereka jalankan.

Hakim Pemeriksa
Perkara memberikan waktu selama 40 (empat puluh) hari kerja kepada para pihak
untuk menempuh proses mediasi. Jika diperlukan waktu mediasi
dapat diperpanjang untuk waktu 14 (empat belas) hari kerja.[1]
Pembentukan Forum
Dalam waktu 5 (lima) hari setelah para pihak
menunjuk mediator yang disepakati atau setelah para pihak gagal memilih mediator,
para pihak dapat menyerahkan resume perkara (dokumen yang dibuat oleh tiap
pihak yang memuat duduk perkara dan atau usulan penyelesaian sengketa,[2]
kepada mediator yang ditunjuk oleh Majelis Hakim. Dalam forum dilakukan
pertemuan bersama untuk berdialog.
Mediator dapat meminta agar pertemuan dihadiri langsung oleh pihak yang
bersengketa dan tidak diwakili oleh kuasa hukum. Di forum tersebut, mediator
menampung aspirasi, membimbing serta menciptakan hubungan dan kepercayaan para
pihak.
Pendalaman Masalah
Cara mediator
mendalami permasalahan adalah dengan cara kaukus (pertemuan antara mediator
dengan salah satu pihak tanpa dihadiri oleh pihak lainnya. [3] Kaukus
dilakukan agar para pihak dapat memberikan informasi kepada mediator
lebih luas dan rinci yang mungkin tidak disampaikan disaat bertemu dengan pihak
lawanmengolah data dan mengembangkan informasi, melakukan eksplorasi kepentingan
para pihak, memberikan penilaian terhadap kepentingan- epentingan yang telah diinventarisir, dan akhirnya menggiring para
pihak pada proses tawar menawar penyelesaian masalah.
Penyelesaian Akhir dan Penentuan Hasil Kesepakatan
Pada tahap
penyelesaian akhir, para pihak akan menyampaikan kehendaknya berdasarkan
kepentingan mereka dalam bentuk butir-butir kesepakatan. Mediator akan
menampung kehendak para pihak dalam catatan dan menuangkannya ke dalam dokumen
kesepakatan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi
dalam kesepakatan perdamaian adalah sesuai kehendak para pihak, tidak
bertentangan dengan hukum, tidak merugikan pihak ketiga, dapat dieksekusi dan
dengan iktikad baik.[4]
Bila terdapat
kesepakatan yang melanggar syarat-syarat tersebut diatas, mediator wajib
mengingatkan para pihak. Namun bila mereka bersikeras, mediator
berwenang untuk menyatakan bahwa proses mediasinya gagal dan melaporkan
kepada Hakim Pemeriksa Perkara. Jika tercapai kesepakatan perdamaian, para
pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis
kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator.
Dokumen kesepakatan damai akan dibawa kehadapan Hakim Pemeriksa Perkara untuk
dapat dikukuhkan menjadi akta perdamaian.
Kesepakatan di Luar Pengadilan
Dalam Pasal 23 Ayat (1) PERMA
disebutkan bahwa “para pihak dengan bantuan mediator bersertifikat yang
berhasil menyelesaikan sengketa di luar pengadilan dengan kesepakatan
perdamaian dapat mengajukan kesepakatan perdamaian tersebut ke pengadilan yang
berwenang untuk memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan”.[5]
Maksud dari pengajuan gugatan ini
adalah agar sengketa para pihak masuk dalam kewenangan pengadilan melalui
pendaftaran pada register perkara di Kepaniteraan Perdata. Ketua Pengadilan selanjutnya
dapat menunjuk Majelis Hakim yang akan mengukuhkan perdamaian tersebut dalam
persidangan yang terbuka untuk umum (kecuali perkara yang bersifat tertutup
untuk umum seperti perceraian).
Keterlibatan Ahli dalam Proses Mediasi
Pasal 16 Ayat
(1) PERMA Nomor 1 tahun 2008 menyebutkan bahwa “atas persetujuan para pihak
atau kuasa hukum, mediator dapat mengundang seorang atau lebih ahli
dalam bidang tertentu untuk memberikan penjelasan atau pertimbangan yang dapat
membantu menyelesaikan perbedaan pendapat di antara para pihak”.[6]
Biaya untuk
mendatangkan seorang ahli ditanggung oleh para pihak berdasarkan kesepakatan.
Namun PERMA tidak menjelaskan siapa yang dapat dikategorikan sebagai ahli,
sehingga penentuan siapa yang akan dijadikan ahli dalam proses mediasi
sesuai dengan rekomendasi mediator dan kesepakatan para pihak.
Berakhirnya Mediasi.
Proses mediasi dinyatakan
berakhir dengan 2 (dua) bentuk. Pertama, mediasi berhasil dengan
menghasilkan butir-butir kesepakatan di antara para pihak, proses perdamaian
tersebut akan ditindaklanjuti dengan pengukuhan kesepakatan damai menjadi akta
perdamaian yang mengandung kekuatan seperti layaknya Putusan Hakim yang telah
berkekuatan hukum tetap. Kedua, proses mediasi menemukan jalan buntu dan
berakhir dengan kegagalan. Proses mediasi di pengadilan yang gagal akan
dilanjutkan di sidang pengadilan.
Mediasi Pada Tahap Upaya Hukum
Para pihak atas
dasar kesepakatan bersama, dapat menempuh upaya perdamaian terhadap perkara
yang sedang dalam proses banding, kasasi, atau peninjauan kembali atau terhadap
perkara yang sedang diperiksa pada tingkat banding, kasasi, dan peninjauan
kembali sepanjang perkara itu belum diputus.
Adapun keuntungan dari mediasi adalah sebagai
alternatif penyelesaian sengketa pastinya memberikan keuntungan bagi para pihak
yang ingin menyelesaikan perkaranya. Sehingga sangat tepat bila dijadikan
pilihan dibandingkan dengan mengikuti persidangan di pengadilan. Menurut Achmad
Ali, keuntungan menggunakan mediasi adalah:
- Proses yang cepat. Persengketaan yang paling banyak ditangani oleh pusat-pusat mediasi publik dapat dituntaskan dengan pemeriksaan yang hanya berlangsung dua hingga tiga minggu. Rata-rata waktu yang digunakan untuk setiap pemeriksaan adalah satu hingga satu setengah jam.
- Bersifat rahasia. Segala sesuatu yang diucapkan selama pemeriksaan mediasi bersifat rahasia di mana tidak dihadiri oleh publik dan juga tidak ada pers yang meliput.
- Tidak mahal. Sebagian besar pusat-pusat mediasi publik menyediakan kualitas pelayanan secara gratis atau paling tidak dengan biaya yang sangat murah: para pengacara tidak dibutuhkan dalam suatu proses mediasi.
- Adil. Solusi bagi suatu persengketaan dapat disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan masing-masing pihak: preseden-preseden hukum tidak akan diterapkan dalam kasus-kasus yang diperiksa oleh mediasi.
- Berhasil baik. Pada empat dari lima kasus yang telah mencapai tahap mediasi, kedua pihak yang bersengketa mencapai suatu hasil yang diinginkan. [7]
Mediasi memberikan banyak keuntungan
karena memiliki metode yang berbeda dari litigasi di pengadilan. Menurut Gatot
Soemartono, mediasi dapat memberikan beberapa keuntungan penyelesaian
sebagai berikut:
- Mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa dengan cepat dan relatif murah dibandingkan membawa perselisihan tersebut ke pengadilan atau arbitrase;
- Mediasi akan memfokuskan para pihak pada kepentingan mereka secara nyata dan pada kebutuhan emosi atau psikologis mereka, jadi bukan hanya pada hak-hak hukumnya;
- Mediasi memberi kesempatan para pihak untuk berpartisipasi secara langsung dan secara informal dalam menyelesaikan perselisihan mereka;
- Mediasi memberi para pihak kemampuan untuk melakukan kontrol terhadap proses dan hasilnya;
- Mediasi dapat mengubah hasil, yang dalam litigasi dan arbitrase sulit diprediksi, dengan suatu kepastian melalui consensus;
- Mediasi memberikan hasil yang tahan uji dan akan mampu menciptakan saling pengertian yang lebih di antara para pihak yang bersengketa karena mereka sendiri yang memutuskannya;
- Mediasi mampu menghilangkan konflik atau permusuhan yang hampir selalu mengiringi setiap putusan yang bersifat memaksa yang dijatuhkan oleh hakim di pengadilan atau arbitrer pada arbitrase.[8]
Dengan demikian perkara melalui mediasi, di mana
kemauan para pihak dapat terpenuhi meskipun tidak sepenuhnya. Penyelesaian ini
mengedepankan kepentingan dua pihak sehingga putusannya bersifat win-win
solution (sama-sama menguntungkan).[9]
Ada beberapa batasan mediasi yang dikemukakan oleh
para ahli. Gary Goodpaster dalam Rachmadi Usman mengemukakan bahwa mediasi
adalah “proses negosiasi pemecahan masalah di mana pihak luar yang tidak
memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa
untuk membantu mereka memperoleh kesempatan perjanjian dengan memuaskan”.[10]
Berbeda dengan hakim atau arbiter, mediator tidak
mempunyai wewenang untuk memutusakan sengketa antara para pihak. Namun, dalam
hal ini para pihak menguasakan kepada mediator untuk membantu mereka
menyelesaikan persoalan-persoalan di antara mereka. Asumsinya bahwa pihak
ketiga akan mampu mengubah kekuatan dan dinamika sosial hubungan konflik dengan
cara mempengaruhi kepercayaan dan tingkah laku pribadi para pihak, dengan
memberikan pengetahuan atau informasi, atau dengan menggunakan proses negosiasi
yang lebih efektif, dan dengan demikian membantu para peserta untuk
menyelesaikan persoalanpersoalan yang dipersengketakan.[11]
Mediasi juga mengatasi perbedaan dalam posisi tawar
menawar dari para pihak yang bersengketa dengan keseimbangan posisi tawar
tersebut akan memberikan kesempatan kepada pihak lemah karena mediasi
menyediakan sebuah suasana yang tidak mengancam, memberi setiap pihak
kesempatan untuk berbicara dan didenggarkan oleh pihak lainya dengan lebih
leluasa, meminimalkan perbedaan di antara mereka dengan menciptakan situasi
informal, membantu proses negosiasi bila para pihak mencapai kebuntuan, biaya
murah, tidak formal, mengurangi rasa permusuhan. Kerugiannya seringkali terjadi
praktek penundaan, dan kesulitan dalam pelaksanaan hasil penyelesaian. [12]
[9] Mukshin Jamil,
Mengelola Konflik Membangun Damai, (Semarang: Walisongo Press, 2010), h.
212.
[10] Khotibul Umam,
Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia,
2010), h.10.
[11] Rachmadi
Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan...h. 79.
[12] Gatot
Soemartono, Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia... h. 139-141.