Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Pemilu
Friday, 19 August 2016
SUDUT HUKUM | Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 memuat ketentuan-ketentuan mengenai tindak pidana yang berhubungan dengan pemilu, disamping itu, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juga diatur mengenai ketentuanketentuan yang berhubungan dengan tindak pidana pemilu. Walaupun terdapat peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tentang tindak pidana pemilu, namun tidak ada satupun peraturan perundang-undangan dimaksud yang memberikan defenisi tentang tindak pidana pemilu.
Menurut Djoko Prakoso, tindak pidana pemilu adalah setiap orang badan hokum ataupun organisasi yang dengan sengaja melanggar hukum, mengacaukan, menghalang-halangi atau mengganggu jalannya pemilihan umum yang diselenggarakan menurut undang-undang.
Menurut Topo Santoso, terdapat tiga pengertian dan cakupan dari tindak pidana pemilu, yaitu:
Ketentuan mengenai tindak pidana pemilu sebagaimana diatur dalam KUHP diantaranya adalah sebagai berikut:
Pasal 145 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 memberikan batasan mengenai yang dimaksud dengan tindak pidana pemilihan adalah merupakan pelanggaran atau kejahatan terhadap ketentuan pemilihan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Adapun perbuatan-perbuatan pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 diatur dalam Pasal 177 sampai dengan Pasal 198.
Tindak pidana pemilu memiliki perbedaan yang khas dari tindak pidana pada umumnya, yang meliputi sebab-sebab terjadinya tindak pidana maupun waktu terjadinya tindak pidana. Tindak pidana pemilu berkaitan erat dengan masalah politik, sedangkan terhadap tindak pidana lain belum tentu. Jika tindak pidana pada umumnya bisa terjadi sewaktu-waktu, maka waktu terjadinya tindak pidana pemilu hanya pada waktu pemilu, yakni sekali dalam lima tahun. Sehingga usaha penanggulangan atau pencegahan terhadap tindak pidan pemilu harus bersifat khusus pula.
Djoko Prakoso, menyatakan bahwa cara penanggulangan terhadap tindak pidana
pemilu, yaitu:
Melalui kesadaran hukum yang tinggi mengakibatkan warga masyarakat mematuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.
Kenyataan bahwa masyarakat masih banyak yang belum mengetahuai hal-hal apa yang dilarang sehubungan dengan pelaksanaan pemilu, dan terutama apa sanksinya jika terjadi pelanggarab terhadap perbuatan yang dilarang itu.
Pengakuan masyarakat terhadap ketentuan hukum berarti mereka sudah mengetahui isi dan kegunaan norma hukum tersebut. Artinya, ada suatu derajat pemahaman tertentu terhadap ketentuan hukum yang berlaku.
Adakalanya suatu perbuatan yang oleh hukum atau badan peradilan diklasifikasikan sebagai kejahatan, tetapi tidak demikian oleh masyarakat. Artinya, kalaupun masyarakat melanggarnya, akibatnya tidak apa-apa. Sehubungan dengan itu, perlu ditingkatkan kesadaran masyarakat bahwa apa yang dilarang dilakukan oleh hukum (peraturan) adalah benar-benar suatu kejahatan atau perbuatan yang tidak baik.
Tidak dipersoalkan apakah masyarakat sudah mengetahui adanya larangan untuk berbuat sesuatu atau tidak, jika terjadi pelanggaran terhadap perbuatan yang dilarang tersebut, maka kepadanya akan dikenakan sanksi.

Menurut Topo Santoso, terdapat tiga pengertian dan cakupan dari tindak pidana pemilu, yaitu:
- Semua tindak pidana yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu yang diatur dalam undang-undang pemilu;
- Semua tindak pidana yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu baik yang diatur di dalam maupun di luar undang-undang pemilu (misalnya dalam KUHP);
- Semua tindak pidana yang terjadi pada saat pemilu (termasuk pelanggaran lalu lintas, penganiayaan (kekerasan), perusakan, dan sebagainya).
Ketentuan mengenai tindak pidana pemilu sebagaimana diatur dalam KUHP diantaranya adalah sebagai berikut:
- Pasal 148 KUHP menentukan bahwa “barang siapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dengan sengaja merintangi seseorang memakai hak pilihnya dengan bebas dan tidak terganggu, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan”
- Pasal 149 KUHP menentukan bahwa :
- Barang siapa waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, menyuap seseorang supaya tidak memakai hak pilihnya, atau supaya memakai hak itu menurut cara yang tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
- Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih, yang dengan menerima pemberian atau janji, mau disuap supaya memakai atau tidak memakai haknya seperti di atas.
- Pasal 150 KUHP menentukan bahwa “barangsiapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum, melakukan tipu muslihat sehingga suara orang pemilih menjadi tidak berharga atau menyebabkan orang lain daripada yang dimaksud oleh pemilih itu menjadi terpilih, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.
- Pasal 151 KUHP menentukan bahwa “barangsiapa dengan sengaja memakai nama orang lain untuk ikut dalam pemlihan berdasarkan aturan-aturan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan”.
- Pasal 152 KUHP menentukan bahwa “barangsiapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan-aturan umum dengan sengaja menggagalkan pemungutan suara yang telah diadakan atau melakukan tipu muslihat yang menyebabkan putusan pemungutan suara itu lain dari yang seharusnya diperoleh berdasarkan kartu-kartu pemungutan suara yang masuk secara sah atau berdasarkan suara-suara yang dikeluarkan secara sah, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan”.
Pasal 145 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 memberikan batasan mengenai yang dimaksud dengan tindak pidana pemilihan adalah merupakan pelanggaran atau kejahatan terhadap ketentuan pemilihan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Adapun perbuatan-perbuatan pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 diatur dalam Pasal 177 sampai dengan Pasal 198.
Tindak pidana pemilu memiliki perbedaan yang khas dari tindak pidana pada umumnya, yang meliputi sebab-sebab terjadinya tindak pidana maupun waktu terjadinya tindak pidana. Tindak pidana pemilu berkaitan erat dengan masalah politik, sedangkan terhadap tindak pidana lain belum tentu. Jika tindak pidana pada umumnya bisa terjadi sewaktu-waktu, maka waktu terjadinya tindak pidana pemilu hanya pada waktu pemilu, yakni sekali dalam lima tahun. Sehingga usaha penanggulangan atau pencegahan terhadap tindak pidan pemilu harus bersifat khusus pula.
Djoko Prakoso, menyatakan bahwa cara penanggulangan terhadap tindak pidana
pemilu, yaitu:
- Kesadaran hukum
Melalui kesadaran hukum yang tinggi mengakibatkan warga masyarakat mematuhi ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.
- Pengetahuan tentang ketentuan hukum
Kenyataan bahwa masyarakat masih banyak yang belum mengetahuai hal-hal apa yang dilarang sehubungan dengan pelaksanaan pemilu, dan terutama apa sanksinya jika terjadi pelanggarab terhadap perbuatan yang dilarang itu.
- Pengakuan terhadap ketentuan hukum
Pengakuan masyarakat terhadap ketentuan hukum berarti mereka sudah mengetahui isi dan kegunaan norma hukum tersebut. Artinya, ada suatu derajat pemahaman tertentu terhadap ketentuan hukum yang berlaku.
- Penghargaan terhadap ketentuan hukum
Adakalanya suatu perbuatan yang oleh hukum atau badan peradilan diklasifikasikan sebagai kejahatan, tetapi tidak demikian oleh masyarakat. Artinya, kalaupun masyarakat melanggarnya, akibatnya tidak apa-apa. Sehubungan dengan itu, perlu ditingkatkan kesadaran masyarakat bahwa apa yang dilarang dilakukan oleh hukum (peraturan) adalah benar-benar suatu kejahatan atau perbuatan yang tidak baik.
- Menerapkan asas “tiada maaf bagi mereka yang tidak mengetahui undang-undang (Ignoronto Legis Excusat Neminem)
Tidak dipersoalkan apakah masyarakat sudah mengetahui adanya larangan untuk berbuat sesuatu atau tidak, jika terjadi pelanggaran terhadap perbuatan yang dilarang tersebut, maka kepadanya akan dikenakan sanksi.