Aliran-aliran dalam Menemukan Hukum oleh Hakim
Tuesday, 13 September 2016
SUDUT HUKUM | Aliran-aliran dalam Menemukan Hukum oleh Hakim
Legisme
Pada abad pertengahan timbullah aliran yang berpendapat bahwa
satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang, sedangkan peradilan berarti semata-mata
penerapan undang-undang pada peristiwa yang konkrit.
Hakim hanyalah subsimpte automaat, sedangkan metode yang
dipakai adalah geometri yuridis. Kebiasaan hanya mempunyai kekuataan hukum apabila ditunjuk oleh
undang-undang.
Hukum dan undang-undang adalah identik, yang dipentingkan disni
adalah kepastian hukum. Ajaran ini sesuai dengan hukum kodrat yang rasionalistis dari abad
ke 17 dan 18. Ajaran Trias Politica (Montesquieu) mengatakan bahwa pembentukan hukum semata-mata adalah
hak istimewa dari pembentuk undang-undang, sedang kebiasaan bukanlah
sumber hukum.

Menurut ajaran kedaulatan hukum maka satu-satunya sumber hukum
adalah kesadaran hukum dan yang disebut hukum hanyalah yang memenuhi kesadaran hukum orang
banyak.
Begriffsjurisprudenz
Menurut aliran ini undang-undang sekalipun tidak lengkap tetap
mempunyai peran penting, tetapi hakim mempunyai peran yang lebih aktif. Di samping
undang-undang masih ada sumber hukum lain antara lain kebiasaan.
Aliran ini melihat hukum sebagai suatu sistem atau kesatuan
tertutup yang menguasai semua tingkah laku sosial. Dasar dari hukum adalah suatu system azas-azas
hukum serta pengertian dasar yang menyediakan kaedah yang sudah pasti untuk setiap
peristiwa konkret. Hakim memang bebas dari ikatan undang-undang tetapi harus bekerja dalam sistem
hukum yang tertutup.
Menurut aliran ini pengertian hukum tidaklah sebagai sarana tetapi
sebagai tujuan, sehingga ajaran hukum menjadi ajaran tentang pengertian (Begriffsjurisprudenz),
suatu permintaan pengertian. Titik tolak pandangan ini ialah bahwa undang-undang
bukanlah satu-satunya sumber hukum. Masih ada sumber hukum lain tempat hakim menemukannya.
Undang-undang, kebiasaan dan sebagainya hanyalah sarana hakim dalam
menemukan hukumnya. Yang dipentingkan disini bukanlah kepastian hukum,
melainkan kemanfaatannya bagi masyarakat.
Aliran ini sangatalah berlebihan karena
berpendapat bahwa hakim tidak hanya boleh mengisi kekosongan undang-undang saja, tetapi bahkan boleh
menyimpang. Kebebasan Hakim ini terpecah menjadi dua aliran, yaitu aliaran sosiologis,
yang berpendapat bahwa untuk menemukan hukum hakim harus mencarinya dalam kebiasaan-kebiasaan
dalam masyarakat, dan aliran hukum kodrat yang berpendapat bahwa untuk menemukan hukumnya
harus dicari dalam hukum kodrat.
Walau bagaimana pun juga aliran bebas ini telah menanamkan dasar
bagi pandangan yang
sekarang berlaku tentang undang-undang dan fungsi hakim.
Aliran yang berlaku sekarang
Pandangan-pandangan ekstrim tersebut diatas ternyata tidak dapat
bertahan. Timbulah kemudian aliran baru yang berpendapat bahwa sumber hukum tidak hanya
undang-undang yang merupakan peraturan umum yang diciptakan oleh pembentuk undang-undang itu
tidaklah lengkap karena tidak mungkin mencakup segala kegiatan kehidupan manusia.
Banyak
hal yang tidak sempat diatur oleh undang-undang: undang-undang banyak kekosongannya.
Kekosongan ini diisi oleh peradilan. Dengan jalan penafsiran hakim mengisi kekosongan
undang-undang itu. Di samping undang-undang dan peradilan masih terdapat hukum yang tumbuh di
dalam masyarakat, yaitu hukum kebiasaan. Pekerjaan hakim kecuali bersifat praktis rutin
juga ilmiah, sifat pembawaan tugasnya menyebabkan ia harus selalu mendalami ilmu pengetahuan
hukum untuk memantapkan pertimbangan-pertimbangan
sebagai dasar dari putusannya.