Katagori Rawi Berdasar Jarh wa Ta’dil
Wednesday, 7 September 2016
SUDUT HUKUM | Dalam
proses transmisi hadits, keberadaan rawi menjadi kajian penting guna menentukan
diterima atau ditolak hadits yang diriwayatkan. Dari kelima syarat keshahihan
hadits, hal yang berkaitan dengan rawi hadits mendapat porsi lebih besar yakni:
- Ketersambungan sanad,
- Dhabitnya rawi dan
- Adilnya rawi.
Berpijak
pada aspek integritas dan profesionalitas tersebut, rawi dapat
dikelompokkan dalam tiga katagori yaitu:
- Martabah al-qabul; yakni para rawi dengan integritas dan profesionalitas periwayatan tinggi sehingga nyaris tidak ditemukan kesalahan dalam meriwayatkan hadits.
- Martabah al-I’tibar; yakni para rawi dengan integritas moral namun profesionalitasnya lemah sehingga kadang ditemukan kesalahan redaksi maupun substansi dalam periwayatannya.
- Martabah al-Radd; para rawi dengan integritas moral yang rendah terlebih dalam kejujuran ilmiah atau para rawi dengan integritas moral tinggi namun tidak profesional dalam periwayatan hadits hingga sering melakukan kesalahan periwayatan.

Dengan
merujuk pendapat ulama jarh wa ta’dil yang dirangkum
dalam kitab tahzib al-kamal dan tahzib al-tahzib, bisa diketahui
kesimpulan penilaian dari beragam penilaian yang disematkan
pada rawi dimaksud. Ada fenomena unik dari kesimpulan
penilaian terhadap rawi dalam kitab tahzib
al-kamal dan tahzib
al-tahzib sehingga rawi dapat dikelompokkan
berdasar kesepakatan
penilaian yang ada seperti tabel berikut:
No
|
Kategori
|
1
|
Muttafaq ‘ala tautsiqih (rawi
yang disepakati integritas dan
profesionalitasnya)
a. Disepakati sebagai rawi hadits shahih
b. Disepakati sebagai rawi hadits hasan
c. Diperselisihkan antara sebagai rawi hadits shahih atau
hasan
|
2
|
Al-tsiqah alladzin dhu’ifu fi halin mu’ayyan (rawi tsiqah yang
dalam kondisi tertentu dinilai dha’if)
|
3
|
Muttafaq ‘ala tajrihih (rawi
yang disepakati dhaif dengan
berbagai tingkatan
a. Disepakati sebagai rawi dengan katagori i’tibar
b. Disepakati sebagai rawi dengan katagori al-radd
|
4
|
Mukhtalaf fih (rawi
yang diperselisihkan kualitasnya)
a. Berbeda antara katagori al-qabul
dan al-i’tibar
b. Berbeda antara katagori al-qabul
dan al-radd
c. Berbeda antara katagori al-i’tibar
dan al-radd
|
Kesimpulan
kualitas rawi dapat diketahui dan ditentukan kiranya
rawi tersebut disepakati para ulama jarh ta’dil (muttafaq
‘ala ta’dilih
ataupun muttafaq ‘ala tajrihih). Namun apabila rawi yang dimaksud
diperselisihkan (mukhtalaf fih), tentu berimplikasi menimbulkan
masalah yang ujungnya dipermasalahkan pula derajat hadits
yang diriwayatkan.
Pada
kasus rawi mukhtalaf fih, suatu keniscayaan bila serangan
(tajrih)
yang disifatkan mungkin didasarkan pada hal-hal subjektif
kritikus (naqid),
oleh karena para ulama jarh wa ta’dil mempertimbangkan
perkara firqah, madzhab, bid’ah yang jelas terjadi
dalam kaum muslimin, ada ulama (misal Imam Ahmad) yang berpendapat
boleh menerima periwayatan rawi bermadzhab
(murji’ah,
qodariyah dan golongan sesat lain) asal dia tidak mengajak
orang lain dalam membahas madzhabnya. Di lain kondisi ada
pula ulama yang keukeuh menolak selama rawi berbeda madzhab.
Dengan
kondisi seperti ini tentu akan sangat rancu apabila tidak
disusun kaidah yang kuat dalam penilaian jarh wa
ta’dil, karena
sebagai manusia setiap rawi tidak akan pernah luput dari kritikan
(jarh).
Dengan demikian kaidah jarh wa ta’dil mutlak harus ada
sebagai acuan menilai kualitas integritas dan profesionalitas rawi.