Konsep Perlindungan Hukum
Wednesday, 21 September 2016
SUDUT HUKUM | Sebagai makhluk sosial maka sadar atau tidak
sadar manusia selalu melakukan perbuatan hukum (rechtshandeling) dan
hubungan hukum (rechtsbetrekkingen).[1]
Suatu hubungan hukum akan memberikan hak dan kewajiban yang telah ditentukan
oleh peraturan perundang-undangan, sehingga apabila dilanggar akan
mengakibatkan pihak pelanggar dapat dituntut di pengadilan.[2] Tiap
hubungan hukum tentu menimbulkan hak dan kewajiban, selain itu masing-masing
anggota masyarakat tentu mempunyai hubungan kepentingan yang berbeda-beda dan
saling berhadapan atau berlawanan, untuk mengurangi ketegangan dan konflik maka
tampil hukum yang mengatur dan melindungi kepentingan tersebut yang dinamakan
perlindungan hukum.
Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan
yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang
bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun
tidak tertulis. Dengan
kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu
konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan
dan kedamaian.

Dalam perkembangannya, antara suatu Negara
dengan warga negaranya akan terjalin suatu hubungan timbal balik, yang
mengakibatkan adanya suatu hak dan kewajiban antara satu sama lain, dan
perlindungan hukum merupakan salah satu hak yang wajib diberikan oleh suatu
Negara kepada warga negaranya.
Perlindungan hukum selalu dikaitkan dengan
konsep rechtstaat atau konsep Rule of Law karena lahirnya
konsep-konsep tersebut tidak lepas dari keinginan memberikan pengakuan dan
perlindungan terhadap hak asasi manusia. Konsep Rechtsct muncul di abad
ke-19 yang pertama kali dicetuskan oleh Julius Stahl.Pada saatnya hampir
bersamaan muncul pula konsep negara hukum (rule of Law) yang dipelopori oleh
A.V.Dicey. menurut A.V. Dicey menguraikan adanya 3 (tiga) ciri penting negara
hukum yang disebut dengan Rule of Law, yaitu:[3]
Baca Juga
- Supermasi hukum, artinya tidak boleh ada kesewenang-wenangan, sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum.
- Kedudukan yang sama didepan hukum, baik bagi rakyat biasa atau pejabat pemerintah.
- Terjaminnya hak-hak manusia dalam undang-undang atau keputusan pengadilan.
Sehingga dapat dikatakan, jika suatu Negara
mengabaikan dan melanggar hak asasi manusia dengan sengaja dan menimbulakn
suatu penderitaan yang tidak mampu diatasi secara adil, maka Negara tersebut
tidak dapat dikatakan sebagai suatu Negara hukum dalam arti sesungguhnya.[4]
Secara gramatikal, perlindungan berarti tempat
untuk berlindung atau hal (perbuatan) memperlindungi. Memperlindungi
adalah menjadikan atau menyebabkan berlindung. Sedangkan Sudikno Mertokusumo mengartikan
bahwa hukum adalah kumpulan peraturan dan kaedah yang mempunyai isi yang bersifat
umum, karena dapat berlaku bagi setiap orang, dan normatif, karena sebagai
dasar untuk menentukan apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan,
ataupun apa yang harus dilakukan, serta mengatur tentang cara melaksanakan
kaedah-kaedah tersebut.[5] Dengan
demikian, dapat diartikan bahwa perlindungan hukum adalah suatu perbuatan untuk
menjaga kepentingan subyeksubyek hukum dengan peraturan-peraturan atau kaidah
yang berlaku.
Satjipto Raharjo mendefinisikan Perlindungan
Hukum adalah Upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara memberikan
suatu kekuasaan kepada orang tersebut untuk melakukan tindakan yang dapat
memenuhi kepentingannya.[6] Sementara
itu, Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa, Perlindungan Hukum adalah suatu
tindakan untuk melindungi atau memberikan pertolongan kepada subyek hukum,
dengan menggunakan perangkat-perangkat hukum.[7] Sedangkan
menurut CST Kansil, Perlindungan Hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus
diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara
pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.
Menurut Muktie A. Fadjar, Perlindungan Hukum
adalah penyempitan arti dari perlindungan, dalam hal ini hanya perlindungan
oleh hukum saja. Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan
adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai
subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta lingkungannya.
Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu
tindakan hukum.
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dijelaskan bahwa perlindungan hukum
adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban
yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian,
kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan
penetapan pengadilan. Sedangkan pengertian perlindungan yang tertuang dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2002 tentang Tata Cara Perlindungan Terhadap
Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat, adalah suatu
bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat
keamanan untuk memberikan rasa aman baik fisik maupun mental, kepada korban dan
saksi, dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun, yang
diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan
di sidang pengadilan.
Dengan demikian, suatu perlindungan dapat
dikatakan sebagai perlindungan hukum apabila mengandung unsur-unsur sebagai
berikut:
- Adanya pengayoman dari Pemerintah terhadap warga negaranya;
- Jaminan kepastian hukum.
- Berkaitan dengan hak-hak warganegara.
- Adanya sanksi hukuman bagi pihak yang melanggarnya.
Secara teoritis, bentuk perlindungan hukum
dibagi menjadi 2 jenis, yaitu Perlindungan yang bersifat preventif dan
Perlindungan Represif. Perlindungan Hukum Preventif merupakan perlindungan yang
sifatnya pencegahan, sebelum seseorang dan/atau kelompok melakukan suatu
kegiatan yang bersifat negatif atau melakukan suatu kejahatan yang diniatkan,
sehingga dapat menghindarkan atau meniadakan terjadinya tindakan yang kongkrit. Adanya
perlindungan hukum ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa dan sangat
berarti bagi tindakan pemerintah yang didasarkan pada kebebasan bertindak. Hal
ini juga mendorong pemerintah untuk lebih berhati-hati dalam mengambil
keputusan, karena rakyat juga dapat mengajukan keberatan ataupun dimintai
pendapatnya mengenai rencana keputusan tersebut.
Sementara perlindungan hukum yang represif
berfungsi untuk menyelesaikan apabila terjadi sengketa.[8] Untuk
menjalankan perlindungan hukum yang represif bagi rakyat Indonesia, terdapat
berbagai badan yang secara parsial mengurusnya. Badan-badan tersebut
selanjutnya dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu:
- Pengadilan dalam lingkup Peradilan Umum;
- Instansi Pemerintah yang merupakan lembaga banding administrasi.
Penanganan perlindungan hukum bagi rakyat
melalui instansi pemerintah yang merupakan lembaga banding administrasi adalah
permintaan banding terhadap suatu tindak pemerintah oleh pihak yang merasa
dirugikan oleh tindakan pemerintah tersebut. Sehingga, instansi pemerintah yang
berwenang untuk mengubah bahkan dapat membatalkan tindakan pemerintah tersebut.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa Perlindungan Hukum adalah segala upaya pemerintah untuk
menjamin adanya kepastian hokum untuk memberi perlindungan kepada warganya agar
hak-haknya sebagai seorang warga negara tidak dilanggar, dan bagi yang
melanggarnya akan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.
[1] R. Soeroso, 2006, Pengantar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h. 49.
[2] Soedjono Dirjosisworo, 2001, Pengantar Ilmu Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 131.
[3] Nuktoh Arfawie Kurdie, 2005, Telaah Kritis Teori Negara Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 19.
[4] Zulham, 2013, Hukum Perlindungan Konsumen, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 133.
[5] Sudikno Mertokusumo, 1991, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, h. 38.
[6] Satjipto Raharjo, 2003, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Kompas, Jakarta, h. 121.
[7] Philipus M. Hadjon, 2011, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, h. 10.
[8] Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, PT. Bina Ilmu, Surabaya, h. 2.
[2] Soedjono Dirjosisworo, 2001, Pengantar Ilmu Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 131.
[3] Nuktoh Arfawie Kurdie, 2005, Telaah Kritis Teori Negara Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 19.
[4] Zulham, 2013, Hukum Perlindungan Konsumen, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 133.
[5] Sudikno Mertokusumo, 1991, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, h. 38.
[6] Satjipto Raharjo, 2003, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Kompas, Jakarta, h. 121.
[7] Philipus M. Hadjon, 2011, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, h. 10.
[8] Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, PT. Bina Ilmu, Surabaya, h. 2.