Maqashid Menurut Imam al-Thufi (wafat th 716 H)
Wednesday, 14 September 2016
SUDUT HUKUM | Najm al-Din al-Thufi lahir pada
667 disebauh desa bernama Tuf yang berdekatan dengan bahdad. Dikalangan ulama
ushul, al-Thufi sebagai pengikut fiqh Hambali dikenal pemberani sekaligus
kontorversi, semua itu karena gagasanya tentang maslahat atau ri’ayah
al-maslahah. Inti pemikiran al-Thufi terdapat
dalam al-Ta’yin fi Syarh al-arba’in yang secara khusus menjelaskan
maksud hadits La dlarara wala dlirara.
Secara garis besar al-Thufi
memeberi prioritas pada ri’ayah almaslahah dari pada Nash. Adapun dasar argumen
yang digunakan adalah hadits La dlarara wala dlirara selain lebih kuat
dari nash dalil ri’ayah almaslahah juga lebih kuat dari pada ijma salah satu
alasannya menurut al-Thufi: ijma adalah produk dari ketidak sepakatan atas
suatu hal kemudain dijadikan satu kesepakatan, berbeda dengan .ri’ayah
al-maslahah yang sedari awal sudah menjadi kesepakatan. Bagi al-Thufi berpegang
pada kesepakatan di awal itu lebih baik dari pada telah berselisih semenjak awalnya
(ijma’).[1]
Konsep Ri’ayah al-Maslahah al-Thufi
bebrbeda dengan konsep al-Maslahah al-Mursalah sebagai mana dikenal
umumnya dalam madzhabmadzhab fiqh, terutama madzhab maliki pada dasarnya konsep
ri’ayah almaslahah al-thufi dibangun berdasar nash (al-Qur’an dan
al-Hadits) dan ijma untuk wilayah Ibadat, dan bersandar pada pertimbangan
maslahat untuk wilayah mu’amalat dasar inilah yang menurut al-Thufi
lebih kuat dari pada yang ada dalam al-maslahah al-mursalah. pada
kesimpulanya ri’ayah al-maslahah yang memiliki dasar nash dan ijma itu
lebih kuat dari pada yang tidak memiliki dasar. inilah letak perbedaan antara ri’ayah
almaslahah dan al-maslahah al-mursalah.
Secara umum al-Thufi pengikut
al-Ghozali. Penjelasanya tentang Maqashid al_syari’ah hampir mirip
dengan al-Ghozali diamana al-Ghozali membagi maqashid menjadi ukhrawi dan
duniawi sedangkan al-Thufi membaginya menjadi syara’ dan adat. Kemudian pada
tingkatan maqashid primer, skunder dan suplementer, berikut tentang lima macam hak
primer: agama, jiwa, akal, keturunan, harta. Konsep yang dikembangkan al-Thufi
masih kental dengan nuansa warisan al-Ghozali.
[1] Najm al-Din al-Thufi, al-Ta’yin
fi Syarh al-Arba’in, Diterjemah Oleh : Ahmad Haj Muhammad Usman (Muassah
al-Rayan,1998) Hal 237-238