Pembatalan perdamaian
Sunday, 11 September 2016
Pengertian Pembatalan Perdamaian
Makna pembatalan perjanjian terdapat dalam Pasal 1253 KUH Perdata,
suatu perikatan adalah bersyarat ia digantungkan pada suatu peristiwa
yang masih akan datang dan masih belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan
peristiwa semacam itu, maupun secara membatalkan perikatan menurut terjadi
atau tidak terjadinya peristiwa tersebut.
Pembatalan perdamaian diatur dalam
Pasal 1859 KUH Perdata yang menyatakan bahwa, namun itu suatu perdamaian dapat dibatalkan apabila telah terjadi kekhilafan mengenai orang dan
pokok-pokok perselisihan. Ia dapat dibatalkan dalam segala hal dimana telah
dilakukan penipuan atau paksaan.
Syarat dan Prosedur Pembatalan Perdamaian
Menurut ketentuan Pasal 1265 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa:
Suatu syarat adalah syarat yang bila dipenuhi, menghentikan perikatan dan membawa segala suatu kembali pada keadaan semula, seolah-olah tidak tidak pernah ada suatu perikatan. Syarat ini tidak menangguhkan pemenuhan perikatan, hanyalah ia mewajibkan kreditor mengembalikan apa yang telah diterimanya, apabila peristiwa yang dimaksud telah terjadi.
Pembatalan perjanjian dapat dimintakan jika:
- tidak telah terjadi kesepakatan bebas dari para pihak yang membuat perjanjian, baik karena telah terjadi kekhilafan, paksaan atau penipuan pada salah satu pihak dalam pernjanjian pada saat perjanjian itu dibuat;
- salah satu pihak tidak cakap untuk bertindak dalam hukum, dan atau tidak memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan atau perbuatan hukum tertentu (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003: 32).

Menurut ketentuan Pasal 170 Ayat (1) UU No. 37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan PKPU, kreditor dapat menuntut pembatalan
suatu perdamaian yang telah disahkan apabila debitor lalai memenuhi isi
perdamaian tersebut.. Perdamaian dalam proses PKPU yang disetujui oleh para
kreditor dan telah mendapatkan pengesahan oleh Pengadilan Niaga dapat dimintakan pembatalan oleh para kreditor, jika debitor tidak memenuhi isi
perdamaian yang telah disepakati.
Menurut ketentuan Pasal 171 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan PKPU, tuntutan pembatalan perdamaian wajib diajukan dan ditetapkan
dengan cara yang sama, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal
9, Pasal 11, Pasal 12 dan Pasal 13 untuk permohonan pernyataan pailit.
Permohonan pembatalan perdamaian harus diajukan oleh seorang advokat, kecuali
dalam hal pemohon adalah Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar
Modal, dan Menteri Keuangan. Pengadilan wajib memanggil debitor, dalam hal
pemohon pembatalan perdamaian diajukan oleh kreditor, Kejaksaan, Bank
Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal atau Menteri Keuangan. Pemanggilan dilakukan
oleh juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat 7 (tujuh) hari
sebelum sidang pemeriksaan pertama diselenggarakan.
Debitor wajib membuktikan perdamaian telah dipenuhi. Pengadilan
berwenang memberikaan kelonggaran kepada debitor untuk memenuhi kewajibannya
paling lama 30 (tiga puluh hari) setelah putusan pemberian kelonggaran,
hal tersebut berdasarkan Pasal 170 Ayat (3) UU No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan PPKPU. Permohonan pembatalan perdamaian harus dikabulkan jika
terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan
pembatalan perdamaian telah dipenuhi.
Putusan pembatalan perdamaian harus
diucapakan paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah permohonan pembatalan
perdamaian didaftarkan. Menurut ketentuan Pasal 291 Ayat (2) UU No.37 Tahun
2004 tentang Kepailitan dan PKPU, dalam putusan pengadilan yang membatalkan
perdamaian, debitor juga harus dinyatakan pailit. Putusan pembatalan perdamaian memerintahkan supaya kepailitan dibuka kembali, dengan pengangkatan
seorang hakim pengawas, kurator dan anggota panitia kreditor, apabila dalam
kepaillitan terdahulu ada suatu panitia seperti itu.
Akibat Hukum Pembatalan Perdamaian
Menurut ketentuan Pasal 172 Ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan PKPU, dalam putusan pembatalan perdamian diperintahkan supaya
kepailitan dibuka kembali, dengan pengangkatan seorang hakim pengawas,
kurator, dan anggota panitia kreditor, apabila dalam kepailitan terdahulu sudah
ada suatu paniitia seperti itu. Kepailitan dibuka kembali berlaku Pasal 17
Ayat (1), Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, dan pasal-pasal dalam Bagian Kedua,
Bagian Ketiga, dan Bagian Keempat dalam Bab II undang-undang ini.
Berdasarkan
ketentuan Pasal 175 Ayat (1) UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan
PKPU, setelah kepailitan dibuka kembali, maka tidak dapat lagi ditawarkan
perdamaian.dan
kurator harus segera melakukan tindakan pemberesan terhadap harta
paillit tersebut.
Menurut ketentuan Pasal 176 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan
dan PKPU, dalam hal kepailitan dibuka kembali, Harta pailit dibagi
antara para kreditor dengan cara:
- jika kreditor lama maupun kreditor baru belum mendapat pembayaran, hasil penguangan harta pailit dibagi di antara mereka secara pro rata;
- jika telah dilakukan pembayaran sebagian kepada kreditor lama, kreditor lama dan kreditor baru berhak menerima pembayaran sesuai dengan persentase yang telah disepakati dalam perdamaian;
- kreditor lama dan kreditor baru berhak memperoleh pembayaran secara pro rata atas sisa harta pailit setelah dikurangi pembayaran sebagaimana dimaksud pada huruf b sampai dipenuhinya seluruh piutang yang diakui;
- kreditor lama yang telah memperoleh pembayaran tidak diwajibkan untuk mengembalikan pembayaran yang telah diterimanya.