Pengertian Daluwarsa dan Dasar Hukum
Monday, 5 September 2016
SUDUT HUKUM | Daluwarsa
adalah lewatnya waktu yang menjadi sebab gugurnya atau hapusnya hak
untuk menuntut atau melaksanakan hukuman terhadap seseorang yang
melakukan tindak pidana. Dalam perspektif KUHP bahwa pada dasarnya
semua pelaku (dalam arti luas) dari suatu tindak pidana harus dituntut di
muka sidang pengadilan pidana, akan tetapi baik secara umum atau secara khusus
undang-undang menentukan peniadaan dan atau penghapusan penuntutan
dalam hal-hal tertentu, misalnya karena daluwarsa.[1]
Hal ini sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 78 KUHP bahwa hak menuntut pidana hapus karena
daluwarsa…[2]
Dasar dari
ketentuan tersebut sama dengan dasar dari ketentuan pasal 76 ayat (1)
tentang asas ne bis in idem ialah
untuk kepastian hukum bagi setiap kasus
pidana, agar si pembuatnya tidak selama-lamanya ketenteraman hidupnya
diganggu tanpa batas waktu oleh ancaman penuntutan oleh negara, pada suatu
waktu gangguan seperti itu harus diakhiri. Orang yang berdosa karena
melakukan tindak pidana, untuk menghindari penuntutan oleh negara, mengharuskan
dia untuk selalu bersikap waspada kepada setiap orang, bersembunyi,
menghindari pergaulan umum yang terbuka, semua itu membuat ketidaktenangan
hidupnya. Ketidaktenangan hidup yang sekian lama sebelum masa daluwarsa
berakhir pada dasarnya adalah suatu penderitaan jiwa, yang tidak berbeda
dengan penderitaan akibat menjalani suatu pidana yang dijatuhkan
oleh pengadilan.[3]
Selain alasan
untuk kepastian hukum, prinsip lewatnya waktu ini, juga didasarkan
pada faktor kesulitan dalam hal untuk mengungkap kasus perkara. Mengajukan
tuntutan pidana pada dasarnya adalah berupa pekerjaan mengungkap
suatu peristiwa sebagaimana kejadian senyatanya (materiele waarheid)
pada waktu kejadian yang sudah berlalu. Pengungkapan peristiwa itu memerlukan
bukti-bukti yang ditentukan dan diatur menurut ketentuan Undang-undang,
baik mengenai macam-macamnya maupun cara dan sistem penggunaannya.
Semakin lama lewatnya waktu akan semakin sulit untuk memperoleh
alat-alat bukti tersebut. Semakin lama ingatan seorang saksi akan semakin
berkurang bahkan lenyap atau lupa tentang suatu kejadian yang dilihatnya
atau dialaminya. Demikian juga benda-benda bukti, dengan waktu yang lama akan
menyebabkan benda itu menjadi musnah atau hilang dan tidak ada lagi. Dengan
berlalunya waktu yang lama memperkecil keberhasilan bahkan dapat.
menyebabkan kegagalan dari suatu pekerjaan penuntutan.[4]
Satu hal lagi
yang penting, ialah dengan lewatnya waktu penderitaan batin, baik
bagi korban dan keluarganya maupun masyarakat sebagai akibat dari suatu
tindak pidana akan semakin berkurang yang pada akhirnya akan lenyap atau
lupa dari ingatan. Jika dilihat dari teori pembalasan, menjadi tidak penting lagi
untuk mengungkap suatu kasus yang sudah dilupakan oleh masyarakat.
Walaupun zaman modern sekarang teori pembalasan dinilai oleh banyak
kalangan sudah kuno, namun masih menjadi bahan pertimbangan hukum.
Dasar hukum
hapusnya hak menuntut pidana karena daluwarsa diatur dalam Pasal 78 sampai
dengan Pasal 81 KUHP.
[1]
E.Y.
Kanter dan Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya, Jakarta:
Alumni, 1982, hlm. 426.
[2] Moeljatno,
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
Jakarta: Bumi Aksara, 2003, hlm. 33.
[3]
Adami
Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 2,
Jakarta: PT raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 173.
[4] Ibid.,
hlm. 174.