Pengertian Dissenting Opinion
Friday, 30 September 2016
SUDUT HUKUM | Dissenting
opinion adalah
perbedaan pendapat tentang amar putusan hukum dalam suatu kasus tertentu,
manfaatnya adalah untuk meruntut fakta hukum (lex factum) yang
keliru diterapkan dalam suatu putusan hakim Pengadilan, hal mana dipandang
perlu untuk ditangguhkan sementara, diuji materil atau dibatalkan apabila
putusan belum mempunyai kekuatan hukum tetap, jadi ketika ada pendapat
yang berbeda (dissenting opinion) dari salah satu hakim tapi putusan itu belum
mempunyai kekuatan hukum tetap, maka menjadikan putusan itu harus
ditangguhkan sementara, diuji materilnya atau dibatalkan.[1]
Dalam dissenting opinion terdapat
tiga ketentuan menurut kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(UU No. 8 tahun 1981). Pertama, pada azasnya setiap putusan itu adalah
diambil dengan musyawarah. Dalam hukum acara peradian Islam, musyawarah
merupakan bagian daripada pengetahuan hakim dalam menganalisa
bukti-bukti dan saksi-saksi. Kedua, putusan diambil dengan suara terbanyak, dalam
penjelasan ini apabila hakim lebih dari satu orang, maka apabila terjadi
perbedaan yang wajib diambil adalah suara terbanyak (vooting). Ketiga,
jika ketentuan pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah dan suara
terbanyak tidak dapat dipenuhi maka diambil putusan yang lebih
menguntungkan bagi terdakwa, maka diambillah putusan yang paling ringan dan
tidak memberatkan bagi terdakwa/tergugat.
Kedudukan dissenting opinion adalah
sebagai yurisprudensi untuk kasus-kasus serupa yang menjadi
persoalan perbedaan pendapat, namun itu tidak bisa dijadikan sebagai
dasar hukum hanya sebagai referensi, karena mengikuti sistem hukum civil
law yang hanya mengakui hukum yang dikodifikasikan.[2]
Dissenting
opinion bukan
suatu hal yang baru, khususnya dalam komunitas masyarakat hukum yang
secara tatanan keilmuan telah mempelajari teori–teori maupun aplikasinya
dalam bidang hukum. Seiring dengan perkembangan zaman dimana muncul
banyak sekali kasus-kasus yang menuntut kecermatan dari para
hakim dalam memutuskannya, maka di Indonesia diterapkan juga
penggunaan dissenting opinion. Selain itu, penerapan dissenting opinion juga
dilatarbelakangi oleh sebuah pemikiran sederhana yang menyatakan bahwa
sebuah putusan itu baru bisa disebut adil apabila setiap hakim bisa
menggunakan haknya untuk mengungkapkan pandangannya secara bebas,
terbuka, dan jujur dengan tentunya menggunakan pertimbangan hukum sampai dihasilkan
satu putusan yang bersifat kolektif. Di Indonesia istilah dissenting
opinion mulai mencuat dikarenakan kasus-kasus korupsi yang ditangani oleh Mahkamah Agung (MA).
[1]
H.F.
Abraham Amos, Legal opinion: Aktualisasi Teoritis dan Empirisme,
Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2004, hlm. 17.
[2]
IKAHI, Varia
Peradilan, tahun ke XXI No. 253 Desember 2006