Pengertian Hakim
Wednesday, 14 September 2016
SUDUT HUKUM | Hakim adalah pegawai negeri sipil yang mempunyai jabatan
fungsional. Tugas hakim adalah mengkonstatir,mengkwalifisir dan kemudian mengkonstituir. Apa yang
harus dikonstituirnya adalah peristiwa dan kemudian peristiwa ini harus dikwalifisir,
Pasal 4 ayat (1) UU.No 48 tahun 2009 mewajibkan hakim mengadili menurut hukum. Maka oleh karena itu
hakim harus mengenal hukum disamping peristiwanya. 
Hakim memiliki kewenangan
untuk melakukan penafsiran, melakukan analogi, melakukan penghalusan hukum dan
lain-lain. Hal ini kemudian yang sering diistilahkan judge made law atau penemuan hukum (rechtsvinding)
konsep ini di Indonesia, diakomodir di dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman
Nomor 48 tahun 2009 dimana dalam Pasal 16 ayat (1), dinyatakan sebagai berikut :
Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa,mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”.
Pada Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tersebut,
sangat jelas terlihat bahwa hakim tidak boleh menolak mengadili suatu perkara atas dasar
ketiadaan dasar hukum. Sehingga dalam konteks hukum Indonesia kebangkrutan hukum tidaklah
diperbolehkan, dengan adanya ketentuan ini. Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48
tahun 2009 yang sebelumnya ada pada Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang nomor 14 tahun 1970
tentang pokok kekuasaan kehakiman, oleh Mochtar Kusumaatmadja disebut juga dengan asas non-liquiet
yang merupakan cerminan dari Pasal 22 Algemene Bepalingen (AB) pada masa
Belanda. ( Mochtar Kusumaatmadja & B.Arief Sidharta,2002:hlm 99) 
Asas ini kemudian mendasari atau memberikan peluang bagi hakim,
untuk menafsirkan dan menerapkan konsep penemuan hukum dalam sistem hukum Indonesia.
Namun demikian, persoalan yang muncul adalah mengenai apakah hakim dalam konteks
penemuan hukum memiliki kesamaan pengertian dengan konsep hakim membuat hukum (judge
made law) seperti di dalam hukum common law.
Hal itu menunjukkan fungsi utama hakim dalam memberikan putusan
terhadap perkara yang diajukan kepadanya.( Nanda Dewa Agung Dewantara, 2005: 28).
Kebebasan hakim dapat pula bertindak sewenang-wenang. Untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan
tersebut, harus diciptakan batasan-batasan tanpa mengorbankan prinsip kebebasan
sebagai hakikat kekuasaan kehakiman.
Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa seorang hakim tidak
menjatuhkan putusan kepada seseorang,kecuali dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti
yang sah. Hakim sudah memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan
terdakwalah yang bersalah melakukannya( Pasal 183 UU No.8 tahun 1981).
Hal ini menunjukkan adanya kemandirian, atau bebas menentukan
timbulnya keyakinan dalam dirinya berdasarkan alat-alat bukti yang dihadapkan ke muka sidang. Di dalam tindak pidana korupsi ada yang dinamakan hakim karier dan
hakim adhoc sebagaiman dinyatakan pada Pasal 1 UU No. 46 tahun 2009 tentang Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi, yaitu:
- Hakim adalah hakim karier dan hakim Ad hoc
 - Hakim karier adalah hakim pada pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung yang ditetapkan sebagai hakim tindak pidana korupsi.
 - Hakim Ad hoc adalah seseorang yang diangkat berdasarkan persyaratan yang ditentukan dalam undang-undang ini sebagai hakim tindak pidana korupsi.