Pengertian Maqashid al-Syari’ah
Tuesday, 6 September 2016
SUDUT HUKUM | Secara Lughawi (bahasa), Maqashid
al-syrai’ah terdiri dari dua kata, yakni Maqashid dan syari’ah.
Maqashid adalah bentuk plural dari Maqshad, Qashd, Maqshid atau Qushud
yang merupakan bentuk kata dari Qashada Yaqshudu dengan beragam
makna, seperti menuju suatu arah, tujuan, tengahtengah, adil dan tidak
melampaui batas, jalan lurus, tengah-tengah antara berlebih-lebihan dan
kekuarangan.[1]
Adapun Syari’ah secara
bahasa berarti jalan menuju sumber air. Jalan menuju sumber air ini dapat pula
dikaitkan sebagai jalan ke sumber pokok kehidupan.[2]
Sedangkan
menurut Yusuf Qardhowi dalam bukunya “Membumikan Syariat Islam” dengan
mengutip dari “Mu’jam Al-Fadz al-Qur’an al-Karim” menjelaskan bahwa kata
Syari’at berasal dari kata Syara’a al syari’a yang berarti
menerangkan atau menjelaskan sesuatau, atau juga berasal dari kata syir’ah dan
syari’ah yang berarti suatu tempat yang dijadikan sarana untuk mengambil
air secara langsung sehingga orang yang mengambilnya tidak memerlukan bantuan
alat lain[3] kesamaan syari’at
dengan arti bahasa syari’ah yakni jalan menuju sumber air ini adalah dari segi
bahwa siapa saja yang mengikuti Syari’ah itu, ia akan mengalir dan
bersih jiwanya. Allah menjadikan air sebagai penyebab kehidupan tumbuh-tumbuhan
dan hewan sebagaimana dia menjadikan syari’ah ssebagai penyebab
kehidupan jiwa manusia.[4]
Dari defenisi di atas, dapat dianalogikan
bahwa yang dimaksud dengan Maqashid al-Syari`ah adalah tujuan segala
ketentuan Allah yang disyariatkan kepada umat manusia. Istilah Maqashid
al-Syari`ah dipopulerkan oleh Abu Ishak Al-Syatibi yang tertuang dalam
karyanya Muwaffaqat jus II sebagaimana dalam ungkapannya adalah:
Sesungguhnya syariat itu diturunkan untuk merealisasikan maksud Allah dalam mewujudkan kemashlahatan diniyah dan duniawiyah secara bersama-sama”.
Sedangkan secara terminologis,
makna Maqashid al-Syari’ah berkembang dari makna yang paling sederhana
sampai pada makan yang holistik. Dikalangan ulama klasik sebelum al-Syatibi,
belum ditemukan definisi yang konkrit dan komperhensip tentang Maqashid
al-Syari’ah definisi mereka cenderung mengikuti makna bahasa dengan
menyebutkan padanan-padanan maknanya.
Al-Bannani memaknainya dengan
hikmah hukum, al-Asnawi mengartikanya dengan tujuan-tujuan hukum, al- Samarqandi
menyamakanya dengan makna dengan makna-makna hukum, sementara al-Ghozali, al-Amidi
dan al-Hajib mendefinisikanya dengan menggapai manfaat dan menolak mafsadat.
Variasi Devinisi tersebut mengindikasikan kaitan erat Maqashid al-Syari’ah dengan
hikmah, illat, tujuan atau niat, dan kemaslahatan.[5] Maqashid
al-syari’ah adalah al-a’anni allati syari’at laha al-ahkam (kandungan
nilai yang menjadi tujuan pensyari’atan hukum).
Sedangkan menurut Imam
al-syatibi, Maqashid alsyrai’ah adalah tujuan-tujuan disyari’atkanya
hukum oleh Allah SWT. Yang berintikan kemaslahatan umat manusia di dunia dan
kebahagian di akhirat. Setiap penyari’atan hukum oleh Allah mengandung Maqashid
(tujuan-tujuan) yakni kemaslahatan bagi umat manusia.[6]
[1] Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Minoritas fiqh al-Aqlliyat dan Evolusi Maqashid al-Syari’ah dari konsep ke pendekatan, (Yogyakarta:Lkis, 2010) Hal. 178-179
[2] Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid al_syari’ah menurut al-syatibi, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 1996), Hal. 61
[3] Yusuf Qardhowi, Membumikan Syari’at Islam, Keluwesan aturan Illahi untuk Manusai, (Bandung: Pustaka Mizan, 2003), Cet.ke I, Hal 13
[4] Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2003), Edisi Ke I, Hal.2-3
[5] Ahmad Imam Mawardi, Fiqh Minoritas fiqh al-Aqlliyat dan Evolusi Maqashid al-Syari’ah dari konsep ke pendekatan, (Yogyakarta:Lkis, 2010) Hal. 180.
[6] Asafri Jaya bakri, Konsep Maqashid al_syari’ah menurut al-syatibi………. Hal 5 dan 167