Sanksi dalam Undang-Undang No. 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat
Monday, 5 September 2016
SUDUT HUKUM | Sanksi pada umumnya adalah alat
pemaksa agar seseorang mentaati norma-norma yang berlaku. Adanya sanksi
dimaksudkan untuk mewujudkan keteraturan dan ketertiban hidup
manusia sehingga terpelihara dari kerusakan dan berbuat kerusakan; selamat
dari berbuat kebodohan dan kesesatan; tertahan dari berbuat maksiat dan
mengabaikan ketaatan. Oleh karena itu, sanksi hanya diberikan kepada
orang-orang yang melanggar yang disertai maksud jahat, agar mereka tidak
mau mengulanginya kembali. Selain itu sanksi tersebut menjadi pencegah
bagi orang lain agar tidak berbuat hal yang sama.
Menurut R. Soesilo, tujuan
pemberian sanksi itu bermacam-macam tergantung dari sudut mana soal
itu ditinjaunya, misalnya:
- Pujangga Jerman E. Kant mengatakan, bahwa hukuman adalah suatu pembalasan berdasar atas pepatah kuno: Siapa membunuh harus dibunuh". Pendapat ini biasa disebut teori pembalasan" (vergeldings-theorie).
- Pujangga Feurbach berpendapat, bahwa hukuman harus dapat mempertakutkan orang supaya jangan berbuat jahat. Teori ini biasa disebut teori mempertakutkan" (afchriklungstheorie).
- Pujangga lain berpendapat bahwa hukuman itu bermaksud pula untuk memperbaiki orang yang telah berbuat kejahatan. Teori ini biasa disebut teori memperbaiki (verbeteringstheorie).
- Selain dari pada itu ada pujangga yang mengatakan, bahwa dasar dari penjatuhan hukuman itu adalah pembalasan, akan tetapi maksud lainlainnya (pencegahan, mempertakutkan, mempertahankan tata-tertib kehidupan bersama, memperbaiki orang yang telah berbuat) tidak boleh diabaikan. Mereka ini menganut teori yang biasa disebut teori gabungan.
Sanksi mengandung inti berupa
suatu ancaman pidana (strafbedreiging) dan
mempunyai tugas agar norma yang sudah ditetapkan itu supaya ditaati. Dalam Kamus
Hukum karya Fockema Andreae, sanksi artinya semacam pidana atau
hukuman.
Hukuman
dalam bahasa Arab disebut 'uqubah. Lafaz 'uqubah
menurut bahasa berasal dari kata: () yang sinonimnya: (
), artinya:
mengiringnya dan datang di belakangnya. Dalam pengertian
yang agak mirip dan mendekati pengertian istilah, barangkali lafaz
tersebut bisa diambil dari lafaz: () yang sinonimnya: (
), artinya: membalasnya sesuai dengan
apa yang dilakukannya.
Dari pengertian yang pertama
dapat dipahami bahwa sesuatu disebut hukuman karena ia mengiringi
perbuatan dan dilaksanakan sesudah pelanggaran itu dilakukan.
Sedangkan dari pengertian yang kedua dapat dipahami bahwa sesuatu disebut
hukuman karena ia merupakan balasan terhadap perbuatan menyimpang
yang telah dilakukannya.
Dalam bahasa Indonesia, hukuman
diartikan sebagai "siksa dan sebagainya", atau
"keputusan yang dijatuhkan oleh hakim". Pengertian yang dikemukakan oleh Anton M.
Moeliono dan kawan-kawan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) tersebut
sudah mendekati pengertian menurut istilah, bahkan mungkin itu sudah
merupakan pengertian menurut istilah yang nanti akan dijelaskan selanjutnya
dalam skripsi ini.
Dalam hukum positif di Indonesia,
istilah hukuman hampir sama dengan pidana. Walaupun sebenarnya
seperti apa yang dikatakan oleh Wirjono Projodikoro, kata hukuman
sebagai istilah tidak dapat menggantikan kata pidana, oleh karena ada
istilah hukuman pidana dan hukuman perdata seperti misalnya ganti kerugian, Sedangkan
menurut Mulyatno, sebagaimana dikutip oleh Mustafa Abdullah,
istilah pidana lebih tepat daripada hukuman sebagai terjemahan kata straf.
Karena, kalau straf diterjemahkan dengan hukuman maka straf recht harus
diterjemahkan hukum hukuman.
Menurut Sudarto seperti yang
dikutip oleh Mustafa Abdullah dan Ruben Ahmad, pengertian pidana
adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan
perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan menurut
Roeslan Saleh yang juga dikutip oleh Mustafa Abdullah, pidana adalah reaksi
atas delik dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara
pada pembuat delik itu.
Wirjono Prodjodikoro mengemukakan bahwa
pidana berarti hal yang dipidanakan, yaitu yang oleh instansi yang
berkuasa dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak
dirasakannya dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan.
Dari beberapa definisi yang telah
dikemukakan di atas dapat diambil intisari bahwa hukuman atau
pidana adalah suatu penderitaan atau nestapa, atau akibat-akibat lain yang
tidak menyenangkan.
Dalam UUPZ ini, sanksi terdapat
pada pasal 21, yang menyebutkan bahwa setiap pengelola zakat yang
karena kelalaiannya tidak mencatat dan mencatat dengan tidak benar harta
zakat, infak, sedekah, hibah, wasiat, waris, dan kifarat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8, Pasal 12, dan Pasal 13 dalam undang-undang, diancam dengan
hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan atau denda
sebanyak-banyaknya Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
Sanksi juga diatur pula pada Pasal
21 (c), yang menyebutkan bahwa setiap petugas badan amil zakat
dan petugas lembaga amil zakat yang melakukan tindak pidana kejahatan
dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.