Tindak Pidana Pemalsuan Surat dalam KUHP
Monday, 19 September 2016
SUDUT HUKUM | Perbuatan pemalsuan merupakan suatu jenis pelanggaran terhadap kebenaran dan kepercayaan, dengan tujuan memperoleh keuntungan bagi diri sendiri atau orang lain. Suatu pergaulan hidup di dalam masyarakat yang teratur dan maju tidak dapat berlangsung tanpa adanya jaminan kebenaran atas beberapa bukti surat dan alat tukarnya. Karena perbuatan pemalsuan dapat merupakan ancaman bagi kelangsungan hidup dari masyarakat tersebut.
Perbuatan pemalsuan dapat digolongkan pertama-tama dalam kelompok kejahatan “penipuan”, tetapi tidak semua perbuatan penipuan adalah pemalsuan. Perbuatan pemalsuan tergolong kelompok kejahatan penipuan, apabila seseorang memberikan gambaran tentang suatu keadaan atas suatu barang (surat) seakan-akan asli atau kebenaran tersebut dimilikinya. Karena gambaran ini orang lain terperdaya dan mempercayai bahwa keadaan yang digambarkan atas barang atau surat tersebut itu adalah benar atau asli. Pemalsuan terhadap tulisan atau surat terjadi apabila isinya atas surat itu yang tidak benar digambarkan sebagai benar.
Pembahasan tentang pemalsuan surat yang tertuang didalam Pasal 263 KUHP terlebih dahulu diuraikan aspek-aspek tentang unsur-unsur di dalam suatu tindak pidana atau perbuatan pidana itu. Seperti diketahui bersama bahwa terdapat beberapa istilah yang merupakan terjemahan dari istilah belanda “strafbaar feit” kedalam bahasa Indonesia. Istilah
peristiwa pidana “strafbaar feit” atau “delict”. Dalam perumusan unsur-unsur delik atau tindak pidana, perbuatan pidana atau peristiwa pidana, dikenal beberapa cara, oleh Junkers disebutkan empat jenis metode rumusan delik dicantum dalam undang-undang, yang terdiri atas:
- Cara yang paling lazim adalah menerangkan isi delik dari keterangan itu dapat dijabarkan unsur-unsur perbuatan yang dapat dipidana, seperti misalnya Pasal 279, 281, 286, 242 dan sebagainya dari KUHP.
- Dengan cara menerangkan atau memberikan unsur-unsur dan memberikan pensifatan atau kualitikasi, seperti misalnya pemalsuan Pasal 263, pencurian Pasal 362, penggelapan Pasal 372, penipuan Pasal 378 dari KUHP.
- Cara yang jarang dipakai adalah hanya memberikan pensifatan kualifikasi saja seperti misalnya penganiayaan Pasal 351, pembunuhan Pasal 338 dari KUHP.
- Kadangkala undang-undang merumuskan ancaman pidannya saja untuk peraturan-peraturan yang masih akan dibuat kemudian seperti misalnya, Pasal 521 dan Pasal 122 ayat (1) KUHP.
Baca Juga
Suatu tindak pidana atau perbuatan pidana itu juga dibagi unsur-unsurnya ke dalam dua golongan yaitu:
- Unsur-unsur yang objektif;
- Unsur-unsur yang subyektif.
Satochid Kartanegara, menerangkan tentang unsur-unsur yang obyektif adalah unsur-unsur yang terdapat diluar manusia, yaitu yang berupa:
- Suatu tindak tanduk, jadi suatu tindakan;
- Suatu akibat tertentu (eem bepaald gevolg);
- Keadaan (omstandddigheid), yang kesemuanya ini dilarang oleh undang-undang.
Sedangkan unsur-unsur yang subyektif dapat berupa:
- Dapat dipertanggung jawabkan;
- Kesalahan.
Dari uraian-uraian di atas, dapat di kaji Pasal 263 KUHP dan unsur-unsurnya dimana berbunyi dari pada Pasal 263 KUHP sebagai berikut :
(1) “barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan suatu hak, sesuatu perjanjian atau sesuatu pembebasan hutang, atau yang boleh dipergunakan atau menyuruh orang lain mempergunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak di palsukan, maka kalau memeprgunakanya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.
(2) “dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barang siapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang di palsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian.
Unsur-unsur daripada Pasal 263 ayat (1) KUHP ini adalah meliputi:
a. Unsur objektif
1) Perbuatan:
a) Membuat surat palsu;
b) Memalsu.
2) Objeknya yakni surat:
a) Yang dapat menimbulkan hak;
b) Yang menimbulkan suatu perikatan;
c) Yang menimbulkan suatu pembebasan hutang;
d) Yang diperuntukan sebagai bukti dari pada suatu hal,
dapat menimbulkan akibat kerugian dari pemakai surat tertentu.
b. Unsur subjektif:
Dengan maksud untuk menggunakanya sebagai surat yang asli dan tidak dipalsukan atau untuk membuat orang lain menggunakan surat tersebut.
Adapun penjelasan terhadap Pasal 263 ayat (1) KUHP ini adalah:
Yang diartikan surat dalam Pasal 263 ayat 1 KUHP ini adalah segala surat yang baik ditulis tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin dan lain sebagainya. Namun oleh penulis, dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini, surat tidak hanya ditulis, dicetak dan lainya, tetapi telah ada pula surat elektronik yang tidak ditulis atau tertera pada selembar kertas.”
Perbuatan yang dicantum hukuman disini ialah “membuat surat palsu” atau “memalsukan surat”. Membuat surat palsu sama yang membuat isinya bukan semestinya (tidak benar), atau membuat surat demikian rupa, sehingga menunjukan asal surat itu yang tidak benar. Pegawai polisi membuat proses perbal yang berisi sesuatu cerita yang tidak benar dari orang yang menerangkan kepadanya, tidak masuk pengertian proses perbal palsu. Ia membuat proses perbal palsu, apabila pegawai polisi itu menuliskan dalam proses perbalnya lain dari pada hal yang diceritakanya kepadanya oleh orang tersebut. “Memalsu surat” sama dengan mengubah surat demikian rupa, sehingga isinya menjadi lain dari isi yang asli atau sehingga surat itu menjadi lain dari yang asli.