-->

Hukum Pengangkutan Laut

SUDUT HUKUM | Hukum Pengangkutan Laut

Perjanjian Pengangkutan Laut

Pengangkutan merupakan rangkaian kegiatan pemindahan penumpang atau barang dari satu tempat pemuatan (embarkasi) ke tempat tujuan (debarkasi) sebagai tempat penurunan penumpang atau pembongkaran barang muatan. The Hague Rules 1924 menentukan mengenai pengangkutan laut bahwa perjanjian pengangkutan (contract of carriage) berlaku untuk perjanjian pengangkutan yang dimuat dalam bill of lading atau di dalam bentuk dokumen yang lain sepanjang dokumen itu ada sangkut pautnya dengan pengangkutan barang di laut.

Pengertian perjanjian pengangkutan barang melalui laut yaitu suatu perjanjian timbal balik antara pengangkut (perusahaan pelayaran) dengan pengirim (pemilik barang), di mana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang melalui laut atau dengan memakai kapal laut dari satu pelabuhan ke pelabuhan tujuan dengan selamat (aman dan utuh), sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan tersebut.

Pihak pengangkut dalam perjanjian pengangkutan dapat dikatakan sudah mengakui menerima barang-barang dan menyanggupi untuk membawanya ke tempat yang telah ditunjuk dan menyerahkannya kepada orang yang dialamatkan. Meskipun perjanjian pengangkutan pada hakikatnya sudah harus tunduk pada pasal-pasal dari bagian umum hukum perjanjian KUH Perdata, akan tetapi oleh undang-undang telah ditetapkan berbagai peraturan khusus yang bertujuan untuk kepentingan umum membatasi kebebasan dalam hal membuat perjanjian pengangkutan, yaitu dengan meletakkan berbagai kewajiban khusus kepada pengangkut yang tidak boleh disingkirkan dalam perjanjian. 

Hukum Pengangkutan Laut

Baca Juga


Hal-hal yang berkaitan mengenai perjanjian pengangkutan laut, yaitu:
a. Pengangkut
Pasal 466 KUHD mendefinisikan pengangkut laut yang dalam hal ini pengangkut adalah orang yang mengikat diri, baik dengan carter menurut waktu atau carter menurut perjalanan, maupun dengan suatu perjanjian lain, untuk menyelenggarakan pengangkutan barang seluruhnya atau sebagian melalui laut.

Pengangkut adalah pihak yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan orang (penumpang) dan/atau barang. Pengangkutan di perairan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau Badan Hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk pelayaran (Pasal 1 Angka 3 dan 60 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008).

b. Pengirim
Apabila dilihat dari Pasal 90 KUHD maka pengirim adalah salah satu pihak di dalam perjanjian. Mengenai rumusan siapa yang dimaksudkan dengan pengirim barang dapat dijumpai ketentuannya di dalam The Hamburg Rules 1978 Pasal 1 Ayat (3) bahwa ekspeditur (pengirim barang) ialah setiap orang yang untuk siapa atau untuk atas nama siapa perjanjian pengangkutan barang di laut itu telah diadakan dengan pihak pengangkut, atau setiap orang untuk atas nama siapa barang muatan itu benar-benar telah diserahkan kepada pengangkut sehubungan dengan terjadinya perjanjian pengangkutan di laut itu.

c. Penerima
Pihak penerima barang di dalam perjanjian pengangkutan adalah pihak yang namanya tertulis di dalam konosemen kepada siapa barang-barang yang diangkut itu harus diserahkan oleh pengangkut. The Hamburg Rules 1978 menentukan bahwa yang dimaksud dengan penerima barang ialah mereka yang diberi atau memperoleh hak untuk diserahkannya barang. Penerima mungkin pengirim sendiri mungkin juga pihak ketiga yang berkepentingan dalam Undang-Undang Pengangkutan di Indonesia. Kenyataannya, penerima adalah pengirim yang dapat diketahui dari dokumen pengangkutan. Selain itu, dari dokumen pengangkutan juga dapat diketahui bahwa penerima adalah pembeli atau importir, jadi sebagai pihak ketiga yang berkepentingan.

d. Barang
KUHD tidak memberikan rumusan tentang apa yang diartikan dengan barang, namun hanya disebutkan dengan “barang” saja. The Hague Rules 1924 di dalam Pasal 1 Huruf (c) memberikan pengertian barang yaitu barang-barang yang dibuat dari tanah atau besi (schotel), terbuat dari kayu atau tembaga, barang-barang dagangan dan macam-macam hal apa saja kecuali hewan-hewan yang hidup dan muatan yang telah ditetapkan dalam suatu perjanjian pengangkutan untuk diangkut di dalam deck (palka).

Menurut The Hamburg Rules 1978, bahwa pengertian barang lebih luas yaitu meliputi juga binatang-binatang yang hidup dan barang-barang yang dimaksudkan dalam container (tempat barang) atau pallet (pembungkus). The Hamburg Rules 1978 memberi rumusan tentang pengertian barang di dalam Pasal 1 Ayat (5) yaitu: 
Goods includes live animals, where the goods are consolidated in a container, pallet or similar articles of transport or where they are packed, goods includes such articles of transport or packaging if supllied by the shipper.”
Barang muatan adalah barang yang sah dan dilindungi undang-undang, dimuat dalam alat pengangkut yang sesuai dengan atau tidak dilarang undang-undang, serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum atau kesusilaan. Dilindungi undang-undang artinya tidak boleh dirusakkan, dihilangkan, dimusnahkan, atau dicuri oleh siapa pun, yang berakibat merugikan pemiliknya. Barang tersebut harus sudah dimuat dalam alat pengangkut agar dapat dilindungi untuk diangkut ke tempat tujuan. Pengertian barang yang sah dan dilindungi undang-undang termasuk juga hewan perdagangan. Barang muatan ada hubungannya dengan kewajiban dan tanggung jawab pengangkut.

Barang sebagai objek pengangkutan barang melalui laut ialah segala sesuatu benda yang akan diangkut oleh kapal dari tempat pemuatan oleh penjual sampai ke tempat tujuan penyerahan kepada pembeli sesuai dengan sales contract yang diperbolehkan dimasukkan atau dikeluarkan dari pelabuhan secara legal.

Dokumen Perjanjian Pengangkutan Laut

Dokumen-dokumen dalam jual beli perdagangan mempunyai peranan sangat penting, terutama dalam hubungannya dengan penerimaan barang-barang oleh pembeli dan penarikan uang pembayaran atas barang oleh penjual, yaitu:


  • Konosemen (cognossement)
KUHD Indonesia menyebut dokumen muatan yaitu konosemen, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut bill of lading (B/L). Mengingat pentingnya konosemen tersebut di dalam KUHD, tentang konosemen itu diatur dalam Pasal 504 sampai Pasal 517c. Pasal 506 Ayat (1) KUHD menyatakan: “Konosemen adalah surat bertanggal di mana pengangkut menerangkan bahwa dia telah menerima barang tertentu untuk diangkut ke suatu tempat tujuan tertentu yang ditunjuk dan menyerahkannya di situ kepada orang yang ditunjuk (penerima) disertai dengan ketentuan mengenai penyerahan yang akan terjadi.”

  • Faktur (invoice)
Dokumen dari penjual sebagai lampiran B/L, yang berisi catatan barang-barang yang dikirim beserta harganya di tempat penjual. Ada 2 (dua) macam invoice, yaitu:
(1) Commercial invoice, yaitu invoice yang dibuat oleh penjual, berisi perincian barang-barang yang dikirim beserta harganya;
(2) Consular invoice, yaitu invoice yang dibuat dan ditandatangani oleh Konsul Dagang dari negara pembeli yang berdomisili di negara penjual.

  • Polis asuransi
Tanda bukti bahwa barang-barang yang dikirimkan sudah diasuransikan. Kalau jual beli perdagangan itu bersyarat CIF atau franco maka polis diusahakan oleh penjual. Polis sangat penting karena pengangkut tidak mau menerima barang muatan, kalau belum diasuransikan. Hal ini terutama akan memudahkan dan meringankan pembeli, sebab ganti kerugian sudah terjamin.

  • Certificate of Origin
Surat keterangan asal barang, yang dibuat oleh Kamar Dagang di negara penjual dengan tujuan untuk menjamin keaslian barang-barang yang bersangkutan. Di dalam sertifikat dijelaskan bahwa barang tersebut benar-benar hasil produksi dari negara penanda tangan sertifikat itu sehingga secara tidak langsung sertifikat itu merupakan suatu jaminan atas kualitas barang tersebut.

  • Packing List
Suatu daftar tentang koli-koli beserta isinya, dibuat oleh perusahaan yang mengepak barang-barang tersebut.
f. Weight List
Daftar timbangan (beratnya) barang-barang di pelabuhan muatan.


Rujukan:

  • Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Bakti: Bandung, 2010.
  • Ika Muryaningsih, Pelaksanaan Bongkar Muat Barang oleh PT Dharma Lautan Nusantara di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang Tinjauan Aspek Yuridis, Universitas Negeri Semarang: Semarang, 2006.
  • Subekti. Aneka Perjanjian. Bandung: Citra Aditya Bakti. 1995.
  • Subekti, R. Hukum Perjanjian. Jakarta: Intermasa. 2002.
  • Wiwoho Soedjono, Hukum Laut (Khusus Tentang Pengangkutan Barang di Indonesia), Liberty: Yogyakarta, 1986.

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel