Azas yang ditetapkan Undang-undang No 11 Tahun 2008 Tentang ITE
Thursday, 10 November 2016
SUDUT HUKUM | Pemanfaatan
teknologi informasi dan transaksi elektronik dilaksanakan berdasarkan
asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan
memilih teknologi atau netral teknologi. Ketentuan
hukum penghinaan bersifat delik aduan, yakni perkara penghinaan
terjadi jika ada pihak yang mengadu. Artinya, masyarakat yang merasa
dirugikan oleh pemberitaan pers, nama baiknya tercemar atau merasa terhina,
harus mengadu ke aparat hukum agar perkara bisa diusut.
Dalam
KUHP dan UU ITE sejatinya tidak didefinisikan dengan jelas apa yang
dimaksud dengan penghinaan atau pencemaran nama baik, akibatnya perkara
hukum yang terjadi seringkali merupakan penafsiran yang subyektif. Seseorang
dengan mudah bisa menuduh pers atau masyarakat telah menghina atau
mencemarkan nama baik orang, golongan, lembaga, atau agama, jika ia tidak suka
dengan cara pers atau masyarakat memberitakan dirinya. Hal ini menyebabkan
pasal-pasal penghinaan atau pencemaran nama baik sering disebut sebagai
“ranjau”, karena mudah sekali dikenakan untuk menuntut pers atau masyarakat.
Selain
itu ketentuan ini juga sering dijuluki sebagai “pasal-pasal karet”, karena
begitu lentur untuk ditafsirkan dan diinterpretasikan. Terlebih-lebih jika pelanggaran
itu terkait dengan presiden, wakil presiden, dan instansi negara. Hakikat
penghinaan adalah menyerang kehormatan dan nama baik seseorang,
golongan, lembaga, agama, jabatan, termasuk orang yang sudah meninggal.
UU
ITE mulai berlaku sejak diundangkan yaitu 21 April 2008. Hal ini telah
ditegaskan dalam Pasal 54 ayat (1) UU ITE bahwa "Undang-Undang ini mulai
berlaku pada tanggal diundangkan". Mengenai Peraturan Pemerintah (PP), Pasal
27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat(1) UU ITE mengenai larangan distribusi
informasi
elektronik bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik tidak memerlukan
PP, karena UU ITE tidak mengamanatkan untuk mengatur lebih lanjut
Pasal 27 ayat (3) UU ITE ke dalam PP. Keberlakuan
dan tafsir atas Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan
dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP.
Demikian
salah satu pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan perkara No.
50/PUU-VI/2008 atas judicial review pasal 27 ayat (3) UU ITE terhadap UUD
1945. Mahkamah Konstitusi menyimpulkan bahwa nama baik dan kehormatan
seseorang patut dilindungi oleh hukum yang berlaku, sehingga Pasal 27
ayat (3) UU ITE tidak melanggar nilai-nilai demokrasi, hak azasi manusia, dan prinsip-prinsip
negara hukum. Pasal 27 ayat (3) UU ITE adalah Konstitusional.