Bentuk-bentuk Mediasi Penal
Monday, 14 November 2016
SUDUT HUKUM | Berdasarkan komparasi
implementasi mediasi penal dari beberapa negara, maka Barda Nawawi selanjutnya
mengelompokkan Mediasi Penal menjadi 6 model atau bentu yaitu sebagai berikut:
- Informal Mediation.
Model ini dilaksanakan oleh
personil peradilan pidana (criminal justice personel) dalam tugas
normalnya, yaitu dapat dilakukan oleh JPU (Jaksa Penuntut Umum) dengan mengundang
para pihak untuk melakukan penyelesaian informal dengan
tujuan, tidak melanjutkan penuntutan apabila tercapai kesepakatan;
dapat dilakukan oleh pekerja sosial atau pejabat pengawas (probation
officer), oleh pejabat polisi, atau oleh Hakim.
- Traditional village or tribal moots.
Menurut model ini, seluruh
masyarakat bertemu untuk memecahkan konflik kejahatan di antara
warganya.Model ini ada di beberapa negara yang kurang maju dan di wilayah
perKampungan/ pedalaman. Model ini lebih memilih keuntungan bagi
masyarakat luas, Model ini juga mendahului hukum barat dan telah
memberi inspirasi bagi kebanyakan program-program mediasi modern.
Program mediasi modern sering mencoba memperkenalkan berbagai
keuntungan dari pertemuan suku (tribal moots) dalam
bentuk yang disesuaikan dengan struktur masyarakat modern dan hak-hak individu yang
diakui menurut hukum.
- Victim offender mediation.
- Mediasi antara korban dan pelaku merupakan model yang paling sering ada dalam pikiran orang.
- Model ini melibatkan berbagai pihak yang bertemu dengan dihadiri oleh mediator yang ditunjuk. Banyak variasi dari model ini mediatornya dapat berasal dari pejabat formal, mediator independen, atau kombinasi.
- Mediasi ini dapat diadakan pada setiap tahapan proses, baik pada tahap kebijak-sanaan polisi, tahap penuntutan, tahap pemidanaan atau setelah pemidanaan.
- Model ini ada yang diterapkan untuk semua tipe pelaku tindak pidana; ada yang khusus untuk anak; ada yang untuk tipe tindak pidana tertentu (misal pengutilan, perampokan dan tindak kekerasan). Ada yang terutama ditujukan pada pelaku anak, pelaku pemula, namun ada juga untuk delik-delik berat dan bahkan untuk residivis.
- Reparation negotiation programmes.
- Model ini semata-mata untuk menaksir atau menilai kompensasi atau perbaikan yang harus dibayar oleh pelaku tindak pidana kepada korban, biasanya pada saat pemeriksaan di pengadilan.
- Program ini tidak berhubungan dengan rekonsiliasi antara para pihak, tetapi hanya berkaitan dengan perencanaan perbaikan materiel.
- Dalam model ini, pelaku tindak pidana dapat dikenakan program kerja agar dapat menyimpan uang untuk membayar ganti rugi/kompensasi.
- Community panels or court.
Model ini merupakan program untuk
membelokkan kasus pidana dari penuntutan atau peradilan pada
prosedur masyarakat yang lebih fleksibel dan informal dan sering
melibatkan unsur mediasi atau negosiasi.
- Family and community group conferences.
Model ini dikembangkan di
Australia dan New zealand yang melibatkan partisipasi masyarakat dalam
Sistem Peradilan Pidana. Tidak hanya melibatkan korban dan pelaku
tindak pidana, tetapi juga keluarga pelaku dan warga masyarakat lainnya,
pejabat tertentu (seperti Kepolisian atau Hakim Anak) dan para pendukung
korban. Pelaku dan keluarga korban diharapkan menghasilkan
kesepakatan yang komperehensif dan memuaskan korban serta dapat
membantu untuk menjaga si pelaku keluar dari kesusahan.
Barda Nawawi Arief, menjelaskan
bahwa mediasi pidana yang dikembangkan bertolak dari ide dan prinsip
kerja (working principles) sebagai berikut:
- Penanganan konflik (conflict handling/konfliktbeitung).
Tugas mediator adalah membuat
para pihak melupakan kerangka hukum dan mendorong mereka terlibat
dalam proses komunikasi. Hal ini didasarkan pada ide bahwa kejahatan
telah menimbulkan konflik interpersonal konflik yang dituju
oleh proses mediasi.
- Berorientasi pada proses (Proses Orientation).
Mediasi penal berorientasi pada
kualitas proses daripada hasil, yaitu menyadarkan pelaku tindak pidana
akan kesalahannya, kebuntuankebuntuan konflik terpecahkan, ketenangana
korban dari rasa takut dan sebagainya.
- Proses Informal (Informal Proceeding/Informalitat).
Mediasi penal yang merupakan
suatu proses informal, tidak bersifat birokratis, menghindari proses
hukum yang ketat.
- Ada partisipasi aktif dan otonom para pihak.
Para pihak (pelaku dan korban)
tidak dilihat sebagai objek dari prosedur hukum pidana tetapi lebih sebagai
subjek yang mempunyai tanggung jawab pribadi dan kemampuan untuk
berbuat yang diharapkan berbuat atas kehendaknya sendiri.
Penanggulangan kejahatan dengan
jalur “non penal” lebih
menitikberatkan pada sifat-sifat “preventive” (pencegahan/penangkalan/pengendalian)
sebelum kejahatan terjadi namun walaupun
demikian sebenarnya penanggulangan dengan penal juga merupakan
tindakan represif pada hakikatnya juga dapat dilihat sebagai tindakan preventif dalam
arti luas. Sasaran utama dari penanggulangan non penal adalah menangani
faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif
tersebut antara lain berpusat pada permasalahan atau kondisi sosial secara
langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhkan suburkan kejahatan.
Melihat dari sudut politik
kriminal secara makro dan global, maka upaya nonpenal menduduki posisi kunci dan
strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal. Sebab-sebab dan kondisi
yang menimbulkan kejahatan, ditegaskan pula dalam berbagai kongres PBB
mengenai The Prevention Of Crime And The Treatment
OfOffenders,
salah satu hasil kongres tersebut menyebutkan:
- Bahwa masalah kejahatan merintangi kemajuan untuk pencapaian kualitas lingkungan hidup yang layak/pantas bagi semua orang.
- Bahwa strategis pencegahan kejahatan harus didasarkan pada penghapusan sebab-sebab dan kondisi-kondisi yang menimbulkan kejahatan.
- Penyebab utama dari kejahatan dibanyak negara ialah ketimpangan sosial,diskriminasi ras dan diskriminasi nasional, standard hidup yang rendahpengangguran dan kebutahurufan (kebodohan) diantara golongan besar penduduk.