Dasar Hukum Pendaftaran Tanah
Tuesday, 29 November 2016
SUDUT HUKUM | Ketentuan Pendafataran Tanah di
Indonesia diatur dalam Pasal 19 UUPA kemudian dilaksanakan dengan
Peraturan Pemerintah No. 10/1961 (PP 10/1961) yang mulai berlaku pada tanggal
23 Maret 1961, dan setelah diberlakukan selama 36 tahun, selanjutnya digantikan
dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 (PP 24/1997) sebagai revisi dari
PP 10/1961, yang diundangkan pada tanggal 8 Juli 1997 dan berlaku efektif
sejak 8 Oktober 1997. Sebagai peraturan pelaksana dari PP 24/1997 maka telah
dikeluarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3
Tahun 1997 (PMNA/Ka.BPN No. 3/1997) tentang Ketentuan Pelaksana
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
Peraturan Pemerintah tersebut merupakan
bentuk pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka Rechts Kadaster yang
bertujuan menjamin tertib hukum dan kapasitas atas hak tanah
(kepastian hukum) serta perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah, dengan
alat bukti yang dihasilkan pada akhir proses pendaftaran tersebut berupa buku
tanah dan sertifikat tanah yang terdiri dari Salinan Buku Tanah dan Surat
Ukur. Dalam Pasal 19 Ayat (1) UUPA dinyatakan bahwa untuk menjamin kepastian
hukum dari hak-hak atas tanah maka oleh UUPA, Pemerintah diharuskan untuk
mengadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia dan
hal itu diatur dengan suatu Peraturan Pemerintah.
Dalam Pasal 19 ayat (2) UUPA
ditentukan bahwa pendaftaran tanah itu harus meliputi dua hal, yakni:
- Pengukuran dan pemetaan-pemetaan tanah serta menyelenggarakan tata usahanya.
- Pendaftaran hak serta peralihannya dan pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
Baca Juga
Dalam rangka pelaksanaanya, tugas
pendaftaran tanah dilakukan dengan berbagai kegiatan diantaranya adalah
pelaksanaan pembukuan, pendaftaran dan pemindahaan/peralihan hak atas
tanah. Kepastian hukum obyek mengandung pengertian bahwa bidang tanah
yang terdaftar bersifat unik, baik letak, luas maupun batas-batasnya. Keunikan
tersebut juga menjamin dapat dilaksanakan pengembalian batas apabila di
kemudian hari tanda-tanda batas tanah tersebut hilang. Kepastian hukum subyek
bermakna bahwa hak yang terdaftar dalam daftar umum dijamin kebenarannya sebagai
pemegang hak yang sah dan sebenarnya yang pemiliknya didasarkan atas
itikad baik.
Pemberian jaminan kepastian hukum
dalam bidang pertanahan, memerlukan tersedianya hukum tertulis
lengkap dan jelas yang dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan jiwa dan isi
ketentuannya. Hal tersebut seperti yang telah diuraikan di atas sekarang ini diatur dalam
PP 24/1997 sebagai pengganti dari PP10/1961 yang dianggap belum cukup
memberikan hasil yang memuaskan. Tujuan dan sistem yang digunakan tetap
dipertahankan dalam PP 24/1997 ini, yang pada hakekatnya seperti yang sudah
ditetapkan dalam UUPA, yakni antara lain Pendaftaran Tanah diselenggarakan
dalam rangka memberikan jaminan kepastian di bidang pertanahan.