Hak Masyarakat adat Dalam Instrumen Internasional
Tuesday, 15 November 2016
SUDUT HUKUM | Hak masyarakat adat tertuang dalam beberapa
konvensi internasional salah satunya hak masyarakat adat atas perlindungan
dan integrasi masyarakat adat secara khusus diatur dalam ILO Convention
No. 107 year 1957 Concerning the Protection and Integration of Indigenous and
Other Tribal and Semi Tribal Population in Independent Countries (Konvensi Organisasi Perburuhan Dunia Nomor 107 berkenaan dengan Perlindungan dan
Integrasi Masyarakat adat dan Masyarakat Kesukuan dan Semi Kesukuan di
Negara-negara Merdeka).
Selanjutnya Convention No. 169 year 1989
Concerning Indigenous and Tribal Peoples in Independent Countries (Konvensi Organisasi Perburuhan Dunia No.169 tahun 1989 mengenai Masyarakat adat dan
Suku-suku di Negara-negara Merdeka) Konvensi ILO 169 tentang
Masyarakat adat ini telah menyerukan kepada pemerintah untuk memastikan hak-hak
mendasar masyarakat adat.
Masyarakat adat dalam melaksanakan hak-haknya
harus bebas dari segala bentuk diskriminasi apa pun jenisnya. Hak-hak yang
melekat pada masyarakat adat berasal dari politik, ekonomi, struktur sosial
dan budaya mereka, tradisi keagamaan, sejarah-sejarah dan
filsafat-filsafat mereka, khususnya hak-hak atas tanah, wilayah dan sumber daya. Konvensi ini
mengutamakan prinsip ‗pemeliharaan/pelestarian‘(preservation)
dan ‗partisipasi‘ masyarakat adat dalam kebijakan-kebijakan yang mempengaruhi mereka.
Konvensi ini mengakui masyarakat adat sebagai kelompok yang merupakan
pemilik atau subjek dari hakhak yang harus dilindungi oleh konvensi.
Konvensi ini juga memandatkan terhadap masyarakat adat bukan berarti
memberikan hak yang lebih istimewa dibandingkan dengan sektor masyarakat lain,
pengakuan masyarakat adat adalah prasyarat bagi mereka untuk berpartisipasi dan
mendapatkan manfaat atas dasar kesamaan dalam masyarakat berbangsa dan
bernegara. Pasal 3 ayat (1) Konvensi ILO 169 menyatakan bahwa masyarakat adat berhak
menikmati hak-hak mereka sebagai manusia dan kebebasan-kebebasan yang
bersifat mendasar tanpa halangan atau diskriminasi. Ketentuan-ketentuan konvensi
berlaku tanpa diskriminasi terhadap anggota laki-laki maupun anggota
perempuan dari masyarakat adat.
Selanjutnya Pasal 7 ayat (1) menegaskan bahwa
masyarakat adat yang bersangkutan berhak memutuskan
prioritas-prioritas mereka sendiri untuk proses pembangunan ketika proses tersebut mempengaruhi
kehidupan, kepercayaan, institusi-institusi dan kesejahteraan rohani
mereka serta tanah-tanah yang mereka diami atau apabila tidak mereka diami, mereka
gunakan, dan untuk menjalankan kendali, sedapat mungkin, terhadap pembangunan
ekonomi, sosial dan budaya mereka sendiri. Masyarakat adat juga berhak
untuk berpartisipasi dalam perumusan, implementasi dan evaluasi rencana-rencana
dan program-program pembangunan nasional maupun regional yang dapat
membuat mereka secara langsung terkena dampaknya.
Hak masyarakat adat atas tanah diatur dalam
Pasal 14 ayat (1) dan Pasal 15 ayat 1 Konvensi ILO 169. Kedua pasal tersebut
menyatakan bahwa hak-hak atas apa yang dimiliki dan apa yang dikuasai oleh
masyarakat adat yang bersangkutan terhadap tanah-tanah yang secara tradisional
mereka tempati harus diakui. Selain itu, dalam situasi yang tepat harus diambil
upaya-upaya untuk menjaga dan melindungi hak dari masyarakat adat yang
bersangkutan untuk menggunakan tanah-tanah yang tidak secara eksklusif mereka
tempati, tetapi yang secara tradisional mereka masuki untuk menyambung
hidup dan untuk melakukan kegiatan-kegiatan tradisional. Perhatian khusus
harus diberikan pada situasi yang dihadapi oleh masyarakat adat pengembara dan
para peladang berpindah. Hak-hak dari Masyarakat adat yang bersangkutan atas
sumber-sumber daya alam yang berkaitan dengan tanah-tanah mereka harus
secara khusus dijaga dan dilindungi.
Hak-hak tersebut termasuk hak dari Masyarakat
adat ini untuk berpartisipasi dalampenggunaan, pengelolaan dan konservasi
sumber-sumber daya ini Hasil dari Resolution of World Conservation
Strategy; “Caring for the Eart” (Keputusan Strategi Konservasi Dunia; ―Menjaga
Bumi‖ tahun 1991) menyatakan dukungan pada peran khusus dan penting dari
masyarakat adat sedunia dalam upaya-upaya untuk menjaga dan melestarikan
lingkungan.Rio Declaration (Deklarasi Rio) tahun 1992. Deklarasi yang
disahkan dalam Konperensi PBB mengenai Lingkungan Hidup dan Pembangunan
(UNCED), Juni 1992, di Rio de Janeiro, Brazilia, dikenal juga dengan nama ―Piagam
Bumi‖ ini, secara eksplisit mengakui dan menjamin hak-hak masyarakat adat
dalam semua program pelestarian lingkungan hidup di seluruh dunia,
terutama dalam Pasal 22.
United Nations Declaration on the Rights of
Indigenous Peoples (Deklarasi
PBB tentang hak hak masyarakat adat tahun) tahun
2007 menegaskan bagi negara-negara wajib mengakui masyarakat adat sejajar dengan
semua masyarakat lainnya, sementara tetap mengakui hak semua
orang untuk berbeda, untuk memandang dirinya berbeda, dan untuk dihargai
karena perbedaan tersebut.
Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat adat
menyatakan masyarakat adat sebagai ―masyarakat‖ dengan hak untuk
menentukan nasib sendiri. Pasal 3 Piagam PBB tersebut menyatakan bahwa masyarakat
adat memunyai hak untuk menentukan nasib sendiri. Berdasarkan hak
tersebut, mereka secara bebas menentukan status politiknya dan secara bebas
mengembangkan kemajuan ekonomi, sosial dan budaya mereka.
Kemudian Pasal 4 menegaskan bahwa msasyarakat adat dalam melaksanakan haknya
untuk menentukan nasib sendiri, memiliki hak otonomi atau pemerintahan sendiri
dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan urusan-urusan internal dan
lokal mereka, juga cara-cara dan sarana-sarana untuk mendanai fungsi-fungsi
otonomi mereka. Deklarasi PPB ini menegaskan bahwa masyarakat adat memiliki
hak-hak kolektif, yang terpenting diantaranya adalah hak untuk menentukan nasib
sendiri; hak atas tanah, wilayah dan sumberdaya alam seperti hak atas identitas
budaya dan kekayaan intelektual, hak atas free, prior and informed consent (FPIC),
selain itu masyarakat adat juga memiliki hak untuk untuk menentukan model dan
bentuk-bentuk pembangunan yang sesuai bagi mereka yang sesuai dengan
nilai-nilai dan kebudayaan masyarakat adat itu sendiri.
Selanjutnya dalam Deklarasi Program Nasional
Pengakuan Perlindungan Masyarakat adat Melalui Penurunan Emisi dari
Deforestasi dan Degradasi Hutan dan Lahan Gambut (REDD+) yang disahkan pada 1
september 2014. Deklarasi ini juga memuat mengenai hak-hak masyarakat adat,
yaitu:
- Mengembangkan kapasitas serta membuka ruang partisipasi Masyarakat adat.
- Mendorong percepatan terwujudnya sinkronisasi dan harmonisasi peraturan yg berkaitan dengan perlindungan dan pengakuan Masyarakat adat
- Mendorong terwujudnya peraturan perundang-udangan yang menjadi landasan hukum bagi perlindungan dan pengakuan Masyarakat adat
- Mendorong PEMDA untuk melaksanakan pendataan keberadaan Masyarakat adat
- Menginventarisir dan mengupayakan penyelesaian berbagai konflik yang terkait dengan keberadaan Masyarakat adat
- Melaksanakan pemetaan dan penataan terhadap penguasaan, kepemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang terintegrasi dan berkeadilan dgn memperhatikan kepemilikan Masyarakat adat
- Memperkuat kapasitas kelembagaan dan kewenangan yang bertanggung jawab memberikan pengakuan dan perlindungan Masyarakat adat
- Mendukung pelaksanaan program REDD+ sebagai salah satu upaya untuk mengembangkan partisipasi Masyarakat adat.
Berdasarkan beberapa perjanjian internasional
tersebut setiap negara yang mengkonvensi perjanjian internasional tersebut
mempunyai kewajiban untuk memenuhi dan melindungi hak-hak masyarakat adat.