Kepastian Hukum
Monday, 28 November 2016
SUDUT HUKUM | Menurut Hans Kelsen, hukum adalah
sebuah system norma. Norma adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya”
atau das sollen dengan menyertakan beberapa peraturan
tentang apa yang harus dilakukan. Norma-norma
adalah produk dan aksi manusia
yang deliberative. Undang-undang yang berisi aturan-aturan yang bersifat umum
menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam
hubungan dengan sesama individu maupun dalam hubungan dengan masyarakat.
Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi masyarakat dalam membebani atau
melakukan tindakan terhadap individu. Adanya aturan itu dan pelaksanaan
aturan tersbut menimbulkan kepastian hukum.
Menurut Gustav
Radbruch, hukum harus mengandung 3 (tiga) nilai identitas, yaitu sebagai berikut:
- Asas kepastian hukum (rechmatigheid), Asas ini meninjau dari sudut yuridis.
- Asas keadilan hukum (gerectigheit), Asas ini meninjau dari sudut filosofis, dimana keadilan adalah kesamaan hak untuk semua orang di depan pengadilan.
- Asas kemanfaatan hukum (zwechmatigheid) atau doelmatigheid atau utility.
Tujuan hukum yang mendekati
realistis adalah kepastian hukum dan kemanfaatan hukum. Kaum Positivisme lebih
menekankan pada kepastian hukum, sedangkan Kaum Fungsionalis mengutamakan
kemanfaatan hukum, dan sekiranya dapat dikemukakan bahwa “summon ius, summa injuria, summa lex, summa crux” yang artinya adalah hukum yang keras
dapat melukai, kecuali keadilan yang dapat menolongnya, dengan demikian
kendatipun keadilan bukan merupakan tujuan hukum satu-satunya akan tetapi
tujuan hukum yang substantive adalah keadilan.
Menurut Utrecht, kepastian hukum
mengandung dua pengertian, yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum
membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh
dilakukan, dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah
karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat
mengetahu apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap
individu. Kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang didasarkan
pada aliran pemikiran Positivisme di dunia hukum yang cenderung melihat
hukum sebagai sesuatu yang otonom yang mandiri, karena bagi penganut
aliran ini, tujuan hukum tidak lain sekedar menjamin terwujudnya oleh hukum
yang bersifat umum.
Sifat umum dari aturan-aturan
hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau
kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian. Dalam
menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus diperhatikan, yaitu: kepastian hukum,
kemanfaatan dan keadilan. Ketiga unsur tersebut harus ada kompromi, harus mendapat
perhatian secara proporsional seimbang. Tetapi dalam praktek tidak selalu mudah
mengusahakan kompromi secara proporsional seimbang antara ketiga unsur
tersebut. Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan
akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitikberatkan pada kepastian
hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum akibatnya kaku dan akan
menimbulkan rasa tidak adil.
Adanya kepastian hukum merupakan
harapan bagi pencari keadilan terhdap tindakan sewenang-wenang dari
aparat penegak hukum yang terkadang selalu arogansi dalam menjalankan
tugasnya sebagai penegak hukum. Karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat
akan tahu kejelasan akan hak dan kewajiban menurut hukum. Tanpa ada
kepastian hukum maka orang akan tidak tahu apa yang harus diperbuat, tidak
mengetahui perbuatanya benar atau salah, dilarang atau tidak dilarang oleh hukum.
Kepastian hukum ini dapat diwujudkan melalui penoramaan yang baik dan jelas
dalam suatu undang-undang dan akan jelas pulah penerapanya.
Dengan kata lain kepastian hukum
itu berarti tepat hukumnya, subjeknya dan objeknya serta ancaman hukumanya.
Akan tetapi kepastian hukum mungkin sebaiknya tidak dianggap sebagai
elemen yang mutlak ada setiap saat, tapi sarana yang digunakan sesuai dengan
situasi dan kondisi dengan memperhatikan asas manfaat dan efisiensi. Jika
dikaitkan dengan kepastian hukum dalam bidang hukum pertanahan maka sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan pelaksanaanya
akan diatur dalam peraturan perundangundangan yang lain.
Adapun tujuan pokok
dari UUPA adalah:
- Untuk meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agrarian nasional.
- Menjadi dasar dalam mewujudkan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan.
- Menjadi dasar dalam mewujudkan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat Indonesia.
Artinya kepastian hukum dalam
bidang hukum pertanahan adalah para pemegang hak harus memperoleh kepastian
mengenai haknya dan adanya instruksi yang jelas bagi pemerintah. Hal ini
diwujudkan dengan penyelenggaraan pendaftaran tanah yang bersifat
recht-kadaster, sehingga dapat menjamin terwujudnya kepastian hukum.