Komisi Yudisial di Belanda
Saturday, 19 November 2016
SUDUT HUKUM | Sebagai sebuah negara monarki,
Belanda tidak mengenal pemisahan kekuasaan secara mutlak.
Independensi dalam peradilannya juga tidak absolut. Jaminan
konstitusional terhadap hakim sebenarnya bersifat tidak langsung karena dalam
memutus perkara, hakim tidak bebas dan terikat pada hukum yang berlaku.
Inti dari independensi peradilan di Belanda adalah hakim-hakim tunduk
pada hukum dalam memutus perkara dan tidak dapat dipengaruhi
(secara fungsional) oleh kekuasaan lainnya
seperti legislatif atau
eksekutid. Dalam batas tertentu lembaga peradilan bergantung pada kekuasaan negara
lainnya.
KY di Belanda dikenal dengan nama
Raad Voor de Rechtspraak atau Netherland
Council for Juficiary (NCJ). Nama tersebut diatur dalam Netherland
Judicial Act 1827, section 83a repealed on 1/1/2002, Part 6. Lembaga ini dibentuk dengan
tujuan sebagai lembaga independen yang mengatasi beberapa masalah yang
dihadapi peradilan Belanda, termasuk
di antaranya persoalan anggaran.Tugas
dan wewenang NCJ secara garis besar dibagi menjadi dua bagian,
yakni tugas wajib dan tugas lainnya.
- Tugas Wajib (Statutory tasks),
- Persiapan anggaran peradilan.
- Alokasi dana kepada peradilan.
- Dukungan operasional.
- Dukungan untuk rekrutmen dan prosedur seleksi.
- Peningkatan kualitas dan kesatuan hukum.
- Tugas pembunaan secara umum untuk peraturan baru.
- Tugas lainya (Non-Statutory Tasks),
- Juru bicara lembaga peradilan.
- Kerjasama internasional.
Baca Juga
Secara umum tugas dan fungsi KY
Belanda dapat dirinci ke dalam empat kelompok. Kelompok pertama meliputi
urusan eksternal, pelayanan kepada publik, kerjasama
yudisial, manajemen personalia, kebijakan pemilihan hakim, kebijakan
penelitian, pemberian nasihat kepada Departemen Kehakiman, dan
kebijakan kualitas. Kelompok kedua meliputi akomodasi dan keamanan,
otomatisasi, administrasi organisasi, dan penyediaan informasi
administratif. Kelompok ketiga, meliputi kebijakan anggaran, tata cara pendistribusian anggaran, dan justifikasi pembelanjaan anggaran. Kelompok
keempat meliputi wewenang korektif atas pendisiplinan, wewenang pengajuan
calon dalam proses pengangkatan hakim, dan kenaikan pangkat serta
penempatan hakim.
Di indonesia, pengawasan hakim dalam
bagian tertentu memiliki kesamaan dengan model Perancis,
tidak lagi terdapat keterlibatan departemen kehakiman (eksekutif)
ataupun inpektorat jenderal serta parlemen. Tertapi secara
internal, terdapat pengawasan berjenjang dari dari pengadilan terendah, banding
dan bermuara ke MA, serta terdapat badan khusus yang didesain untuk
melakukan pengawasan, yaitu Badan Pengawas Hakim. Bersejajaran
dengan pengawasan internal, terdapat pengawasan eksternal, oleh KY dan
KON.
Dengan demikian prinsip-prinsip
KY yang diperbandingkan tidaklahberbeda dengan
kecenderungan yang berkembang di beberapa negara pada umumnya. KY yang
berkembang di beberapa negara seperti yang dibahas di atas ditambah
Indonesia dengan berbagai variannya, menurut penulis telah berada pada
track yang benar, berupaya untuk
mewujudkan peradilan yang independen, bersih, dan
akuntabel.