Pengertian Mediasi Penal
Saturday, 12 November 2016
SUDUT HUKUM | Mediasi
penal (penal mediation) sering juga disebut dengan berbagai istilah, antara
lain : “mediation in criminal cases” atau ”mediation in penal matters”
yang dalam
istilah Belanda disebut strafbemiddeling, dalam istilah Jerman disebut ”Der
Außergerichtliche Tatausgleich” (disingkat ATA) dan dalam istilah Perancis
disebut ”de mediation penale”. Karena
mediasi penal terutama mempertemukan
antara pelaku tindak pidana dengan korban, maka mediasi penal ini
sering juga dikenal dengan istilah ”Victim Offender Mediation” (VOM), Tate Opfer
Ausgleich (TOA), atau Offender
victim Arrangement (OVA). Mediasi penal
merupakan salah satu bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan
(yang biasa dikenal dengan istilah ADR atau ”Alternative Dispute Reso-lution”; ada pula yang menyebutnya “Apropriate
Dispute Resolution”.
ADR pada
umumnya digunakan di lingkungan kasus-kasus perdata, tidak untuk kasus-kasus
pidana. Berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia saat ini
(hukum positif) pada prinsipnya kasus pidana tidak dapat diselesaikan di luar
pengadilan, walaupun dalam hal-hal tertentu, dimungkinkan adanya penyelesaian
kasus pidana di luar pengadilan.
Mediasi
penal lebih berorientasi pada kualitas proses daripada hasil, yaitu:
- Proses informal (Informal Proceeding - Informalitat):. Mediasi penal merupakan suatu proses yang informal, tidak bersifat birokratis, menghindari prosedur hukum yang ketat.
- Ada partisipasi aktif dan otonom para pihak (Active and Autonomous Participation - Parteiautonomie/Subjektivierung).
Para
pihak (pelaku dan korban) tidak dilihat sebagai objek dari prosedur hukum
pidana, tetapi lebih sebagai subjek yang mempunyai tanggungjawab pribadi
dan kemampuan untuk berbuat. Mereka diharapkan berbuat atas kehendaknya
sendiri. Mediasi penal lebih berorientasi pada kualitas proses daripada
hasil, yaitu: menyadarkan pelaku tindak pidana akan kesalahannya, kebutuhan-kebutuhan
konflik terpecahkan, ketenangan korban dari rasa takut.
Usaha-usaha
yang rasional untuk mengendalikan atau menanggulangi kejahatan. Tidak
hanya menggunakan sarana Penal atau Hukum Pidana saja. Tetapi juga dapat
dengan menggunakan sarana Non-Penal. Usaha-usaha non penal ini misalnya
penyantunan dan pendidikan sosial warga masyarakat, penggarapan jiwa masyarakat
melalui pendidikan moral, agama dan sebagainya, peningkatan usahausaha kesejahteraan
anak remaja, kegiatan patroli dan pengawasan lainnya secara kontinyu
oleh polisi dan aparat keamanan lainnya. Menurut G.Peter
Hoefnegals kebijakan
kriminal dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas dalam upaya penanggulangan
kejahatan yang dapat ditempuh dengan:
- Penerapan hukum pidana (criminal law application).
- Pencegahan tanpa pidana (prevention with punishment).
- Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media massa (influencing views of society on crime and punishment mass media).