Whistle Blower Sebagai Pengungkap Fakta
Tuesday, 29 November 2016
SUDUT HUKUM | Bertolak pada pendapat Quentin
Dempster, pengertian Whistle Blower adalah orang yang mengungkap fakta
kepada publik mengenai sebuah skandal, bahaya malpraktik, atau korupsi.
Mardjono Reksodiputro mengartikan Whistle Blowers adalah pembocor rahasia atau
pengadu. Ibarat sempritan wasit (peniup pluit), Prof Mardjono mengharapkan kejahatan
dan pelanggaran hukum yang terjadi berhenti dengan cara mengundang perhatian
publik. Sementara informasi yang dibocorkan berupa informasi yang bersifat
rahasia di kalangan lingkungan informasi itu berada. Baik tempat dan informasi
berada maupun jenis informasi bermacammacam. Informasi tersebut dapat saja
merupakan kegiatan-kegiatan yang bersifat tidak sah, melawan hukum, atau
melanggar moral.
Menurut sudut pandang Hasdianto, Whistle
Blower merupakan istilah bagi karyawan, mantan karyawan, atau
pekerja anggota suatu institusi atau organisasi yang melaporkan suatu tindakan
yang dianggap melawan ketentuan kepada pihak yang berwenang. Ketentuan yang
dilanggar merupakan ancaman bagi kepentingan publik. Contoh Whistle Blower misalnya
orang yang melaporkan perbuatan yang diduga tindak pidana korupsi
kepada lingkungan publik di lingkungan ia bekerja. Asep Triwahyudi memaknai Whistle
Blower sebagai tindakan seorang pekerja yang memutuskan untuk melapor
kepada media, kekuasaan internal, dan kekuasaan eksternal tentang
hal-hal yang illegal yang terjadi di lingkungan kerja.
Mardjono Reksodiputro menyebutkan
bahwa organisasi tempat informasi berada dapat berupa:
- Tempat atau organisasi yang sah, seperti organisasi pemerintah atau organisasi publik;
- Tempat atau organisasi bisnis;
- Tempat atau organiasi kriminal.
Baca Juga
Namun yang sering terungkap di
media massa adalah informasi kegiatan dalam organisasi publik seperti
pengadilan kejaksaan, kepolisian, dan kantor pemerintah. Seringkali kegiatan yang
dibocorkan berupa kegiatan pemerintah yang dapat saja dikategorikan sebagai rahasia
negara. Pertanyaannya, apakah pembocor rahasia semacam ini patut dilindungi.
Bagaimana kalau rahasia negara tersebut dianggap melanggar moral publik (political
whistle blower). Yang dimaksud political whistle adalah mereka
yang melakukan pembocoran dokumen-dokumen negara/pemerintah yang
diklasifikasikan rahasia untuk melindungi kemanan negara.
Motivasi dan tujuan pembocor
rahasia semacam ini mungkin juga bersifat juga lebih bersifat altruistis
(motivasi yang patut dihormati) daripada motivasi kriminalis (motivasi yang tidak
patut dihormati), karena semata-mata untuk kepentingan dan kemaslahatan
perlindungan masyarakat dari tindakan-tindakan pemerintah yang patut
dipertanyakan oleh masyarakat. Contoh political whistle blower yang pernajh
terjadi di luar negeri adalah informasi rahasia perang Vietnam (The Pentagon Papers
1971) dan tentang kegiatan Central Intelegent Agency (CIA) di Amerika
Selatan 1975 oleh suami istri ahli nuklir kepada Uni Soviet (Rosenberg 1950-an) dengan
alasan moral anti perang.
Pembocor rahasia pun ada yang
terkait dengan kegiatan organisasi bisnis swasta, baik mengungkapkan kegiatan yang
sah maupun kegiatan yang tidak sah. Pembocor rahasia kegitan bisnis
yang disebut bussines intellegence memiliki berbagai motivasi.
Wilayah bisnis yang sah, seorang bussines
intellegence adalah orang yang menjual informasi untuk
kepentingan dan keuntungan pribadi semata, jadi, disini, motivasi pembocor adalah motivasi
kriminal berupa pencurian rahasia dagang. Sementara itu seorang business
intelligence di wilayah kegiatan bisnis yang tidak sah memiliki motivasi altruistis
(motivasi yang patut dihormati) karena maksud dan tujuan si pembocor rahasia
didorong oleh tujuan mulia untuk memproteksi masyarakat dari kejahatan
pengguna kimia yang merugikan masyarakat.
Adapun yang dimaksud dengan organisasi
kriminal meliputi kegiatan-kegiatan seperti sindikat narkotika, teroris, dan
korupsi. Pembocor rahasia dari organisasi
kriminal lebih bersifat altruistis, meskipun juga mungkin berupa pencurian rahasia
dagang yang diberikan kepada pesaingnya.
Perkembangan modus salah satu
kejahatan, yakni korupsi akhir-akhir ini menunjukan skala meluas dan
semakin canggih dampak yang ditimbulkan oleh prilaku korupsi demikian
mengguncang moralitas norma dan praktek peradilan. Kategori extra ordinary crime (kejahatan
luar biasa) bagi tindak pidana korupsi jelas membutuhkan extra
ordinary measures/ extra ordinary enforcement (penanganan yang luar biasa).
Dari sekian jenis organisasi yang disebutkan di atas, pembocor rahasia yang
terjadi dalam organisasi kriminal resiko jauh lebih besar. Oleh karenanya
perlindungan hukum sangat diperlukan bagi pembocor rahasia terhadap kegiatan yang
melawan hukum.
Pembocor rahasia dan peniup pluit yang mau bekerjas-sama
dengan aparatur hukum merupakan partisipant whistle blower atau justice
collaborator. Si pembocor rahasia adalah orang dalam di dalam organisasi tersebut,
sehingga dapat saja terlibat atau tidak terlibat dalam kegiatan yang dibocorkan itu.
Secara essensial kehadiran whistle blower dan justice
collaborator ditunjukan
terhadap kejahatan yang sangat serius yang perlu mendapatkan penanganan segera.
Yang dilakukan oleh whistle blower dan justice collaborator biasanya untuk
menarik perhatian publik.
Dengan adanya perhatian publik
yang dimaksud agar publik menyadari tingkat bahaya dari kejahatan yang
dibocorkan sehingga kejahatan atau pelanggaran tersebut dapat dihentikan. Dalam
banyak kasus sering kali seseorang yang mengetahui terjadinya suatu
pelanggaran atau kejahatan enggan mengungkapkan apa yang diketahui, dialami, atau
disaksikan sendiri, oleh karena itu whistle blowers dan justice
collaborator jelas memerlukan pengaturan yang memadai mengingat perannya begitu
strategis dalam mengungkap tindak pidana tertentu, sebab bertolak pada pendapat
Quentin dengan mengaitkan pada realitas empirisnya ternyata menimbulkan problematika yang
kompleks.