Eksekusi Putusan Pengadilan
Friday, 2 December 2016
SUDUT HUKUM | Sesuai dengan Pasal 270 KUHAP
yang berbunyi “Pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap dilakukan oleh jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat
putusan kepadanya”. Pasal 1 angka 6 huruf b jo Pasal 13 KUHAP dinyatakan bahwa
Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk
melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
Perlu dijelaskan bahwa yang
dimaksud dengan putusan pada uraian ini adalah putusan peradilan tingkat
pertama dan memang tujuan akhir proses pemeriksaan perkara di Pengadilan
Negeri, diambilnya suatu putusan oleh hakim yang berisi penyelesaian perkara
yang disengketakan.17 Berdasarkan putusan itu, ditentukan dengan pasti hak
maupun hubungan hukum para pihak dengan objek yang disengketakan.
Penegakkan hukum yang ideal
pada dasarnya merupakan tujuan yang hendak dicapai. Hal ini menimbulkan
konsekuensi bahwa dalam penegakan hukum semua hak dan kewajiban terlaksana dan
terpenuhi disamping tercapainya tujuan dan proses penegakan hukum, baik itu
jangka panjang maupun tujuan kontekstual.
Penegakan hukum
merupakan penegakan kebijakan dengan proses pentahapan, yang meliputi:
- Tahap penetapan pidana oleh pembuat undang-undang. Dalam penentuan kebijakan perundang-undangan merupakan langkah awal dalam penanggulangan kejahatan, yang secara fungsional dapa dilihat sebagai bagian dari perencanaan dan mekanisme penanggulangan kejahatan. Tahap penetapan pidana sering pula disebut dengan pemberian pidana in abstracto. Tahap penetapan tindak pidana merupakan tahap memformulasikan suatu kebijakan penegakan hukum yang intinya untuk kesejahteraan masyarakat, karena tujuan akhr dari suatu formulasi adalah agar ketentuan yang telah ditetapkan dapat berlaku dalam kehidupan masyarakat dan menemukan ketertiban dalam kehidupan masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari penetapan kebijakan kriminalisasi sebagai bagian dari perencanaan penanggulangan mencapai kesejahteraan masyarakat. Tahap ini merupakan suatu kebijakan legislative (formulatif), merupakan tahap paling strategis dari keseluruhan proses operasionalisasi/fungsionalisasi dan konkritisasi (hukum) pidana.
- Tahap penerapan hukum pidana oleh badan yang berwenang, yang dapat pula disebut dengan tahap kebijakan yudikatif mulai dari kepolisian hingga pengadilan melalui tindakan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan siding hingga putusan hakim.
- Tahap pelaksanaan pidana atau yang dikenal dengan ekseskusi, yang merupakan pelaksanaan hukum pidana oleh aparat pelaksana pidana, tahap ini dikenal pula dengan tahap kebijakan eksekutif atau administrative, yaitu pemberian pidana secara in concreto.
Dengan
pentahapan tersebut, terlihat bahwa tahap terakhir yaitu tahap eksekusi yaitu
pemberian pidana secara in concreto mempunyai arti yang sangat penting
dalam penegakan hukum, yaitu menegakkan aturan-aturan yang abstrak menjadi
penegakan hukum yang konkrit. Ini menunjuka bahwa untuk menegakkan
aturan-aturan yang abstrak memang dibutuhkan upaya untuk mengkonkritkannya.
Dengan kata lain bahwa hukum yang in abstracto memerlukan proses tertentu untuk
menjadikannya hukum yang in concreto.
Penegakan
hukum selalu akan melibatkan manusia di dalamnya dan dengan demikian akan
melibatkan tingkah laku manusia. Hukum tidak mungkin tegak dengan sendirinya,
artinya ia tidak mampu untuk mewujudkan sendiri janji-janji serta
kehendakkehendak yang tercantum dalam peraturan-peraturan hukum itu. Pendapat semacam ini serasi dengan apa yang dikemukakan oleh
Satjipto Raharjo yang mengemukakan “Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk
mewujudkan ide-ide menjadi kenyataan, proses perwujudan ide-ide inilah
merupakan hakekat dari penegakan hukum”.
Hal ini akan
terlihat jelas dalam putusan hakim. Dalam putusan pengadilan (hakim) hanya
berisikan atau memuat hal-hal yang bersifat abstrak (in abstracto) meskipun
putusan tersebut berisikan pemidanaan, namun proses putusan hakim tersebut
terikat dengan tata cara yang diatur undang-undang.
Putusan hakim
yang dapat dilakukan eksekusi secara hukum hanyalah putusan hakim yang
berisikan pemidanaan. Jenis putusan hakim ini adalah putusan yang membebankan
suatu pidana kepada terdakwa karena perbuatan yang didakwakan terbukti adanya.
Adanya
kesalahan terdakwa harus dibuktikan dengan minimal dua alat bukti dan hakim
yakin akan kesalahan terdakwa itu berdasarkan alat bukti yang ada dan dengan adanya
dua alat bukti serta adanya keyakinan hakim, berarti pula syarat untuk
menjatuhka pidana telah terpenuhi. Adanya putusan hakim yang berisikan
pemidanaan menjadi kewajiban Penuntut Umum untuk melaksanakannya (khusus dalam
putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau inkracht van gewijsde).
Secara umum
bahwa lembaga eksekusi pidana pembayaran uang pengganti hanya dikenal dalam
tindak pidana korupsi, karena dalam tindak pidana korupsi yang sangat dirugikan
adalah keuangan Negara. Sehingga ekseskusi terhadap uang pengganti pada tindak
pidana korupsi pada dasarnya tidak terlepas dari tindak pidananya sendiri.
Tindak pidana korupsi, secara etimologi berasal dari kata tindak pidana dan
korupsi. Istilah tindak pidana merupakan istilah teknis yuridis dari bahasa
Belanda “strafbarfeit” atau “delict” dengan pengertian perbuatan
yang dilarang oleh peraturan hukum pidana dan terhadap pelakunya dapat
dikenakan sanksi pidana, sedangkan kata “korupsi” berasal dari bahasa latin “corruptive”
atau “corruptus” yang secara harfiah berarti “busuk”.
Rujukan:
- Lilik Mulyadi, 2000. Tindak Pidana Korupsi. Citra Aditya Bakti,
- Satjipto Raharjo,tt, Masalah Penegakan Hukum (Suatu Tinjauan Sosiologis), BPHN, Jakarta.
- Yahya Harahap, Pelaksanaan KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta, 2011.