Hak Moral (moral rights)
Friday, 30 December 2016
SUDUT HUKUM | Pengakuan
terhadap hak moral merepresentasikan sebuah bentuk apresiasi dan penghormatan
publik kepada pencipta atas ekspresi kreatifnya. Adapun yang dimaksud
hak moral (moral rights) adalah hak yang melekat pada diri
pencipta atau
pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun. Hak ini
mengikuti pencipta, meskipun hak ekonomi atas ciptaan tersebut telah dialihkan
kepada pihak lain. Hak moral dapat dipindahkan dengan syarat harus berdasarkan
atas wasiat pencipta yang sudah meninggal.
Dalam
Konvensi Berne, hak moral diatur dalam Pasal 6bis. Namun dalam TRIPs, negara
anggota konvensi tidak diwajibkan untuk mencantumkan hak moral ini dalam
peraturan perundang-undangan hak cipta mereka.
Ada
dua komponen umum yang terkandung dalam hak moral yang diantaranya adalah:
- Hak Atribusi (The right of Paternity, Attribution, or Acknowledgement)
Hak
ini mengharuskan identitas pencipta dilekatkan pada ciptaan, baik dengan nama
sendiri maupun samaran. Dalam hal-hal tertentu, dan atas dasar pertimbangan
yang rasional dari pencipta. ia dapat meniadakan identitas dirinya
dan membiarkan ciptaanya berstatus anonim. Hal ini dapat dilakukan dalam
kondisi dan dengan alasan yang dapat diterima (reasonable in circumstances).
Pada dasarnya hak atribusi adalah
pengakuan terhadap pencipta
asli yang telah menciptakan karyanya. Hak ini berfungsi untuk mencegah
kesalahan identifikasi yang tidak akurat terhadap pencipta yang sebenarnya
dan melindungi pencipta dari pengklaiman orang lain sebagai pencipta
asli.
- Hak Integritas (The right of Integrity)
Representasi
yang paling menonjol dari hak integritas adalah citra pribadi dan reputasi
yang melekat pada diri pencipta. Melalui hak ini, pencipta dapat melindungi
ciptaannya dan judul ciptaannya dari perusakan (distortion), pemotongan
(mutilation) atau perubahan lain (modification) tanpa izin pencipta.
Pencipta hanya dapat menyetujui adaptasi dan perubahan ciptaanya bila
tidak mengganggu reputasinya.
Pengaturan
lebih lanjut mengenai hak moral dapat ditemukan pada Pasal 24, Pasal 25,
Pasal 26, Pasal 33, Pasal 55 dan Pasal 72 Ayat (6) dan (7) Undang-Undang No.
19 Tahun 2002. Secara restriktif, UU Hak Cipta Indonesia melarang setiap orang
melanggar hak moral pencipta tanpa persetujuannya dengan cara-cara:
- meniadakan atau mengubah nama pencipta atau nama samaran pencipta yang tercantum pada ciptaan ataupun salinannya dalam hubungan dengan penggunaan secara umum;
- mencantumkan nama pencipta yang meniadakan identitas dirinya atau mencantumkan nama sebagai pencipta padahal dia bukan penciptanya;
- mengganti atau mengubah judul ciptaan dan anak judul ciptaan;
- mengubah isi ciptaan;
- meniadakan atau mengubah informasi elektronik tentang informasi manajemen pencipta.
Pencipta
atau ahli warisnya berhak menggugat pelanggaran-pelanggaran di atas ataupun
menuntut pelaksanaan dari hak moral tersebut walaupun hak ekonominya telah
diserahkan seluruhnya.
Dalam
konteks penggunaan teknologi digital, perlu juga diperhatikan bahwa hak informasi
manajemen hak pencipta (electronic
rights management information) merupakan
hak moral bagi penciptanya yang melekat pada ciptaan.
Jangka
waktu perlindungan hak moral yang berhubungan dengan hak atribusi (seperti:
pencantuman nama/nama samaran pencipta) berlaku tanpa batas waktu. Sedangkan
hak moral yang berkenaan dengan hak integritas (seperti: mengubah/merusak
ciptaan dan judul ciptaan) berlaku sesuai dengan masa berlakunya
perlindungan jenis ciptaan yang telah dibuat.