Hubungan Hukum dalam Pelayanan Kesehatan
Friday, 2 December 2016
SUDUT HUKUM | Hubungan hukum antara pasien
dengan penyelenggara kesehatan dan pihak pelayanan kesehatan (dalam hal ini
rumah sakit, dokter, perawat, bidan) dalam melakukan hubungan pelayanan
kesehatan. Pertama adalah hubungan medis yang diatur oleh kaedah-kaedah medis,
dan kedua adalah hubungan hukum yang diatur oleh kaedah-kaedah hukum baik yang
tertulis maupun yang tidak tertulis. Hubungan hukum yang terjadi dalam
pelayanan medis ialah berdasarkan perjanjian yang bertujuan untuk melakukan
pelayanan dan pengobatan pasien demi kesembuhan pasien.
Upaya pelayanan kesehatan di
rumah sakit bertolak dari hubungan dasar dalam bentuk transaksi terapeutik.
Transaksi terapeutik sebagai suatu transaksi mengikat antara pihak pemberi
pelayanan dengan pasien sebagai penerima pelayanan dalam perikatan transaksi
terapeutik tersebut. Untuk menilai sahnya perjanjian hubungan hukum dalam
pelayanan kesehatan tersebut diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, bahwa
unsur-unsur syarat perjanjian dalam transaksi terapeutik meliputi:
- Adanya sepakat dari mereka yang mengikatkan dirinya.
- Adanya kecakapan antara pihak membuat perikatan.
- Suatu hal tertentu yang diperbolehkan.
- Karena suatu sebab yang halal.
Pelaksanaan dan pengaplikasian
perjanjian itu sendiri harus dilaksanakan dengan itikad baik sesuai dengan
ketentuan Pasal 1338 dan Pasal 1339 KUHPerdata dan perikatan tersebut
berdasarkan perikatan usaha yang berdasarkan prinsip kehati-hatian.
Perikatan antara pemberi
pelayanan kesehatan dengan pasien dapat dibedakan dalam dua bentuk perjanjian
yaitu:
- Perjanjian perawatan, dimana terdapat kesepakatan antara rumah sakit dan pasien bahwa pihak rumah sakit menyediakan kamar perawatan serta tenaga perawatan melakukan tindakan penyembuhan.
- Perjanjian pelayanan medis, di mana terdapat kesepakatan antara rumah sakit dan pasien bahwa tenaga medis pada rumah sakit akan berupaya secara maksimal untuk menyembuhkan pasien melalui tindakan medis.
Secara teoritis proses
terjadinya pelayananan kesehatan diawali dengan keputusan pasien dan
keluarganya untuk mendatangi dokter dan rumah sakit, kedatangan pasien dapat
ditafsirkan untuk mengajukan penawaran (offer, aanbod) kepada dokter
untuk meminta pertolongan dalam mengatasi masalah kesehatan yang dideritanya.
Apabila pasien dan keluarganya menyetujui untuk menjalani pelayanan kesehatan
di rumah sakit, maka rumah sakit bersedia untuk memberikan pelayanan kesehatan
yang diperlukan pasien, maka hak dan kewajiban pasien dan rumah sakit timbul
sejak pasien masuk ke rumah sakit dan sepakat untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan.
Pasien dengan segala
kewajibannya yang telah ditentukan oleh rumah sakit berhak atas pelayanan
kesehatan sesuai dengan indikasi penyakit pasien tersebut. Dalam perjanjian ini
kewajiban rumah sakit adalah melakukan penyediaan fasilitas perawatan yakni
sarana alat kesehatan, dokter, tenaga kesehatan dengan tujuan memberikan
pelayanan kesehatan yang optimal kepada pasien.
Perjanjian yang dilakukan
antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata
dijadikan tolok ukur berdasarkan syarat sah terjadinya perjanjian antara pasien
dan pemberi pelayanan kesehatan berdasarkan perjanjian terapeutik yang
melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak dalam melaksanakan upaya
penyembuhan.
Secara umum
dalam hubungan hukum antara penyelenggara pelayanan kesehatan dengan pasien
ialah upaya penyembuhan bukan merupakan perikatan hasil (resultaasverbitenis),
melainkan perikatan usaha (inspanningsverbintenis) secara maksimal
dan berdasarkan prinsip kehati-hatian yang hasilnya belum pasti. Sebaliknya
pasien juga harus memberikan informasi secara jelas, lengkap dan jujur kepada
dokter terkait dengan penyakit yang dideritanya. Sehingga, tidak menyebabkan
kesalahpahaman antara kedua belah pihak guna tercapainya tujuan pelayanan kesehatan
yang lebih optimal.