Lisensi Hak Cipta Sebagai Alat Bukti Hukum yang Sah
Friday, 30 December 2016
SUDUT HUKUM | Alat
Bukti Elektronik ialah informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang
memenuhi persyaratan formil dan persyaratan materil yang diatur dalam UU
ITE. Pasal 5 Ayat (1) UU ITE mengatur bahwa
informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
Pengertian
informasi elektronik dirumuskan oleh Pasal 1 angka 1 UU ITE sebagai berikut:
Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya”.
Pada
prinsipnya informasi elektronik dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan
dengan dokumen elektronik. Informasi elektronik ialah data atau kumpulan
data dalam berbagai bentuk, sedangkan dokumen elektronik ialah wadah
atau “bungkus” dari informasi elektronik.
Keterkaitan antara informasi elektronik
dan dokumen elektronik adalah bahwa dokumen elektronik disusun berdasarkan
informasi elektronik. Artinya dokumen elektronik merupakan bentuk lanjutan
dari informasi elektronik yang telah dibuat untuk dapat diteruskan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,
optikal, atau sejenisnya sehingga dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau
didengar melalui komputer atau sistem elektronik.
Lisensi
hak cipta dalam bentuk kontrak elektronik adalah informasi elektronik dan dokumen
elektronik yang merupakan alat bukti hukum yang sah yang menandakan
bahwa telah terjadi suatu perjanjian lisensi yang dibuat secara tertulis.
Sebagai alat bukti hukum yang sah, lisensi hak cipta dalam bentuk kontrak
elektronik dapat dikelompokkan menjadi dua bagian. Pertama informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik yang akan menjadi alat bukti elektronik (digital evidence). Kedua, hasil cetak dari informasi
elektronik dan/atau hasil
cetak
dari dokumen elektronik yang akan menjadi alat bukti tulisan.
Pasal
5 Ayat (2) UU ITE mengatur bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik
dan/atau hasil cetaknya merupakan perluasan dari alat bukti hukum yang
sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Perluasan alat bukti
disini adalah memperluas cakupan alat bukti yang diatur dalam Pasal 164 HIR
(Herziene Inlandsch Reglement), Pasal 284 RBg (Rechtsreglement voor Buitengewesten), dan Pasal 1866 KUH Perdata yang
terdiri dari alat bukti tulisan, saksi-saksi,
persangkaan-persangkaan, pengakuan, dan sumpah.
Hal
yang penting diperhatikan pula agar informasi elektronik dan dokumen elektronik
dapat dijadikan alat bukti hukum yang sah adalah harus memenuhi syarat
formil dan syarat materiil. Syarat formil diatur dalam Pasal 5 Ayat (4)
UU ITE, bahwa alat bukti hukum yang merupakan informasi elektronik atau dokumen
elektronik tidak berlaku untuk surat yang menurut Undang-Undang harus
dibuat dalam bentuk tertulis dan surat beserta dokumennya yang menurut
Undang-Undang harus dibuat oleh akta notariil atau akta yang dibuat oleh
pejabat pembuat akta.
Tidak
selamanya bentuk tertulis identik dengan dokumen yang tertuang di atas kertas
semata, pada hakikatnya dokumen dapat dituangkan ke dalam media apa saja,
termasuk media elektronik. Oleh
karena itu, lisensi hak cipta dalam bentuk kontrak
elektronik tetap berlaku sepanjang dituangkan dalam bentuk tertulis baik di
atas kertas maupun melalui media elektronik.
Syarat
materiil diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 16 UU ITE yang mempersyaratkan bahwa
informasi elektronik atau dokumen dapat berlaku sebagai alat bukti hukum yang
sah sepanjang informasi elektronik atau dokumen elektronik dapat diakses, ditampilkan,
dijamin keutuhannya, dapat dipertanggungjawabkan dan menggunakan
sistem elektronik yang sesuai dengan persyaratan minimum yang wajib
dipenuhi penyelenggara elektronik, yaitu:
- dapat menampilkan kembali informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan;
- dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan informasi elektronik dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;
- dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;
- dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan penyelenggaraan sistem elektronik tersebut; dan
- memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.