Macam-Macam Maslahah Mursalah
Thursday, 22 December 2016
SUDUT HUKUM | Macam-Macam Maslahah Mursalah
1. Dari segi kekuatannya sebagai hujjah dalam menetapkan hukum, maslahah ada tiga macam yaitu: maslahah daruriyyah, maslahah hajiyyah, dan maslahah tahsiniyyah.
a) Maslahah daruriyyah adalah kemaslahatan yang keberadaanya sangat dibutuhkan oleh oleh kehidupan manusia, artinya kehidupan
manusia tidak punya arti apa-apa bila satu saja dari prinsip yang lima
itu tidak ada. Yakni lima prinsip pokok bagi kehidupan manusia, yaitu:
agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
Untuk memelihara keberadaan jiwa yang telah diberikan Allah bagi kehidupan, manusia harus melakukan banyak hal, seperti makan, minum, menutup badan dan mencegah penyakit. Manusia juga perlu berupaya dengan melakukan segala sesuatu yang memungkinkan untuk meningkatkan kualitas hidup. Segala usaha yang mengarah pada pemeliharaan jiwa adalah perbuatan baik, karenanya disuruh Allah untuk melakukannya. Sebaliknya, segala sesuatu yang dapat menghilangkan atau merusak jiwa adalah perbuatan buruk dilarang Allah.
Dalam hal ini Allah melarang menjatuhkan diri
kepada kebinasaan sebagaimana firman-Nya dalam surat al-baqarah ayat
195:
Janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. (QS. Al-Baqarah:195).
b) Maslahah hajiyyah adalah kemaslahatan yang tingkat kebutuhan
hidup manusia kepadanya tidak berada pada tingkat darury. Bentuk kemaslahatannya tidak secara langsung bagi pemenuhan kebutuhan pokok yang lima, tetapi secara tidak lengsung menuju kearah sana seperti dalam hal yang memberi kebutuhan hidup manusia. Maslahah hajiyah jika tidak terpenuhi
dalam kehidupan manusia, tidak sampai secara langsung menyebabkan rusaknya lima unsur pokok tersebut.
c) Maslahah Tahsiniyah adalah kemaslahatan yang sifatnya komplementer (pelengkap), berupa keleluasan dan kepatutan yang dapat
melengkapi kemaslahatan sebelumnya (Maslahah al-hajiyyah). Dimaksudkan agar manusia dapat melakukan yang terbaik untuk penyempurnaan pemeliharaan lima unsur pokok.
Tiga bentuk maslahah
tersebut, secara
berurutan menggambarkan tingkatan peringkat kekuatannya. Yang kuat adalah maslahah dharuriyah, kemudian dibawahnya adalah maslahah hajiyyah dan berikutnya maslahah tahsiniyah. Perbedaan tingkat
kekuatan ini terlihat bila terjadi perbenturan kepentingan antar sesamanya. Dalam hal ini harus didahulukan dharuri atas hajiyyah, dan didahulukan hajiyyah atas tahsiniyah.
2. Sedangkan dari adanya keserasian dan kesejalanan anggapan
baik oleh akal itu dengan tujuan syara’ dalam menetapkan hukum, ditinjau dari
maksud usaha mencari dan menetapkan hukum, maslahah itu disebut juga
dengan munasib atau keserasian maslahah dengan tujuan hukum. Maslahah dalam artian munasib itu dari segi pembuat hukum (syari) memperhatikannya atau tidak, maslahah terbagi menjadi tiga macam, yaitu:
a. Maslahah Mu‘tabarah
Maslahah mu‘tabarah ialah suatu kemaslahatan yang dijelaskan dan diakui keberadaannya secara langsung oleh nash. Sebagai contoh, untuk melindungi jiwa manusia, Islam menetapkan hukum qiyas terhadap pembunuhan secara sengaja. Sebagaimana firman Allah
swt dalam surat al-Baqarah ayat 178:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih.
Demikian pula, untuk memelihara dan menjamin keamanan pemilik harta, Islam menetapkan hukum potong tangan bagi pelaku
pencurian. Untuk memelihara kehormatan manusia, Islam melarang melakukan zina.
b. Maslahah Mulgah
Maslahah mulgah,
yaitu sesuatu yang dianggap maslahah
oleh akal pikiran, tetapi dianggap palsu karena kenyataannya bertentangan dengan ketentuan syariat. Misalnya, ada anggapan bahwa
menyamakan pembagian warisan antara anak laki-laki dan wanita adalah maslahah. Akan tetapi, kesimpulan seperti itu bertentangan dengan
ketentuan syariat, yaitu ayat 11 Surat an-Nisa’ yang menegaskan bahwa pembagian laki-laki dua kali pembagian anak perempuan. Adanya pertentangan itu menunjukkan bahwa apa yang dianggap maslahat
itu, bukan maslahat disisi Allah.
c. Maslahah Mursalah
Maslahah Mursalah, yang pengertiannya adalah seperti dalam definisi yang disebutkan di atas. Maslahat macam ini terdapat dalam
masalahmasalah muamalah yang tidak ada ketegasan hukumnya dan tidak pula ada bandingannya dalam al-Qur’an dan Sunnah untuk dapat
dilakukan analogi. Contohnya, peraturan lalu lintas dengan segala ramburambunya.
Peraturan seperti itu tidak ada dalam Al-Qur’an maupun dalam sunnah Rasulullah. Namun peraturan seperti itu sejalan
dengan tujan syariat, yaitu dalam hal ini adalah untuk memelihara jiwa
dan harta.
Kemaslahatan dalam bentuk ini terbagi dua, yaitu maslahah garibah dan maslahah mursalah. Maslahah garibah adalah kemaslahatan yang asing, atau kemaslahatan yang sama sekali tidak ada dukungan
syara’, baik secara rinci maupun secara umum. Al-Syatibi mengatakan kemaslahatan seperti ini tidak ditemukan dalam praktek,
sekalipun ada dalam teori. Maslahah
mursalah adalah kemaslahatan yang
tidak didukung dalil syara’ atau nash yang rinci, tetapi didukung oleh sekumpulan
makna nash.