Makar Menurut Hukum Pidana
Friday, 2 December 2016
SUDUT HUKUM | Makar dalam pengertian hukum
positif adalah berasal dari kata aanslag (Belanda),
yang menurut arti harfiah adalah penyerangan atau serangan, oleh karenanya unsur
makar meliputi perlawanan terhadap pemerintahan yang sah dengan
maksud untuk menjatuhkan pemerintahan atau menentang kebijaksanaan yang
sudah menjadi ketetapan dengan melawan hukum, baik melalui dengan kekuatan
senjata maupun dengan kekuatan lainnya atau dengan cara lain. Inti arti makar
adalah gerakan sekelompok orang dalam operasionalnya harus
merupakan gerakan dibawah tanah, dalam arti tidak dilakukan secara
terang-terangan.
Istilah aanslag terdapat
dalam KUHP pasal 87, 104, 106, 107, 108,110, yang telah lazim
diterjemahkan dengan kata makar. Pasal 87 merumuskan perihal suatu keadaan
bilamana makar itu telah terjadi atau dengan kata lain menyebutkan
syarat untuk terjadinya suatu makar atas suatu perbuatan tertentu, yang rumusan
aslinya bebunyi sebagai berikut:
Aanslag tot een feit bestaat, zoodra het voornemen des daders zich door een begin van uitvoering, in-den zin van art. 53, heeft geopenbaard” Artinya : Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbutan, apabila niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan seperti yang dimaksudkan dalam pasal 53 KUHP.
Di dalam pasal 53 KUHP
menjelaskan tentang percobaan melakukan kejahatan (poeging tot
misdrijf is strafbar) yang rumusannya adalah:
Mencoba Melakukan kejahatan, dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
Dari pasal 53 KUHP jelas
menyatakan bahwa terjadinya kejahatan tidak lain adalah sebuah proses,
yang dimulai dengan terbentuknya kehendak (niat), kehendak dilaksanakan
dengan mewujudkan bermacam-macam tingkah laku (gedraging)
yang terdiri dari perbuatan persiapan (voorbereiding shandeling) dan perbuatan
pelaksanaan (uitvoeringshanddeling).
Dari penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa makar merupakan suatu tingkah laku tertentu yang
telah memenuhi unsur pertama dan kedua dari pasal 53 (1), yang artinya
untuk memidanakan pelaku suatu perbuatan yang dikategorikan sebagai
perbuatan makar, sudahlah cukup terpenuhi syarat adanya niat yang ternyata niat
melaksanakan permulaan beserta maksud tertentu telah dilarang oleh
Undang-undang, tanpa harus dipenuhinya syarat tidak selesainya pelaksanaan
perbuatan bukan disebabkan karena kehendaknya sendiri.
Tindak pidana makar diatur dalam
Buku II Bab I KUHP tentang kejahatan melanggar keamanan
negara, yang pada intinya adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan
maksud untuk menggulingkan pemerintahan yang sah dan
disertai dengan kekerasan atau bahkan pembunuhan terhadap presiden.
Tindak pidana makar dikategorikan
sebagai kejahatan yang menurut perspektif hukum Islam disebut
sebagai jarimah atau jinayat yaitu laranganlarangan hukum yang diberikan Allah SWT,
yang pelanggarannya membawa hukuman yang ditentukanNya.
Dengan demikian suatu kejahatan adalah perbuatan yang hanya dilarang
oleh syariat. Atau dengan kata lain, melakukan (commission)
atau tidak melakukan (ommission) suatu perbuatan yang membawa hukuman yang
ditentukan oleh syariat adalah bentuk kejahatan.
Dalam penelitian skripsi ini
penulis mempersempit ruang kajian penelitian dengan memfokuskan
kajian penelitian terhadap pasal 107 dan pasal 110 KUHP, yaitu tentang
permufakatan jahat untuk melakukan perbuatan makar dengan maksud untuk menggulingkan
pemerintah.