Mengedarkan Uang Palsu (Pasal 245 KUHP)
Friday, 23 December 2016
SUDUT HUKUM | Berikut adalah rumusan dari
Pasal 245 KUHP:
Barangsiapa dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu, padahal ditiru atau dipalsu olehnya sendiri, atau waktu diterima diketahuinya bahwa tidak asli atau dipalsu, ataupun barangsiapa menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang dan uang kertas yang demikian, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai uang asli dan tidak dipalsu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.”
Dalam rumusan
pasal 245 tersebut di atas, ada 4 bentuk kejahatan mengedarkan uang palsu,
yaitu:
- Melarang orang yang dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank palsu sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu, uang palsu yang ditiru atau dipalsu olehnya sendiri.
- Melarang orang yang waktu menerima mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank yang diketahuinya sebagai palsu, dengan sengaja mengedarkannya sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu.
- Melarang orang yang dengan sengaja menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank palsu, yang mana uang palsu itu ditiru atau dipalsu olehnya sendiri dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai uang asli dan tidak dipalsu.
- Melarang orang yang dengan sengaja menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank yang waktu diterimanya diketahuinya sebagai uang palsu, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan seperti uang asli dan tidak dipalsu.
Keempat bentuk
kejahatan mengedarkan uang palsu tersebut, bila bentuk satu per satu dirinci,
terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
Bentuk
Pertama
a) Unsur unsur objektif:
1. Perbuatan: Mengedarkan sebagai asli dan tidak dipalsu;
2. Objeknya:
a) Mata uang
tidak asli atau dipalsu;
b) Uang kertas
negara tidak asli atau dipalsu;
c) Uang kertas
bank tidak asli atau dipalsu;
3. Tidak asli atau palsunya uang itu karena ditiru atau
dipalsu olehnya sendiri;
b) Unsur subjektif:
4. Dengan
sengaja.
Bentuk
Kedua
a) Unsur unsur objektif:
1. Perbuatan: Mengedarkan sebagai asli dan tidak dipalsu;
2. Objeknya:
a) Mata uang
tidak asli atau dipalsu;
b) Uang kertas
negara tidak asli atau dipalsu;
c) Uang kertas
bank tidak asli atau dipalsu;
3. Yang tidak asli atau palsunya itu diketahuinya pada saat
diterimanya.
b) Unsur subjektif:
4. Dengan
sengaja.
Bentuk
Ketiga
a) Unsur-unsur objektif:
1. Perbuatan:
a) Menyimpan;
b) Memasukkan ke Indonesia;
2. Objeknya:
a) Mata uang
tidak asli atau dipalsu;
b) Uang kertas
negara tidak asli atau dipalsu;
c) Uang kertas
bank tidak asli atau dipalsu;
3. Yang ditiru atau dipalsu olehnya sendiri.
b) Unsur subjektif:
4. Dengan
maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai asli dan tidak
dipalsu.
Bentuk
Keempat
a) Unsur-unsur objektif:
1. Perbuatan:
a) Menyimpan;
b) Memasukkan ke Indonesia;
2. Objeknya:
a) Mata uang
palsu atau dipalsu;
b) Uang kertas
negara palsu (tidak asli) atau dipalsu;
c) Uang kertas
negara tidak asli atau dipalsu;
3. Yang tidak
asli atau palsunya itu diketahuinya pada saat diterimanya.
c) Unsur subjektif:
4. Dengan
maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai asli dan tidak
dipalsu.
Berdasarkan
penjabaran mengenai bentuk-bentuk kejahatan yang dimaksud dalam Pasal 245 KUHP,
dapat diketahui terdapat beberapa persamaan dan perbedaan.
Dalam
kejahatan mengedarkan uang palsu bentuk pertama dan bentuk kedua, unsur
objektif berupa perbuatan dan objeknya adalah sama. Selain itu unsur
subjektifnya juga sama, yaitu dengan sengaja.
Yang menjadi
pembeda adalah di unsur objektif yang ketiga. Dalam kejahatan mengedarkan uang
palsu bentuk pertama, pelaku yang mengedarkan uang palsu berperan juga sebagai
pemalsu atau peniru uang palsu itu. Sedangkan pada kejahatan mengedarkan uang
palsu bentuk kedua, ada pelaku lain yang membuat uang palsu. Jadi, pengedar dan
pembuat adalah dua pelaku yang berbeda.
Pada bentuk
kejahatan mengedarkan uang palsu bentuk ketiga dan keempat, persamaannya
terdapat pada unsur perbuatan, objeknya, dan unsur subjektif. Sedangkan
perbedaannya adalah sama dengan perbedaan antara yang bentuk pertama dan bentuk
kedua.
Bahwa pada
bentuk ketiga tidak asli atau palsunya uang itu disebabkan oleh perbuatan
meniru atau memalsu yang dilakukannya sendiri. Berarti sebelum pelaku melakukan
perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia, ia terlebih dulu melakukan
perbuatan meniru atau memalsu terhadap uang itu.
Kejahatan
mengedarkan uang palsu bentuk keempat tidak mengharuskan pelaku penyimpan atau
pelaku yang memasukkan uang palsu ke Indonesia tersebut berperan sekaligus
sebagai pembuat atau peniru. Pelaku pembuatan atau peniruan uang palsu itu bisa
merupakan orang lain yang sama sekali tidak perlu dikenalnya. Yang dijadikan
pertimbangan pada kejahatan bentuk keempat adalah kesadaran pelaku saat
menerima uang, bahwa uang yang disimpan atau dibawa masuk ke Indonesia olehnya
adalah uang palsu.
a)
Perbuatan: (a) Mengedarkan, (b) Menyimpan dan (c) Memasukkan ke Indonesia
Perbuatan
mengedarkan, menyimpan, dan memasukkan ke Indonesia haruslah terjadi setelah
adanya uang kertas yang tidak asli atau dipalsu. Perbuatan mengedarkan terdapat
pada bentuk kejahatan pertama dan kedua. Untuk terwujudnya kejahatan maka
perbuatan mengedarkan harus sudah selesai dilakukan. Artinya uang palsu (tidak
asli atau dipalsu) tersebut sudah tidak berada dalam kekuasaannya lagi.
Berlainan
dengan perbuatan menyimpan dimana perbuatannya sangat berlawanan dengan
mengedarkan. Jika dalam perbuatan mengedarkan pelaku melepas uang palsu dari
kekuasaanya kepada orang lain, maka dalam perbuatan menyimpan justru sebaliknya
dimana kekuasaan atas uang palsu beralih dari orang lain kepada si pelaku.
Perbuatan
menyimpan sebetulnya tidak termasuk dalam pengertian mengedarkan karena
pengertiannya berlawanan dengan pengertian mengedarkan. Perbuatan itu
dimasukkan dalam rumusan Pasal 245 berhubung dengan maksud dari penyimpanannya
itu adalah untuk diedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai uang asli dan
tidak dipalsu.
Perbuatan yang
ketiga yaitu memasukkan uang palsu ke Indonesia. Maksud dari perbuatan ini
adalah bahwa sebelumnya uang palsu berasal dari luar negara Indonesia.
b) Mata
Uang, Uang Kertas Negara dan Uang Kertas Bank
Uang terdiri
dari mata uang dan uang kertas. Mata uang berupa uang yang terbuat dari bahan
logam seperti emas, tembaga, perak, dan lain sebagainya. Uang kertas dibedakan
menjadi dua macam, yakni uang kertas negara dan uang kertas bank. Uang kertas
negara adalah uang kertas yang dikeluarkan oleh negara, dan uang kertas bank
adalah uang kertas yang dikeluarkan oleh suatu bank yang ditunjuk oleh
pemerintah. Di Indonesia bank yang ditunjuk pemerintah ini adalah Bank Indonesia.
Objek uang
yang dimaksud dalam Pasal 245 tidak hanya mata uang dan uang kertas Indonesia
(Rupiah) saja, tetapi juga termaksud bagi mata uang dan uang kertas asing.
c) Palsunya
Uang Disebabkan karena Perbuatan Meniru atau Memalsu yang Dilakukan Olehnya
Sendiri
Dalam
melakukan pengedaran uang palsu, pelaku bisa juga berperan sebagai pemalsu.
Maksudnya adalah sebelum tindak pengedaran uang palsu terjadi, pelaku sendiri
lah yang membuat uang palsu.
d) Dengan
Sengaja
Unsur
kesengajaan ini berarti si pelaku harus tahu bahwa barang-barang tersebut
adalah uang palsu. Pelaku tidak perlu mengetahui bahwa, berhubung dengan
barang-barang itu, telah dilakukan tindak pidana pembuatan uang palsu atau
memalsukan uang asli.[1]
e) Pada
Saat Menerima Diketahuinya Bahwa Uang itu Palsu
Pada kejahatan
mengedarkan uang palsu bentuk kedua dan keempat, ada unsur pada saat menerima
diketahuniya bahwa uang itu palsu (tidak asli dan atau dipalsu). Dalam kalimat
ini ada 3 hal yakni: (1) pada saat menerima uang, (2) adanya kenyataan uang itu
palsu atau dipalsu dan (3) kenyataan palsunya uang diketahui olehnya.
f) Dengan
Maksud untuk Mengedarkan atau Menyuruh Mengedarkan sebagai Uang Asli dan Tidak
Dipalsu
Dalam kalimat
dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai uang asli dan
tidak dipalsu, mengandung pengertian: (a) perbuatan menyimpan dan memasukkan ke
Indonesia dilakukan dengan sengaja dan bukan dengan atau karena culpa, (b)
dalam menyimpan dan memasukkan uang palsu ke Indonesia didorong oleh suatu
kehendak untuk mengedarkannya atau menyuruh mengedarkannya sebagai uang asli
dan tidak dipalsu, dan (c) ia mengetahui bahwa uang itu tidak asli dan dipalsu.
[1] Wirjono
Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Refika
Aditama, Bandung, 2010, hlm. 178.