Meniru atau Memalsu Uang (Pasal 244 KUHP)
Friday, 23 December 2016
SUDUT HUKUM | Berikut adalah rumusan dari
Pasal 244 KUHP:
Barangsiapa meniru atau memalsu mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedakan mata uang atau uang kertas itu sebagai yang asli dan tidak dipalsu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.”
Apabila dirinci rumusan
tersebut terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut:
a. Unsur-unsur objektif:
1) Perbuatan:
a) meniru;
b) memalsu;
2) Objeknya:
a) mata uang;
b) uang kertas negara;
c) uang kertas bank;
b.
Unsur subjektif dengan maksud untuk:
a) mengedarkan; atau
b) menyuruh
mengedarkan mata uang dan uang kertas itu seolah-olah asli dan tidak dipalsu.
a)
Perbuatan Meniru
Dalam
perbuatan meniru, haruslah ada sesuatu barang yang asli sebelumnya, lalu
kemudian barang itu dibuat tiruannya yang menyerupai barang aslinya. Dalam
kejahatan Pasal 244, sesuatu barang yang ditiru itu adalah mata uang atau uang
kertas yang dikeluarkan oleh negara.
Membuat uang
kertas baru yang sebelumnya tidak terdapat aslinya bukanlah merupakan perbuatan
meniru. Meskipun dalam keadaan tersebut terdapat niat dari pelaku untuk
mengedarkan uang tersebut, tetapi perbuatan membuat uang itu bukanlah perbuatan
meniru karena sama sekali tidak ada uang sebelumnya untuk ditiru.
b)
Perbuatan Memalsu
Berbeda dengan
perbuatan meniru yang berupa perbuatan menghasilkan suatu mata uang atau uang
kertas baru (tapi palsu atau tidak asli), yang artinya sebelum pembuatan
dilakukan sama sekali tidak ada uang. Pada perbuatan memalsu (vervalschen)
sebelum perbuatan dilakukan sudah ada uang (asli). Pada uang asli ini dilakukan
perbuatan menembah sesuatu baik tulisan, gambar maupun warna, menambah atau
mengurangi bahan pada mata uang sehingga menjadi lain dengan yang asli. Tidak
menjadi syarat apakah dengan demikian uang kertas atau mata uang itu nilainya
menjadi lebih rendah ataukah menjadi lebih tinggi.
Demikian juga
tidak merupakan syarat bagi motif apa ia melakukan perbuatan itu. Apabila
terkandung maksud untuk mengedarkannya atau menyuruh mengedarkannya sebagai
uang asli dan tidak dipalsu, maka perbuatan itu termasuk perbuatan yang
dilarang dan dipidana.
Kejahatan
Pasal 244 dirumuskan secara formil, maksudnya ialah melarang melakukan
perbuatan tertentu, dan tidak secara tegas menimbulkan akibat tertentu.
Sebagai
tindak pidana formil, terwujudnya atau selesainya kejahatan ini bergantung pada
selesainya perbuatan meniru atau memalsu. Untuk dapat selesai atau terwujudnya
perbuatan meniru atau memalsu diperlukan suatu syarat yakni hasil atau akibat
dari perbuatan. Perbuatan meniru menghasilkan mata uang atau uang kertas yang
palsu atau tidak asli, sedang dari perbuatan memalsu menghasilkan mata uang atau
uang kertas yang dipalsu.
c) Mata
Uang dan Uang Kertas
Pengertian
mata uang negara dan uang kertas negara masing-masing terdiri dari logam dan
uang kertas yang merupakan alat pembayaran yang sah, baik mata uang dan uang
negara Republik Indonesia maupun mata uang dan uang negara asing.[1]
d) Maksud
untuk: a) Mengedarkan dan b) Menyuruh mengedarkan mata uang dan uang kertas itu
sebagai asli dan tidak dipalsu
Unsur
kesalahan dalam kejahatan peniruan dan pemalsuan mata uang dan uang kertas
negara maupun uang kertas bank sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 244 KUHP
adalah unsur kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerfk) berupa
kesalahan dalam arti yang sempit. Pelaku dalam melakukan perbuatan meniru dan
memalsu uang kertas negara atau uang kertas bank atau mata uang, didorong oleh
suatu kehendak (maksud) yang ditujukan untuk mengedarkan atau menyuruh orang
lain mengedarkan mata uang atau uang kertas negara atau uang kertas bank palsu
(uang kertas yang tidak asli) atau uang kertas negara atau uang kertas bank
atau mata uang yang dipalsu tersebut sebagai uang kertas negara atau uang
kertas bank atau mata uang asli dan tidak dipalsu.
- Memperhatikan unsur kesalahan dalam rumusan Pasal 244 KUHP, dapat disimpulkan bahwa: di samping pelaku menghendaki untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan; dan
- juga ia harus mengetahui atau mata uang atau uang kertas itu adalah tidak asli atau dipalsu. Tidak asli atau palsunya itu diketahuinya sebagai hasil dari perbuatannya sendiri berupa meniru atau memalsu.
Kesadaran
pelaku juga harus ditujukan pada palsunya uang, sedangkan penyebab palsunya itu
disadarinya sebagai hasil dari perbuatannya sendiri, maka sikap batin pelaku
terhadap perbuatan meniru atau memalsu yang menghasilkan tidak asli atau
palsunya mata uang atau uang kertas itu adalah sikap batin sebagaimana yang
dimaksud oleh unsur kesengajaan yang menurut MvT sebagai willens en wetens.
Oleh karena itu, walaupun secara formal tidak dicantumkan unsur kesengajaan
terhadap perbuatan meniru atau memalsu, secara tersirat unsur kesengajaan
terhadap kedua perbuatan materil itu sesungguhnya ada. Kesengajaan terhadap
kedua perbuatan itu adalah berupa unsur yang terselubung.
Oleh karena
unsur kesengajaan yang ditujukan pada perbuatan meniru atau memalsu tidak
dicantumkan dalam rumusan, kesengajaan yang ditujukan pada perbuatan itu tidak
perlu dibuktikan. Cukup membuktikan bahwa telah terjadinya perbuatan, maka
dianggap unsur kesengajaan itu telah terbukti pula.
Berdasarkan
pada pandangan ini, hal yang tidak mungkin terjadi pada pemalsuan uang yang
dilakukan oleh sebab atau karena kelalaian/culpa.
Perbuatan
mengedarkan atau menyuruh mengedarkan uang palsu tidak perlu telah terwujud.
Perihal mengedarkan atau menyuruh mengedarkan adalah berupa apa yang dituju
oleh maksud pelaku belaka, berupa unsur subjektif. Selesainya kejahatan
ditentukan oleh perbuatan meniru atau memalsu, bukan pada telah terjadinya
perbuatan mengedarkan atau menyuruh mengedarkan.
Uang palsu
yang telah diedarkan tidak termasuk kejahatan Pasal 244 KUHP tetapi masuk dalam
kejahatan Pasal 245 KUHP.
[1] Marwan
Effendy, Tipologi Kejahatan Perbankan dari Perspektif Hukum Pidana,
Sumber Ilmu Jaya, Jakarta, 2012, hlm. 54.