Penafsiran Wahbah Az Zuhaili Berkenaan dengan ru’yah (melihat Allah)
Monday, 5 December 2016
SUDUT HUKUM | Ayat tentang ru'yah (melihat
Allah), sebagaimana pada Qs. Al Qiyaamah ayat 22-23:
Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. kepada Tuhannyalah mereka melihat.
Wahbah Az Zuhaili
dalam menafsirkan naadhirah dengan arti melihat Tuhannya
dengan nyata. Wahbah Az Zuhaili juga menerangkan bahwa Al-Azhari
mengomentari Mujahid yang menafsirkan melihat dengan tafsiran
menunggu, “Mujahid salah sebab kalimat nadharu ila kadza
tidak ditafsirkan menunggu.
Ucapan orang nadhoru ila tidak lain adalah pandangan mata. Juka mereka menghendaki makna menunggu, mereka mengatakan nadhor tuhu. Sedangkan Zamakhsari mengartikan ila Rabbihi nadhirah hanya mengharap Tuhannya saja dan tidak mengharap kepada yang lain, mendahulukan maf'ul atas fi'il dan fa'il, hal ini menunjukkan makna pengkhususan, kemudian Zamakhsari menguatkan bahwa ayat tersebut menunjukkan arti keinginan atau harapan.
Wahbah AzZuhaili juga mengatakan bahwa pendapat Zamakhsari sebagaimana tersebut, dikarenakan Zamakhsari termasuk Mu’tazilah yang berpendapat. Makna lahir ayat tidak menunjukkan melihat Allah, yakni membalik bola mata kearah obyek yang dilihat, karena ingin melihat, sehingga pandangan mata adalah pembukaan melihat. Mereka menakwili firman Allah SWT naadhiratun bahwasannya kaum itu menunggu pahala Allah. Ar-Razi menanggapi pernyataan Zamakhsari tersebut yaitu memaknai melihat itu lebih baik dari pada menunggu.
Ucapan orang nadhoru ila tidak lain adalah pandangan mata. Juka mereka menghendaki makna menunggu, mereka mengatakan nadhor tuhu. Sedangkan Zamakhsari mengartikan ila Rabbihi nadhirah hanya mengharap Tuhannya saja dan tidak mengharap kepada yang lain, mendahulukan maf'ul atas fi'il dan fa'il, hal ini menunjukkan makna pengkhususan, kemudian Zamakhsari menguatkan bahwa ayat tersebut menunjukkan arti keinginan atau harapan.
Wahbah AzZuhaili juga mengatakan bahwa pendapat Zamakhsari sebagaimana tersebut, dikarenakan Zamakhsari termasuk Mu’tazilah yang berpendapat. Makna lahir ayat tidak menunjukkan melihat Allah, yakni membalik bola mata kearah obyek yang dilihat, karena ingin melihat, sehingga pandangan mata adalah pembukaan melihat. Mereka menakwili firman Allah SWT naadhiratun bahwasannya kaum itu menunggu pahala Allah. Ar-Razi menanggapi pernyataan Zamakhsari tersebut yaitu memaknai melihat itu lebih baik dari pada menunggu.