Pengertian Lisensi menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
Saturday, 31 December 2016
SUDUT HUKUM | Menurut
Pasal 1 angka 14 UUHC 2002, lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang
hak cipta atau pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan
dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan
persyaratan tertentu. Pemegang hak cipta (licensor)
berhak memberikan lisensi
kepada pihak lain berdasarkan surat perjanjian lisensi untuk melaksanakan hak
eksklusifnya dalam lingkup perbuatan mengumumkan dan memperbanyak suatu
ciptaan selama
jangka waktu tertentu dan berlaku untuk seluruh wilayah Negara
Republik Indonesia.
Dalam
hal ini, bisa saja pihak licensee
diberikan izin
untuk memperbanyak, tetapi tidak diberikan izin untuk mengumumkan, mengedarkan,
menjual, atau menerjemahkan. Licensee
dapat dianggap melakukan pelanggaran
hukum, setidaknya melanggar perjanjian lisensi, jika melakukan halhal yang
dilarang atau melampaui apa yang telah ditentukan dalam lisensi. Pelaksanaan
perjanjian lisensi wajib disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada
pemegang hak cipta oleh penerima lisensi kecuali diperjanjikan lain.
Frase
“kecuali diperjanjikan lain” artinya perjanjian lisensi dapat dilaksanakan tanpa
pembayaran royalti apabila para pihak berkehendak. Seandainya royalti telah
diperjanjikan, maka jumlah royalti yang wajib dibayarkan kepada pemegang hak
cipta/licensor oleh licensee adalah
berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak
dengan berpedoman kepada kesepakatan organisasi profesi.
Lisensi
menurut Pasal 46 UUHC 2002 pada prinsipnya selalu bersifat noneksklusif yang
mengandung arti bahwa pencipta/pemegang hak cipta masih dapat mengalihkan
hak ciptanya dengan memberikan lisensi yang sama kepada pihak ketiga.
Apabila diperjanjikan lain suatu lisensi dapat bersifat eksklusif dan pencipta/pemegang
hak cipta tidak boleh memberikan lisensi kepada pihak ketiga lainnya.
Perjanjian lisensi yang bersifat ekslusif seperti itu biasanya berpotensi disalahgunakan
untuk memonopoli pasar sehingga merugikan perekonomian Indonesia
dan mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Untuk itu suatu perjanjian
lisensi wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual
(Ditjen HKI) agar mempunyai akibat hukum kepada pihak ketiga.
Tujuannya
tidak lain adalah untuk memeriksa apakah suatu perjanjian lisensi memuat
ketentuan yang dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Jika terbukti
memuat ketentuan seperti itu maka Ditjen HKI wajib menolak perjanjian lisensi
tersebut.