Pertimbangan Hukum
Friday, 9 December 2016
SUDUT HUKUM | Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, pertimbangan adalah pendapat mengenai baik dan buruk. Sedangkan Hukum
adalah undang-undang atau peraturan untuk mengatur
pergaulan hidup masyarakat. Jadi pertimbangan hukum dapat diartikan sebagai
suatu pendapat hakim yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan
mengenai dampak baik dan buruk suatu putusan hakim. Pertimbangan hukum erat
kaitannya dengan penalaran hukum. Untuk menghasilkan pertimbangan hukum
yang baik, seorang hakim harus melakukan proses penalaran hukum.
Penalaran hukum adalah kegiatan
berfikir problematis dari subjek hukum (manusia) sebagai makhluk
individu dan sosial dalam lingkaran kebudayaannya. Penalaran hukum tidak mencari
penyelesaian ke ruang-ruang terbuka tanpa batas. Ada tuntutan bagi penalaran hukum
untuk menjamin stabilitas dan prediktabilitas dari putusannya dengan mengacu
pada sistem hukum positif. Demi kepastian hukum, argumentasi yang dilakukan
harus mengikuti asas penataan ini, sehingga putusan-putusan (antara hakim yang
satu dengan hakim lainnya dalam mengadili kasus yang serupa) relatif
terjaga konsistensinya (similia similibus).
Penalaran hukum merupakan suatu
kegiatan berfikir dalam usaha menemukan hukum yang dilakukan
oleh aparat penegak hukum, terutama hakim. Penalaran hukum perlu dilakukan
oleh hakim agar putusan yang dihasilkan tidak hanya corong terhadap
undang-undang tetapi juga harus berkeadilan dan bermanfaat bagi masyarakat luas.
Menurut Arief Sidharta, kegiatan
berfikir seorang hakim dalam upaya menemukan hukum dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu berfikir aksiomatis dan berfikir problematis. Berfikir
aksiomatis dimulai dari kebenaran yang tidak diragukan lagi sehingga cukup
mudah untuk sampai pada kesimpulan yang mengikat. Berfikir aksiomatis
diperlukan untuk menemukan landasan dan pembenaran atas suatu pendapat
dengan memperhatikan kesalingterkaitan antara persoalan hukum dengan ketentuan
hukum dan antara ketentuan hukum yang satu dengan ketentuan hukum lainnya.
Sedangkan berfikir secara problematis, persoalan utamanya bukanlah
menemukan dasar hukum, melainkan alasan hukum yang paling dapat diterima.
Penalaran hukum sebagai kegiatan
berfikir problematis, memerhatikan stabilitas dan prediktabilitas
putusan yang mengacu pada sistem hukum positif. Oleh karena itu, meskipun
argumentasi hukum identik dengan kegiatan berfikir problematis, namun demikian tidak
semua kegiatan berfikir problematis dapat dikualifikasikan sebagai
penalaran hukum.
Berkaitan dengan hal di atas,
Sidartha menjelaskan bahwa Penalaran hukum dituntut memperhatikan
sistem hukum positif. Selain itu, hakim juga harus memperhatikan hukum penalaran.
Secara sederhana hukum penalaran merupakan hukum silogisme yang
dikenal sebagai cara menemukan kebenaran logis dengan memperhatikan
kebenaran antara premis dan konklusi. Silogisme saja tidak cukup dalam kegiatan
penalaran hukum karena premis-premis hukum bukanlah suatu pemberian (not
given), melainkan harus diciptakan. Aturan hukum sebagai premis mayor selalu
memerlukan kualifikasi dalam konteks kenyataan faktual yang konkrit.
Terlebih lagi bila dihadapkan pada kenyataan dinamika kehidupan yang selalu memunculkan
situasi hukum baru seiring dengan perkembangan zaman.
Rujukan:
- Sidartha, Karakteristik Penalaran Hukum dalam Konteks Keindonesiaan, (Bandung: Utomo, 2006),
- Bernard Arief Sidharta, Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum: Sebuah Penelitian tentang Fundasi Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum dalam Konteks Keindonesiaan, (Bandung: Mandar Maju, 2009),
- Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005).