Upaya Hukum Banding
Saturday, 3 December 2016
SUDUT HUKUM | Banding ialah mohon supaya perkara yang telah
diputus oleh Pengadilan tingkat pertama diperiksa ulang oleh Pengadilan yang lebih tinggi (tingkat banding),
karena merasa belum puas dengan keputusan Pengadilan tingkat
pertama. Atas penetapan dan putusan Pengadilan Agama dapat dimintakan banding oleh pihak yang berperkara
kecuali
apabila undang-undang menentukan lain.
Pengadilan Agama merupakan Pengadilan tingkat pertama dan Pengadilan Tinggi merupakan Pengadilan
tingkat banding. Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi
Agama
merupakan judex factie, yaitu Pengadilan yang
memeriksa duduknya perkara berdasarkan bukti-bukti dari suatu
perkara dan menentukan fakta-fakta. Oleh sebab itu banding disebut
juga dengan peradilan ulangan, yaitu memeriksa ulang
buktibukti dan fakta yang ada.
Permohonan banding diajukan kepada Pengadilan Tinggi Agama yang di daerah hukumnya meliputi
Pengadilan Agama yang bersangkutan. Permohonan banding diajukan melalui Pengadilan Agama yang memutusnya.
Pengajuan tingkat banding harus memenuhi
syaratsyarat banding, di antaranya syarat-syarat tersebut adalah:
- Diajukan oleh pihak-pihak yang berperkara. Pihak lain di luar yang berperkara tidak berhak mengajukan banding (Pasal 6 UU No. 20/1947), kecuali kuasa hukumnya.
- Diajukan masih dalam masa tenggang waktu banding, yaitu:
- Bagi pihak yang berkediaman di daerah hukum Pengadilan Agama yang putusananya dimohonkan banding tersebut maka masa bandingnya ialah 14 (empat belas) hari terhitung mulai hari berikutnya dari hari pengumuman putusan kepada yang bersangkutan.
- Bagi pihak yang berkediaman di luar daerah hukum Pengadilan Agama yang putusannya dimohonkan banding tersebut, maka masa bandingnya ialah 30 (tiga puluh) hari terhitung mulai hari berikutnya dari hari pengumuman putusan kepada yang bersangkutan (Pasal 7 UU No. 20/1947).
- Dalam hal permohonan banding dengan prodeo, maka masa banding dihitung mulai hari berikutnya dari hari pemberitahuan putusan Pegadilan Tingkat Agama tentang ijin berperkara secara prodeo tersebut diberitahukan kepada yang bersangkutan oleh Pengadilan Agama (Pasal 7 ayat (1), (2) dan (3) UU No. 20/1947).
- Putusan tersebut menurut hukum boleh dimintakan banding. Yaitu putusan akhir yang bersifat negatif, maupun yang bersifat positif.
- Putusan yang bersifat negatif yaitu putusan yang diambil dan dijatuhkan bukan berdasarkan dari materi pokok perkara, tetapi berdasarkan pada alasan formil, yakni gugatan yang diajukan mengandung cacat formil, sehingga amar putusan yang dijatuhkan menyatakan gugatan tidak dapat.diterima.
- Putusan akhir yang bersifat positif yaitu putusan yang dijatuhkan berdasarkan materi pokok perkara. Putusan yang demikian telah menyelesaikan secara tuntas dan menyeluruh sengketa yang di perkarakan, sehingga kedudukan dan hubungan hukum antara para pihak dengan objek perkara sudah selesai dan pasti.
- Putusan sela tidak dapat dimohonkan banding, kecuali bersama-sama putusan akhir (Pasal 9 ayat (1) UU No. 20/1947).
- Membayar panjar biaya banding, apabila belum dibayar maka Panitera Pengadilan Agama tidak boleh melayani permohonan banding, kecuali dalam hal prodeo.
- Menghadap di Kepaniteraan Pengadilan Agama yang putusannya dimohonkan banding.